Dengan pesatnya kemajuan Ilmu pengetahuan mengenai teknologi kelautan, semakin jelas informasi mengenai potensi kekayaan alam yang berlimpah di lautan. Salah satunya adalah teknologi "Air Gun" yaitu suatu metode dimana peralatan dilengkapi teknologi untuk mengeluarkan gelombang suara yang merambat melalui kolom perairan laut hingga menembus lapisan dalam seabed dan gelombang tersebut akan dipantulkan oleh media atau struktur formasi dalam lapisan seabed sesuai dengan kemampuan gelombang tersebut yang kemudian pantulannya akan diterima oleh tools (hydrophone). Proses kerja dari "Air Gun" dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Kemajuan teknologi ini mendorong negara-negara untuk memperluas batas wilayah kelautannya, sehingga diperlukan hukum internasional agar tidak terjadi sengketa antara negara satu dengan yang lainnya.
Salah satu contoh real perkembangan eksploitasi kekayaan Sumber Daya Alam di lautan adalah pada industri Migas. Eksplorasi dan produksi Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi berkembang dari sebelumnya fokus di daratan (Onshore) semakin menuju ke produksi lepas pantai (Offshore). Tercatat pada tahun 1947 produksi minyak lepas pantai di Teluk Meksiko hanya menghasilkan 1 juta ton minyak perhari, dan hal ini terus berkembang hingga pada 1954 produksi minyak lepas Pantai di Teluk Meksiko sudah mencapai produksi 400 juta ton minyak perhari.1Â
Pada tahun 1958 di Jenewa, diadakan konferensi Hukum Laut PBB ke-1 yang menghasilkan kesepakatan yang lebih dikenal dengan United Nations Convection on The Law of The Sea (UNCLOS) I. Pada saat perumusan UNCLOS I, Teknik pengeboran minyak lepas pantai belum terlalu canggih dan belum dapat melebihi kedalaman 50 meter, sehingga ditentukan batas terluar landas kontinen adalah sejauh kedalaman 200 meter hingga kedalaman air yang masih memungkinkan dilakukan eksploitasi kekayaan alam. 2
Menjelang tahun 1968, ekspedisi Glomar Challenger sebuah kapal pengeboran yang dilengkapi dengan derek pengeboran "drilling derrick" sepanjang 43 m mampu melakukan pengeboran hingga mencapai kedalaman 20.000 feet 3 yang membuat konsep landas kontinen pada UNCLOS I dipertanyakan dan tidak lagi memuaskan semua pihak. Dilakukan konferensi Hukum Laut PBB ke-2 pada tahun 1960 akan tetapi tidak dihasilkan kesepatan, baru kemudian pada tahun 1982 diadakan Konferensi Hukum Laut PBB ke-3, dan dihasilkan sebuah konvensi baru yaitu UNCLOS 1982.
Pada UNCLOS 1982 disepakati terdapat delapan (8) zonasi pengaturan yang berlaku di laut. Batas-batas daerah perairan kepulauan dan perairan kedalaman dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Pembagian 8 zonasi tersebut yaitu:
- Laut Wilayah atau Laut Teritorial (Pasal 3 UNCLOS 1982 ; Territorial Sea)
- Perairan Pedalaman (Pasal 8 UNCLOS 1982 ; Internal Waters)Â
- Perairan kepulauan (Pasal 49 UNCLOS 1982 ; Archipelagic Waters)Â
- Zona Tambahan (Pasal 33 UNCLOS 1982 ; Contiguous Zone)
- Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) (Pasal 57 UNCLOS 1982 ; Exclusive Economic Zone)Â
- Landas Kontinen (Pasal 76 UNCLOS 1982 ; Continental Shelf)
- Laut Bebas (Bab VII UNCLOS 1982 ; High Seas)Â
- Kawasan Dasar Laut Internasional (Bab XI UNCLOS 1982 ; International Sea-Bed Area / The Area)Â
Diagram zona maritim ditentukan berdasarkan jarak dari batas daratan ke arah laut lepas dari zona terdekat dengan daratan yaitu Laut Territorial hingga zona terjauh yaitu Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Sedangkan wilayah setelah ZEE disebut dengan zona laut bebas. Batas-batas zona maritim dapat dilihat pada Gambar 1.3.
Indonesia mengesahkan UNCLOS 1982 menjadi Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hukum Laut).
Berdasarkan data dari Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2020, disebutkan total luas wilayah Indonesia adalah sebesar 5.180.053 km2, dimana luas daratan sebesar 1.922.570 km2 dan luas lautan sebesar 3.157.483 km2. Dengan luas lautan lebih dari 60 % dari total luas wilayah Indonesia, memberikan banyak tantangan untuk mempertahankan Kedaulatan di Wilayah Laut. Terlebih dengan posisi letak Negara Indonesia yang strategis yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia serta melimpahnya kekayaan Sumber Daya Alam di Laut Indonesia semakin mendorong negara-negara lain untuk "merong-rong" kedaulatan di wilayah Laut Indonesia, salah satunya di Wilayah Laut China Selatan, yang pada tahun 2017 telah berubah nama menjadi Laut Natuna Utara.
