Rabu 16 Oktober 2024, sekelompok mahasiswa yang beranggotakan Dewa ayu Putu Jeannita, Diana, Fadlilatul Maulidia, dan Fia Septiana. Dalam mata kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis dengan dosen pengampu Ibu Emma Yunika S.Pd., M.P.d mendiskusikan tema mengenai hak cipta, merek dan paten. Dalam diskusi tersebut membahas mengenai kasus sengketa merek brand "MG" dan "PG" Diskusi tersebut berjalan dengan interaktif, mahasiswa saling bertukar pendapat terkait kasus yang dibahas.
Kronologi Kasus Sengketa HAKI "PG" DAN "PG"
Kasus sengketa terjadi berawal dari pertemanan antara pendiri "MG" dengan "PG". Pendiri MG yaitu SP menjelaskan mengenai usahanya kepada PS yang merupakan pendiri PG terkait dengan bagaimana proses produksi dilakukan hingga proses pemasaran produk miliknya. Tidak lama setelah itu, pihak PS mendirikan sebuah merek dagang dengan nama PG dimana diambil dari singkatan namanya. PG juga memproduksi produk yang sama dengan MG yaitu kosmetik. Hal tersebut memicu adanya dugaan plagiasi dari pihak MG terhadap PG. Dugaan plagiasi tersebut didasari dengan adanya kemiripan nama merek yang hampir sama, produk yang dihasilkan serta packaging produknya. MG sendiri telah berdiri dari tahun 2013 Â dan teregistrasi dalam direktorat Hak Atas Kekayaan Intelektual di tahun 2016. Sementara PG didirikan pada tahun 2021 dan teregistrasi dalam direktorat Hak Atas Kekayaan Intelektual di tahun yang sama. Dari penjelasan kasus di atas, berikut ini beberapa pertanyaan yang diajukan oleh audiens:
Mengenai jangka waktu hak cipta, setelah jangka waktu yang ditentukan di uu habis, apa hak itu dapat diambil oleh orang lain?
Membahas UMKM, jika dari mereka belum mendaftarkan HAKI ke produk mereka, tiba-tiba mereka viral otomatis ada kompetitor yg mengatas namakan mereka, apakah ada opsi hukum untuk UMKM ini bisa melindungi hak mereka? jika kompetitor lebih cepat mendaftarkan haki, itu bagaimana?
Apakah karya ilmiah yg menggunakan ai apakah bisa dilindungi hak cipta atau tidak?
Bagaimana cara melindungi hak merek? apa upaya hukum yang dilakukan dari 2 produk studi kasus tersebut?
Disini kelompok kami akan membahas lebih dalam mengenai pertanyaan yang diajukan oleh audiens. Pertanyaan yang diajukan sangat menarik untuk didiskusikan. Terutama dalam kasus yang kami angkat yaitu sengketa merek "MG" dan "PG". Kemudian setelah beberapa pertanyaan tersebut diajukan, kegiatan diskusi pun dimulai.Â
Mengenai perlindungan hukum hak cipta di Indonesia, terdapat 2 jenis perlindungan hukum. Yaitu hukum preventif dan represif, dimana hukum preventif melindungi hak cipta sebelum terjadinya sengketa. Sementara hukum represif melindungi hak cipta setelah terjadinya sengketa, yang berupa sanksi baik hukuman penjara atau ganti rugi. Dalam studi kasus kami, upaya perlindungan hukum yang diambil adalah hukum represif, dimana MG diharuskan membayar sebesar Rp37.000.000.000,- dikarenakan memproduksi barang yang berbeda seperti yang terdaftar di Dirjen HAKI.
Perlindungan hak cipta bersifat first to file, dimana siapa yang mendaftarkan dan mengumumkan pertama, maka dia yang berhak dan keputusan ini tidak bisa diganggu gugat. Jika kompetitor sudah lebih dulu mendaftarkan merek tersebut, mereka memiliki hak legal untuk memakai merek tersebut. Ini berlaku juga bagi UMKM, walaupun seseorang menciptakan sesuatu dan ternyata viral, jika orang itu tidak mendaftarkan hak cipta terlebih dahulu, orang lain memiliki hak untuk membuat hal yang sama. Dan jika ternyata ada orang lain yang terlebih dahulu mendaftarkan hak cipta, orang tersebut lah yang memiliki hak.Â