Selayaknya buah simalakama, mahasiswa kerap termagu pada persimpangan antara peran mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang, kuliah pulang) atau mahasiswa kura-kura (kuliah rapat, kuliah rapat). Namun, Asri tidak demikian.
Wanita kelahiran 28 Oktober 2002 ini memilih punya banyak peran. Di tengah kesibukannya menuntaskan studi S1 Jurusan Kesehatan Masyarakat di  STIKes (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan) Cirebon, Asri akrab dengan segudang kegiatan. Mulai menjadi pengurus organisasi internal maupun eksternal kampus, merintis bisnis milik sendiri, mondar-mandir jadi MC, bahkan tidak lelah mendulang prestasi.
Tidak dimulai dengan ujug-ujug
Asri Nuraini Oktaviana tidak mendapati dirinya hari ini secara tiba-tiba. Warna-warni wara-wiri di organisasi sudah dia geluti sejak semasa sekolah. Meski di sekolah menengah pertama ia akui kerap melanggar peraturan, arah hidupnya berubah saat memasuki era sekolah menengah atas.
Asri meraih apresiasi sebagai peserta teraktif dalam MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) SMK Bakti Indonesia. Berkat hal itu, ia didorong untuk mencalonkan diri sebagai ketua OSIS (Organisasi Intra Sekolah) di tahun pertama pendidikan kejuruannya. Berkat pencalonannya, ia lolos sebagai Wakil Ketua OSIS. Waktu berselang, tahun selanjutnya ia jalani sebagai Ketua OSIS SMK BI.
Selancar organisasinya di masa menengah atas berlajut ke ekstra sekolah. Langkahnya melebar di tingkat Kabupaten Kuningan, dengan melalui Pasukan Pengibar Bendera (PASKIBRA) dan Forum OSIS Kuningan (FOK), wadah yang menghimpun pengurus OSIS di seluruh SMA/SMK/MA di tingkat Kabupaten Kuningan. Tak berhenti di sana, Asri pun melenglang di tingkat Provinsi, sebagai anggota Forum OSIS Jawa Barat (FOJB).
Menyelesaikan pendidikan SMK, Asri memutuskan berkuliah di STIKes Cirebon dengan jurusan Kesehatan Masyarakat. Karena kebiasaannya aktif sedari SMP, membawanya pada laut yang sama, tetapi dalam deburan ombak yang berbeda. Ia aktif sebagai BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) STIKes Cirebon, memimpin Divisi Pendidikan JBZ (Jabar Bergerak  Zilenial) Kabupaten Kuningan, menjadi wakil Forum (GenRe) Generasi Berencana Kabupaten Kuningan, Sekretaris Paguyuban Duta Baca Kabupaten Kuningan dan Karang Taruna di tempat ia tinggal, hingga sering menerima panggilan MC (Master of Ceremony) dan kru event dan wedding organizer.
"Pendidikan di kelas dirasa kurang cukup untuk mengasah kemampuan," jawab Asri atas pertanyaan alasannya mau mengambil begitu banyak peran selain mahasiswa. Asri juga menuturkan, bahwa saat terjun ke masyarakat perlu keterampilan manajemen waktu, public speaking, leadership, dan tanggung jawab. Hal-hal itu tidak cukup diperoleh di kelas, melainkan organisasi. "Di samping itu, untuk memperkaya pengalaman. Karena pengalaman adalah guru terbaik," pungkasnya.
Berangkat dari Kekurangan
Asri merasa ia tidak mencapai standar kecantikan yang ada. Ia juga dilahirkan dari keluarga yang pas-pasan, membuatnya harus berusaha dua kali lebih keras untuk memperjuangkan apa yang diimpikan. Dalam titian tapak perjalanan membangun karir sejak belia, tak terhindar pula nada-nada mereka yang menganggap remeh apa yang ia lakukan. Lisan-lisan yang ringan meramal ketidakmungkinan dari apa yang tengah ia kerjakan.
Perempuan yang kini berusia 22 tahun tersebut menjadikan genederang bising itu sebagai bahan bakar kerja keras. Tekadnya, seorang Asri bisa membuktikan bahwa ia bisa melampaui apa yang mereka ucapkan. Terbukti, Asri berhasil mendulang prestasi. Mulai di tahun 2021, Ia meraih posisi Terbaik Tiga Putri Duta GenRe Kabupaten Kuningan. Setahun kemudian, Asri menjuarai Pemilihan Duta Baca Kabupaten Kuningan, dan melaju ke tingkat Provinsi Jawa Barat. Tak menunggu lama, perempuan kelahiran Jakarta itu dinobatkan sebagai Juara Harapan I Mojang Kabupaten Kuningan.
Â
Tak hanya sebagai upaya pembuktian, Asri juga mengharapkan keberdampakan yang luas lewat jalan yang ia tempuh. Ia berharap, melalui peran di organisasi dan prestasi yang telah Asri raih, membuka kesempatan orang-orang untuk menerima kebaikan yang ia usahakan. Kendati apa yang ia kerjakan tidak bergaji, yang terpenting adalah seberapa jauh ia bermanfaat bagi orang lain. Dengan kebaikan yang dia sebarkan, tentu akan datang kebaikan lain yang Tuhan siapkan. "Prinsipnya, apa yang kita tanam, itu yang kita petik," bubuhnya.
Mencoba Peluang Bisnis
Tidak berhenti sebagai mahasiswa yang aktif, Asri memutuskan merintis usaha. Keinginan ini dimulai ketika ia menginjak semester empat. Saat itu Asri memilih bisnis digital marketing. Ia menjalankan usahanya tidak sendirian. Asri bersama rekan-rekannya memasarkan sejumlah barang melalui media digital seperti sosial media dan WhatsApp. Selain promosi, mereka juga memproses pengambilan barang, packing, hingga pengiriman.
Tak bertahan lama, kegiatan usahanya itu hanya sampai usia satu setengah tahun. Karena jiwanya yang menyukai interaksi dengan orang-orang, Asri merasa model bisnis ini tidak cocok untuknya. Ditambah persaingan yang semakin ketat. Akhirnya, Asri memilih kembali pada garis start, dengan bisnis buket.
Asri mengaku, bisnis ini awalnya tidak memiliki jenama (brand), bahkan sampai lima bulan berjalan. Hingga tercetuslah nama RA Craft untuk menamai bisnis buketnya.
Sesederhana menyukai kegiatan kerajinan tangan, menjadi salah satu alasan di balik terpilihnya produk buket untuk ia pasarkan. Didukung pula pada kebutuhan pasar yang luas serta target market yang cenderung tidak memandang usia dan gender, membuat Asri mantap menjalankan bisnis ini. Katanya, "Saat kita mau memulai usaha, kita harus mendahulukan bisnis yang dibutuhkan oleh pasar bukan sekadar bisnis yang kita mau."
Di samping itu, Asri juga merasa bahagia saat produk buatan tangannya menjadi bagian dari hari istimewa orang-orang. Ia merasa hadir dan merayakan momen berharga melalui jemarinya dalam wujud buket yang ia rangkai dalam sepenuh hatinya.
Menentukan Prioritas
Seandainya Asri adalah ameuba, ia akan membelah diri untuk dapat menjalani seluruh kesibukannya secara bersamaan. Apalagi posisi-posisi yang ia isi di organisasi merupakan jabatan strategis, seperti sekretaris, wakil ketua, atau kepala divisi. Belum lagi kewajibannya menuntaskan peran sebagai representasi dalam ajang duta yang ia ikuti. Demi memastikan seluruh tanggung jawab di bahunya tetap dijalankan maksimal, Asri tetap harus menentukan prioritas. Pendidikan menjadi hal utama yang ia kedepankan. Menurutnya, apapun yang ia jalani hari ini pun karena ia menempuh pendidikan tinggi.
Asri terbiasa menentukan jadwal harian. Tepatnya sebelum tidur, ia membuat daftar kegiatan yang akan ia kerjakan saat matahari menyapa. Asri pun memilah segala aktivitasnya ke dalam beberapa kategori, seperti penting-mendesak, penting-tidak mendesak, tidak penting-mendesak, dan tidak penting-tidak mendesak. Ini membantunya menentukan apa yang perlu ia kerjakan dan apa yang perlu ia tinggalkan.Â
Menjadi Perempuan Mandiri
Tidak dipungkiri, perjalanannya menuliskan kisah di lembar kehidupan terbentur pada stereotip keterbatasan perempuan. Anggapan perempuan hanya berujung di dapur dan hanya berakhir mengekor suami, masih ia dengar. Asri meyakini kemandirian bukan hanya perlu dimiliki lelaki, namun juga perempuan.
Bagi Asri, modal awal untuk menjadi wanita mandiri ialah memiliki kemauan. Setelah itu, kemauan tersebut harus dilaksanakan dengan mempersiapkan diri atas segala konsekuensi dan risiko yang mungkin dihadapi. Dengan kemauan, setidaknya membuat seseorang terus bergerak dan menjalankan roda kehidupannya sampai Tuhan meminta untuk berhenti.Â
Juga sebab perempuan tidak selamanya akan bergantung pada lelaki. Bahkan kelak sudah mendapatkan jodoh dan menikah, perempuan tidak bisa sepenuhnya bergantung pada suami. Pandangnya, di akhir kita akan menentukan langkah kita sendiri, itulah mengapa kita perlu mandiri. "Karena lelaki kalau nggak dipanggil Allah, ya direbut orang," tambahnya.Â
Caranya Mengatasi Lelah
Meskipun terlihat begitu ambisus dan tak kenal lelah, Asri tetaplah manusia biasa. Di tengah segala proses yang ia jalani hingga hari ini, lelah dan jenuh bukan hal yang bisa dihindari. Selayaknya perempuan yang penuh dengan perasan, ia akui menangis menjadi jalan yang ia tempuh untuk menumpahkan rasa letih. Ia tidak pernah menghindari perasaan apapun. Namun, menetap dalam kubah lelah dan letih bukan apa yang ia cari. Baginya, tujuan hidup membuatnya harus tetap memperjuangkan apa yang ia jalani. "Kita perlu punya tujuan. Sehingga tujuan kita mengingatkan kita untuk tetap bangkit dari rasa lelah," jelas Asri.
Keluarga, pun menjadi sebaik-baiknya rumah yang ia punya. Khususnya Mama-Papa yang selalu memberi dukungan atas setiap langkahnya. Asri merasa beruntung memiliki orang tua yang selalu mengapresiasi dan tidak menuntut. Keluarga, terutama orang tua menjadi nyawanya dalam menjalani hidup.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H