Laut Natuna Utara merupakan jalur tersibuk kedua di dunia dengan nilai perdagangan lebih dari 5 triliun USD/tahun. Selain itu, di wilayah ini terdapat cadangan minyak bumi terbukti sebesar (7,7 miliar barel) dengan perkiraan total (28 miliar barel), dan cadangan gas alamnya diperkirakan sebesar (266 triliun kaki kubik).
Sesuai dengan metadata dari kementrian ESDM tahun 2023 diperoleh hasil pemetaan wilayah kerja Migas di seluruh Indonesia seperti pada Gambar 1.4.
Terdapat 11 Wilayah Kerja Eksplorasi dan Eksploitasi Migas yang berada di Laut Natuna Utara yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Dari Tabel 1 diatas, diketahui bahwa dari total 11 Wilayah Kerja, terdapat lebih dari 50 % (6 Wilayah Kerja) yang saat ini masih berada pada tahap Exploration, dimana Operator Migas masih melakukan tahap-tahap studi dan pengembangan, yang pada akhirnya dapat dilakukan pengeboran MIGAS dan dilakukan produksi MIGAS.
Salah satu kegiatan lelang Penawaran Langsung Wilayah kerja Migas di area Laut Natuna dilakukan pada Desember 2022 dan disampaikan bahwa Blue Sky Paus Ltd sebagai pemenang di Blok Paus. Informasi dari Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi, Tutuka Ariadji, komitmen pasti WK Paus 3 tahun pertama adalah sebesar US$ 14,657,600 dimana akan dilakukan 2 studi G&G, 1 Survei G&G, (Geologi dan Geofisika), akuisisi dan processing data seismic 3D seluas 200km2 dan 1 sumur eksplorasi, selain itu juga terdapat bonus tanda tangan sebesar US$200,000. Informasi lain dari Manager Exploration Blue Sky Paus Ltd, mengatakan bahwa Wilayah Kerja Paus memiliki lahan seluas 8.214 km2 dan memiliki estimasi sumber daya bumi sebesar 2.5 TCF (Trillion Cubic Feet)
Sesuai dengan salah satu informasi di atas, diketahui bahwa potensi SDA Migas di Laut Natuna masih sangat besar yang ke depannya akan bisa mengundang investasi dalam jumlah yang sangat besar. Terkait dengan hal ini, kepastian hukum terutama Kedaulatan Negara Indonesia di wilayah Laut Natuna sangat penting sebagai dasar untuk semua aktifitas di atas.
Kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara sangat penting untuk dipertahankan dan diperjuangkan demi utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia secara umum dan secara khusus hal ini sangat penting untuk perkembangan Industri MIGAS di Indonesia sesuai dengan target Nasional Indonesia adalah dapat memproduksi 1 juta barel per hari (BOPD) dan 12 juta standar kaki kubik gas per hari (MMSCFD) yang ditargetkan pada tahun 2032, dimana pada tahun 2023 yang lalu produksi Nasional Indonesia lifting minyak sebesar 605,5 MBOPD dari target awal di 660 MBOPD dan lifting gas bumi sebesar 960 MBOEPD dari target awal di 1.100 MBOEPD. Â Â
Pemerintah Indonesia sudah sangat serius untuk memperkuat pertahanan dan pengembangan Pembangunan di Laut Natuna Utara, salah satunya adalah dilakukan Pembangunan Markas Komando Gugus Tempur Laut Komando Armada I di Natuna yang peletakan batu pertama sebagai tanda resmi pembangunannya dilakukan pada 6 April 2021 oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. Selain itu, saat ini TNI AU juga sudah menempatkan Meriam penangkis serangan udara, dan pesawat udara lengkap dengan drone dan radar yang dapat mengirimkan kejadian kejadian actual di Laut Natuna Utara langsung ke Jakarta. Dengan segala ikhtiar dari Pemerintah Indonesia, diharapkan dapat memberikan sikap jera dan sebagai Langkah preventif untuk menangani permasalahan Kedaulatan di Laut Natuna Utara.
Sebagai masyarakat umum, kepedulian terhadap Kedaulatan Negara masih sangat perlu untuk ditingkatkan sehingga kedepannya diharapkan kedaulatan negara tidak hanya menjadi tugas Pemerintah Negara Indonesia akan tetapi kewajiban seluruh warga negara Indonesia, sesuai dengan amanat pada Pembukaan UUD 1945.Â
 Referensi:
- History of the Gulf of Mexico Offshore Oil and Gas Industry during the Deepwater Era Volume 2: Shell Oil's Deepwater Mission to Mars.
- The United Nations Convention on the Law of the Sea (A historical perspective), United Nations Division for Ocean Affairs and the Law of the Sea. Archived from the original on 15 September 2022. Retrieved 30 April 2009.Â
- GLOMAR Challenger | Challenging the Deep - Online exhibitions across Cornell University Library
- Metadata dari kementrian ESDM tahun 2023
- Siaran Pers No : 43.Pers/04/SJI/2024 Tanggal 16 Januari 2024 " Kinerja Sektor Migas Tahun 2023 : Penuhi Pasokan Energi Domestik di Tengah Ketidastabilan Geopolitik Dunia.
Istilah khusus :
- MBOPD Â Â Â Â Â : Million Barrel Oil Per Day ; Ribu Barrel Oil perhari
- MBOEPD Â Â Â Â : Million Barrel Oil Equivalent Per Day; Ekuivalen Ribu Barrel Oil Perhari
- 1 Barrel      : 158,99 Liter