Mohon tunggu...
Fajrul Falakh
Fajrul Falakh Mohon Tunggu... -

Bukan Siapa - Siapa

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ahli K3 Cap Suket Teki

6 Januari 2018   00:11 Diperbarui: 6 Januari 2018   14:27 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Seorang teman yang saat ini berprofesi sebagai safety officer di salah satu perusahaan ternama di Kalimantan, menguraikan pandangan getirnya atau lebih tepatnya curhatanya ke email pribadi saya, seputar Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang inti daripada curhatan tersebut berhulu pada pertanyaan "K3 milik siapa?" Belum sempat saya jawab, namun rengeng-rengeng kira-kira jawaban saya ya "K3 milik semuanya,". Teman yang lain datang ke saya protes-protes dengan mimik nesu (kesal) "lakh, pye iki kok saiki wong kabeh podo pengen kerjo neng K3, janjane K3 iki nggone sopo?!" (Gimana, kok sekarang semua orang pengen kerja di K3, sebenarnya K3 ini milik siapa?). 

Lha saya ketawa, aku ini mung mahasiswa, jangan protes sama sayalah, sana protes sama Pak Hanif Dhakiri. Hahahaa :D, Tapi, ya senada dengan yang pertanyaan pertama jawabanya "K3 ini milik semua". Memang benar saat ini realita di lapangan bahwa Profesi sebagai Ahli K3 atau akrab disebut Safety Officer, menjadi magnet bagi para sarjana maupun ahli madya apapun jurusannya. Berbekal Pelatihan dan Sertifikat Ahli K3 Umum, sudah cukup bagi para Freshgraduete untuk melamar sebagai Safety Officer. 

Semenjak keluarnya regulasi yang mengatur implementasi SMK3 di tahun 2012 lalu, Ahli K3 menjadi laris manis digandrungi banyak kalangan. Bahkan tempo hari saya iseng-iseng tanya kepada provider pelatihan K3 untuk tahu latar belakang pendidikan mereka-mereka para calon Ahli K3, dan dugaan saya benar, ternyata banyak diantara mereka adalah yang bergelar Non SKM, ada ST, Ners, S.Kel dan bahkan S.E. hehehee

Kembali ke pertanyan dua teman saya diatas yang keduanya merupakan SKM, bahwa ya benar K3 adalah milik semua, bahkan saya pikir semua jurusan di perguruan tinggi yang ada kaitannya dengan industri dan bertalian alat produksi haruslah menyisipkan SKS khusus untuk pembelajaran K3. Mengapa? Karena dengan pendekatan demikian tenaga kerja kita setidaknya punya Awarness tentang K3, bahwa menjaga keselamatan dan kesehatan kerja itu penting, wajib, harus, fardu ain baik bagi individu maupun kolektif organisasi. Sekarang coba saya langsung pada substansi yang ingin saya utarakan yaitu "Profesi Ahli K3". Apa dan bagaimana sebenarnya profesi Ahli K3 itu? 

Secara umum sebagaimana disebutkan dalam SKKNI No. 42 / MEN/III/2008, bidang profesi K3 dikategorikan atas profesi yang bersifat umum (generalis) yang mencakup ketiga disiplin ilmu yaitu Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja dan Higiene Industri. Di samping itu terdapat bidang profesi yang bersifat spesialis misalnya kesehatan kerja, higiene industri, kebakaran, konstruksi, mekanik, listrik, kimia dan lainnya sesuai dengan kebutuhan. 

Mengacu pada standar kompetensi tersebut lalu kita coba kita tarik kepada dialektika yang ada di Perguruan Tinggi, bahwa Jurusan/Program Studi di Level Strata 1, yang banyak mengkaji detail kompetensi yang ada dalam SKKNI tersebut adalah ada dalam Fakultas Kesehatan Masyarakat yang lebih khusus lagi ada dalam sub Keilmuannya yaitu Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dalam jurusan tersebut dikaji lebih mendalam bagaimana mengelola masyarakat (baik dalam skala komunitas seperti kelompok pekerja maupun individu) untuk meminimalisasi berbagai potensi bahaya maupun resiko kesakitan yang ada lewat berbagai macam cara pencegahan dan promosi efektif. 

Jadi, meskipun dikatakan bahwa profesi ini adalah profesi yang generalis, tapi jika ditarik ke hulu daripada kompentensi Ahli K3, adalah mereka yang telah belajar pada Fakultas Kesehatan Masyarakat, Bukan yang hanya bermodalkan Sertifikat Pelatihan yang hanya dalam dua minggu langsung disebut "Ahli itu". Apalagi jika mengacu pada pokok persoalan K3, sebagaiamana disebutkan oleh ILO bahwa 88% kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia, maka yang pertama harus dibenahi adalah "Perilaku Manusia"nya, yang nanti berimplikasi pada sistem manajemen, kebijakan.dsb, modal sosial perubahan perilaku yang menjadi domain keilmuan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku menjadi penting untuk diterapkan dalam pengelolaan K3 baik di Industri formal maupun informal. Dan itu siapa lagi yang belajar secara akademis di Perguruan tinggi, kalau bukan mereka-mereka yang bergelar SKM?.

Andai saja kedua kawan saya diatas, sedikit merubah pertanyaannya dengan tidak hanya menanyakan K3 milik siapa, namun dengan misalnya "Sopo to jane sing cocok dadi Ahli K3?" (Siapa to sebenarnya yang cocok jadi Ahli K3?) Tentu saya jawab "SKM". Titik

Tapi ya bagimana, wong dunia pendidikan kita kan serba "embuh" kuliahnya apa, kerjanya apa., wong ya nandur pari we tukule jebul suket teki je....

Salam

Fajrul Falakh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun