Mohon tunggu...
Fadlil Chairillah
Fadlil Chairillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Jakarta

Berawal dari ketidaktahuan dan berusaha untuk tahu.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Valentine dan Ketergantungan Cinta Ayang

14 Februari 2022   12:04 Diperbarui: 14 Februari 2022   12:11 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : iStockphoto.com

14 Februari, tanggal dimana ada suatu seremonial yang diadakan oleh para sepasang kekasih untuk berbagi kasih sayang dan juga sebagai bentuk penguatan cinta untuk tetap lestari. Manifestasi kasih sayang tersebut mewujud dengan memberikan hadiah coklat, bunga-bungaan dan lainnya. Hal itu diikuti juga dengan berbagai bahasa cinta lainnya.

Mencoba kembali melihat sejarah, Valentine yang hari ini dijadikan momen romansa beberapa tidak ada kaitannya dengan akar kesejarahan Valentine seperti peristiwa-peristiwa mengerikan, ritual-ritual dan sebagainya. Tapi faktanya ada beberapa yang bertalian dengan Valentine hari ini.

Pada abad 14, istilah Valentine dipopulerkan oleh Geoffrey Chaucer yang menulis puisi untuk sepasang tunangan yang bernama Richard II dan Anne of Bohemia. Isi puisinya itulah yang menjadi simbolisasi kasih sayang dan cinta pada hari Valentine.

Sedikit menyinggung soal puisi. Pada masa kakek atau bapak kalian masih remaja dan mengalami momen kasmaran, puisi menjadi salah satu alat paling romantis untuk menyatakan perasaan atau semata untuk membuat pasangan mabuk kepayang. Puisi-puisi milik Khalil Gibran, Chairul Anwar atau Sapardi Djoko Damono adalah puisi-puisi yang sering dipakai dan dijadikan inspirasi untuk membuat puisi bertema romansa.

Oke, balik lagi ke paragraf ketiga. Abad 14 itu sudah lama sekali. Valentine pada masa itu sedikit demi sedikit mulai dilupakan dan tidak populer lagi. Tiba pada saat era industrialisasi sedang berkembang pada abad 19, seorang yang bernama Richard Cadbury telah menemukan ramuan baru terhadap coklat. Ia mengolah coklat sedemikian rupa sehingga rasanya enak dan harganya terjangkau. Tidak sampai disitu, Richard menghias coklat olahannya dengan ornamen-ornamen cantik, lalu mengemasnya dengan kemasan berbentuk hati. Richard Cadbury, seorang tukang coklat yang mempopulerkan kembali Valentine dengan coklat buatannya.

Valentine, coklat, bunga mawar bisa dibilang berasal dari hasil kepintaran marketing si Richard Cadbury. Sampai saat ini pun, hari Valentine masih diindentikkan dengan coklat.

Oke, lupakan tentang coklat dan bunga, ada realitas yang tidak bisa dipungkiri bahwa Valentine identik dengan perbuatan-perbuatan diluar norma agama, seperti free sex dan dari situ bisa menimbulkan penyakit menular seksual dan berbagai sisi negatif lainnya. Dari perspektif agama pun khususnya Islam, hari Valentine adalah hari yang harus dihindari bagi umat Islam karena menimbulkan berbagai ragam mudharat.

Kompasianer pasti akhir-akhir ini pernah melihat postingan-postingan dari Instagram, Tiktok atau platform lain tentang pasangan yang seringkali mengumbar kemesraan. Kalian pasti tahu narasi-narasi seperti "belum makan karena belum diingetin sama ayang, dapat nilai 0 karena ngga disuruh belajar sama ayang". Hal-hal seperti itu pasti hanyalah guyonan percintaan belaka, tapi jikalau ada pasangan yang berperilaku seperti itu dalam hubungan mereka, itu menjadi sesuatu yang sangat bodoh. Mencintai tidak seberlebihan itu.

Perihal Cinta menurut Erich Fromm

Dalam bukunya Erich Fromm, The Art of Loving, ia menjelaskan pelbagai perihal tentang cinta. Cinta yang matang menurutnya adalah suatu bentuk integral/kesatuan dengan seseorang dibawah kesadaran untuk tetap mempertahankan identitas masing-masing. Atau bisa dibilang ada dua sosok menjadi satu namun tetap dua.

Adapun cinta yang cacat adalah ketika seseorang kehilangan kesadaran identitasnya dalam peleburan interpersonal bersama seseorang. Artinya orang yang mencintai dengan cara seperti itu bakal berubah menjadi sosok yang melahirkan perilaku masokisme dan sadisme. Menurut Fromm, masokisme adalah rasa gagal dalam mempertahankan identitasnya dan memilih untuk menjadi identitas orang lain. Masokisme sering mewujud dalam bentuk pasif yaitu membiarkan diri untuk dikendalikan, dimanfaatkan, bahkan disakiti.

Sementara sadisme hampir sama secara definisi dengan masokisme, Fromm mengartikan bahwa sadisme ialah kehilangan kesadaran akan keterpisahan sehingga membuatnya memilih menjadikan orang lain sebagai bagian dari dirinya. Sadisme mewujud dalam bentuk aktif yaitu perilaku untuk memerintah, mengekspoitasi, bahkan menyakiti.

Tentu kita semua tidak ingin berprinsip seperti itu dalam mencintai, cacat dalam mencintai. Penulis juga meyakini dan menyadari bahwasannya menggapai kematangan dalam mencintai adalah proses yang sulit.  

Fenomena yang sudah penulis paparkan diatas adalah contoh bagaimana seseorang tidak bisa jadi diri sendiri dalam proses mencintai. Kebergantungan secara berlebihan dengan pasangan membuat diri pasif atau tidak bisa menjadi diri sendiri. Memang disuatu momen tertentu, membutuhkan uluran tangan pasangan dirasa perlu.

Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga, itulah sehelai lirik pedangdut legendaris Bang Haji Rhoma Irama. Cinta itu indah tapi cinta tidak mengkerdil hanya kepada dua orang yang saling mencintai saja, cinta itu universal. Cintailah cinta.

Yasudah, tidak ada Valentine untukku. Aku mau lanjut ngopi dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun