Mohon tunggu...
Fadlan khaerul Anam
Fadlan khaerul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Alumni Sosiologi UI

Punya minat menulis berbagai topik dari kacamata sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Mengapa Manusia Berselingkuh? Perspektif Sosiologi

1 Oktober 2022   08:00 Diperbarui: 1 Oktober 2022   08:01 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada kalanya kita jadi orang yang ingin serba serupa dengan pasangan kita. Cinta dibangun di atas persamaan (ini serupa dengan gagasan Durkheim soal solidaritas mekanis). Tapi ada juga pasangan yang berpikir bahwa hubungan dibangun di atas perbedaan, hidup punya peran masing-masing, dan baju gak selalu harus sama (seperti solidaritas organik). 

Jika kita membaca Max Weber, ada kategori lain selain yang instrumental (untung rugi sebuah hubungan). Ada juga yang value oriented, misalnya kita berpikir bahwa mempertahankan hubungan walau ada perselingkuhan adalah tindakan yang benar. Ada juga traditional, bahwa mempertahankan hubungan adalah perintah agama. Ada affective, misalnya kita mencintai seseorang tanpa sengaja karena saat membantu orang seseorang secara spontan. 

Mengapa Ada Perselingkuhan?

Cinta awalnya membangun interaksi yang nantinya muncul sejumlah aturan, lengkap dengan hadiah dan hukuman. Perselingkuhan lah adalah tantangan terbesar yang mengganggu aturan tersebut, termasuk sistem menerima hadiah dan hukumannya. Jenny van Hooff menulis artikel An everyday affair: Deciphering the sociological significance of women's attitudes towards infidelity merinci sejumlah alasan mengapa ada perselingkuhan :

  • Pasangan menyembunyikan rahasia. Perselingkuhan begitu dibenci bukan (saja) karena perbuatan yang dianggap tidak pantas, tapi perselingkuhan adalah active deceit atau penipuan yang sedang berlangsung dan terus menerus.

  • Pemaknaan yang berbeda soal hubungan. Pasangan mungkin berpikir bahwa menikah itu adalah sexual fidelity atau kesetiaan lahir batin, seksual dan non seksual sepanjang hayat pada pasangan. Jika pasangan kita tidak menyadari ini, hati hati saja suatu hari akan ada masalah.  

  • Makin bergantung pada hubungan, sekaligus menyadari hubungan begitu rentan. Tak sadar, kita mulai sangat bergantung pada cinta. Di saat itu lah hati hati, karena kita pun mulai menyadari bahwa hubungan ternyata rentan, butuh selalu perawatan. Hubungan rentan terlihat mulai merenggang intimasi antar kedua pasangan.

  • Pasangan dibiarkan overthinking. Misalnya karena kita sibuk dengan yang lain, pasangan mulai berpikir bahwa dirinya sudah tidak berarti lagi.  

Nasihat Sosiologi soal Hubungan

Jika kita ingat pelajaran berharga dari Emile Durkheim soal dilema solidaritas organik, hubungan  yang terjebak dalam teknikalisasi (pasangan dengan tegas membagi peran yang berlebihan dalam hubungan), bisa menggerus cita-cita bersama sebuah hubungan. Meskipun awalnya kita saling percaya bahwa kita punya peran masing-masing, akhirnya itu hilang.

Dari Max Weber, kita akan ingat soal bagaimana mukjizat itu penting dalam kehidupan sosial. Dalam hubungan yang sehat, kita cenderung mengingat hal-hal yang tak terduga, terkesan itu sebagai suatu berkat bagi hubungan, sebuah pemberian. Jika kita mulai melupakan itu, kita terlalu fokus pada rasionalisasi seperangkat aturan boleh dan tidak boleh dilakukan pasangan, hubungan kita ibarat langit malam gelap tanpa bintang.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun