Pelayanan kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Hasil studi morbiditas SKRT-SURKESNAS 2001 menunjukkan bahwa dari 10 ( sepuluh ) kelompok penyakit terbanyak yang dikeluhkan masyarakat, penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama ( 60% penduduk ). Kondisi ini tentunya mempengaruhi kualitas hidup jika dikaitkan dengan gangguan produktivitas kerja. Hasil Surkesnas 1998 menunjukkan bahwa 62,4% penduduk merasa terganggu pekerjaan/sekolah karena sakit gigi, selama rata-rata per tahun 3,86% hari. Kondisi ini menunjukkan bahwa penyakit gigi walaupum tidak menimbulkan kematian tetapi dapat menurunkan produktivitas kerja.Â
Perilaku masyarakat tentang pelihara diri masyarakat terhadap kesehatan gigi diukur dengan variabel menyikat gigi dan motivasi berobat gigi ( Surkesnas tahun 1998 ). Walaupun 77,2% telah menyikat gigi tetapi yang menyikat gigi sesuai anjuran ( setelah sarapan dan sebelum tidur ) hanya 8,1% yang tidak menyikat gigi 23%. Â Sebagian besar penduduk yang mengeluh sakit gigi (87%) tidak berobat dan 69,3% mengobati sendiri.Keadaan ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk berobat ke sarana pelayanan yang tepat.Â
Langkah yang diambil Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Kesehatan adalah meningkatkan derajad kesehatan gigi dan mulut penduduk Indonesia melalui pelayanan di tingkat pertama yang dilaksanakan secara efisien, efektif dan berkualitas.Â
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia  Nomor 1415/MENKES/SK/X/2005 tentang kebijakan pelayanan dokter gigi keluarga.Pengertian Dokter gigi Keluarga adalah dokter gigi yang mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi yang berorientasi pada komunitas dengan keluarga sebagai sasaran utama dan memandang individu-individu baik yang sakit mapun yang sehat sebagai bagian dari unit keluarga serta komunitasnya Dalam melaksanakan tugasnya dokter gigi keluarga merupakan kontak pertama yang harus proaktif memecahkan masalah kesehatan gigi dan mulut keluarga sesuai asuhan pelayanan kedokteran gigi dasar.Â
Pelayanan kesehatan gigi keluarga merupakan penjabaran operasional paradigma sehat yang menekankan pada upaya pemeliharaan peningkatan dan perlindungan kesehatan gigi dna mulut serta pendayagunaan ilmu dan teknologi kedokteran gigi dasar. Dokter gigi mengarah kepada the five star doctor yaitu sebagai care provider ( pemelihara kesehatan ), community leader ( pemuka masyarakat ), dan maager (manajer) dalam peningkatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan pengobtan dan rehabilitasi (dibidang kesehatan gigi dan mulut) sistem stomagnatik.Â
Analisis situasi dan kecenderungan penyelenggaraan kedokteran gigi keluarga dari berbagai aspek mempengaruhi kinerja pelayanan kesehatan gigi keluarga salah satunya yang terdiri dari:
Sumber Daya Manusia
Jumlah tenaga kesehatan belum memadai.Rasio tenaga dokter gigi terhadap jumlah penduduk masih rendah yaitu 1:21.500 masih jauh dari rasio ideal 1:2000.Produksi dokter gigi setiap tahun sekitar 600 dokter gigi baru,Produksi perawat gigi per tahun adalah 700 perawat gigi baru sedang rasio perawat gigi terhadap jumlah penduduk 1:23.000.Penyebaran tenaga kesehatan gigi belum merata meskipun sejak tahun 1992 telah diterapkan kebijakan penempatan dengan sistem PTT.Rasio dokter gigi dan perawat gigi terhadap Puskesmas untuk kawasan Indonesia Bagian Barat jauh lebih tinggi dibanding Indonesia Bagian Timur.Rasio tenaga dokter gigi terhadap puskesmas di Propinsi Sumatera Utara adalah 0,82,Propinsi NTT 0,27, dan Propinsi Papua 0,21. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran dokter gigi belum merata di setiap Puskesmas seperti yang diharapkan. ( Kemenkes, 2005)
Kedokteran gigi merupakan bidang yang spesifik dan spesialis bukan hanya fokus pada kesehatan gigi dan mulut saja tetapi harus dapat meningkatkan kemampuan dibidang lain. Tenaga profesi kedokteran gigi perlu aktif mencari dan meningkatkan kemampuan dibidang lain yang lebih umum seperti bidang teknologi dan informasi. Kelemahan yang dirasakan oleh tenaga profesi kedokteran gigi adlah kurang mampunya dalam bidang manejerial kesehatan, sehingga dengan keterbatasan tersebut sering mencoba mengatur profesi kesehatan gigi terlalu minimal. Â Manajemen kesehatan gigi dan mulut sangat ditentukan antara lain oleh tersedianya data dan informasi, dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan gigi serta administrasi kesehatan gigi.Â
Di sektor Sumber Daya Manusia (SDM) perlu dibina kemampuan SDM Institusi pelayanan kesehatan gigi yang mampu melaksanakan sistem manajemen profesional yang modern dan mandiri. Manajemen yang efektif dan efisien dalam mengantisipasi perubahan eksternal institusi pelayanan kesehatan gigi dan mengantisipasi perubahan eksternal. Institusi pelayanan kesehatan gigi dan mengakomodasi seluruh potensi internal untuk menghasilkan produtivitas yang optimal. SDM yang dididik dan dilatih untuk terampil dalam mendudukung sistem pelayanan kesehatan pro aktif, seperti penguasaan teknologi komputer untuk meningkatkan SDM karena dalam era globalisasi penguasaan teknologi komputer menjadi suatu keharusan karena zaman sekarang semua sudah canggih, apa lagi dengan alat kedokteran gigi yang sekarang serba menggunakan teknologi modern, jangan sampai dokter gigi atau institusi pelayanan kesehatan gigi tidak mengerti dan ketinggalan zaman dengan teknologi kedokteran gigi saat ini.Â
Institusi pelayanan kesehatan gigi pro aktif bersifat aktif dalam mengelola "Customer" Â di wilayah cakupannya dan mengoptimalisasikan sumber daya yang ada, memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya. Seperti ;
- meningkatkan pelayanan lebih ke promotif dan preventif
- pelayanan sesuai kebutuhan pasien
- melakukan penyuluhan tenatang kesehatan gigi dan mulut
- penyuluhan pola hidup sehat
- deteksi dini penyakit gigi dan mulut yang kronis
- konseling tentang kesehatan gigi dan mulut
- salon dental and health beauty
- pelayanan dental check up
- tata cara dan fungsi mulut dalam acara resmi