Mohon tunggu...
Fadli
Fadli Mohon Tunggu... Administrasi - Adventure

I am a Traveller

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi : Antara Harapan atau Kekecewaan

20 Maret 2014   03:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:43 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat 14 Maret 2014 pada suatu sore sekitar pukul 4 saya bersama rekan-rekan Pecinta Alam Mahasiswa Ekonomi FEB UGM sedang menjenguk kawan kami Mas Eben yang sedang terkapar di Rumah Sakit akibat masalah syaraf  yang ia derita. Dalam tulisan kali ini saya tidak akan membahas mengenai sebab asal muasal kenapa Mas Eben sakit. Atau tentang cerita dibalik layar tentang kegiatan menjenguk kami. Bukan, bukan tentang itu semua. Melainkan membahas tentang peristiwa besar yang saya saksikan dalam acara live tv di kamar Mas Eben saat itu, sebuah berita yang akan mengubah peta persaingan politik di negeri ini, berita tentang pencapresan Jokowi untuk jadi kandidat calon presiden dari Partai PDIP. Reaksi saya jujur adalah terkejut mendengar berita tersebut namun dalam batas yang wajar karena perihal isu pencalonan Jokowi menjadi Cawapres kelak sudah jauh-jauh hari dihembuskan oleh banyak analis semenjak Jokowi baru memulai kampanye untuk menjadi Gubernur Jakarta Dan pada akhirnya hal yang diramalkan pun menjadi kenyataan. Jokowi menggenapi prediksi para analis politik dengan menyatakan diri sanggup dan mau menjadi kandidat calon presiden. Jokowi menyatakan hal tersebut saat dia sedang melakukan aktivitas favoritnya yang entah itu memang dibangun dari hati atau hanya sekedar cari sensasi, blusukan. Menagih Janji Jokowi Dan akhirnya ada yang dikorbankan. Tidak mungkin seorang Gubernur aktif tetap berada diposisinya apabila dia maju untuk bertempur merebutkan kursi RI-1. Sampai saat artikel ini ditulis Jokowi belum menentukan sikap apakah dia mau mundur atau cuti panjang dari posisinya sebagai Gubernur. Rupanya dia masih belum seberani Gita Wirjawan yang melepas jabatan Menteri Perdagangan demi memperoleh tiket capres dari Partai Demokrat. Masih ada banyak pertimbangan sepertinya yah Pakde?. Keputusan cuti panjang atau mundur ,dua-duanya adalah tetap melukai mereka yang memilih Jokowi untuk mengurus Ibukota Jakarta. Pencalonan Jokowi jelas telah melukai hati banyak warga ibukota. Mungkin dalam hati mereka yang dikecewakan itu berteriak Mana janji manismu Jokowi? Perlu diketahui bahwa dalam kampanyenya untuk memperoleh kursi DKI-1 Jokowi menebar banyak sekali janji, terhitung ada 31 janji manis yang ia umbar untuk merebut hati warga ibu kota. Jika pembaca ingin membaca janji-janji tersebut silahkan baca di link ini. Saya tidak akan membahas satu persatu janji beliau. Cukup janji nomor satu saja yakni memimpin Jakarta selama 5 tahun atau 1 periode kepemimpinan. Janji tersebut beliau tebar saat berada di kediaman Megawati Soekarnoputri pada 20 September 2012. Janji nomor satu pada akhirnya dikhianati beliau sendiri. Pengkhianatan janji nomor satu juga akan menciderai 30 janji lainnya. Karena bila ujungnya beliau resmi mengundurkan diri maka Janji tinggalah janji terlepas dari beberapa janji sudah beliau tepati. Harapan atau Kekecewaan ? Sejatinya rakyat Indonesia saat ini terbelah menjadi dua kudu dalam menanggapi peristiwa pencalonan Jokowi ini. Ada yang menaruh harap tinggi dan ada yang kecewa berat. Yang menaruh harap tinggi mungkin berpikiran dengan Jokowi menjadi Presiden berharap bahwa beliau bisa menjadi sosok presiden yang baik yang mau peduli turun langsung ke masyarakat. Presiden yang dipilih oleh rakyat lalu setelah itu tidak jauh dari rakyatnya. Presiden yang mungkin sebagian orang berpikir bahwa beliau adalah Ksatria Piningit yang sudah diramalkan oleh Jayabaya ratusan tahun lalu yang datang untuk memakmurkan negeri. Perihal mengenai Jokowi mundur dari jabatannya sebagai Gubernur tidak diambil pusing oleh kubu pro ini karena Jakarta hanyalah sebagian kecil Indonesia dan Indonesia butuh Jokowi tidak hanya Jakarta semata. Lalu kubu kedua, kubu kontra, barisan sakit hati yang menaruh kekecewaan jelas menganggap bahwa Jokowi adalah sosok pemimpin haus kekuasaan belaka. Pemimpin yang tidak sejalan dengan janji yang diberikan. Pemimpin yang “semoga tidak” disetir oleh partainya. Dan seabreg alasan lainnya. Lantas pembaca ada di kubu yang mana sekarang? Kalau pembaca bertanya kepada penulis maka saya akan berkata saya berada di barisan yang kecewa. Menurut saya belum saatnya Jokowi maju bertempur merebut kursi RI-1. Jakarta dulu dibenahi total, jika sudah terbukti nyata hasilnya secara gambling maka tentu akan semakin mudah untuk memperoleh kursi RI-1 di tahun 2019 nanti. Pencapresan Jokowi saat ini bagi penulis hanya membuat kesan sosok pemimpin yang haus kekuasaan dan tidak jauh berbeda dengan sosok pemimpin lainnya yang hanya tebar janji manis semata. Tidak ada poin pembeda yang signifikan yang membedakan Jokowi dengan mereka yang sudah nyaman duduk dikursi kekuasaan yang sudah melupakan janji-janjinya. Sebegitu urgensi kah Jokowi harus dicalonkan menjadi presiden dan lalu mari kita bersama-sama tutup telinga dan mata akan janji yang pernah beliau tebar ? Rasa kagum dan respek terhadap Jokowi memudar bak malam berganti siang. Konsekuensi logis dari rasa kekecewaan tersebut adalah saya tidak memilih Jokowi untuk menjadi Presiden RI periode 2014-2019 itu adalah sikap politik tegas yang sudah saya buat. Tulisan ini dibuat berdasarkan opini semata dan mencoba jujur dengan perasaan dan pikiran. Saya tidak berhak untuk membuat pembaca mengamini atau tidak opini saya, itu hak kalian. Jika ingin berkomentar silahkan berkomentar. Bijaklah dengan pikiran  dan hati kalian masing-masing. Ditulis di Perpustakaan FEB UGM 19.56

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun