"Fix ! Aku kehabisan ide untuk menulis. Aku membaca-baca buku apa saja tapi tetap saja ide gak muncul," gumam Tedi pada dirinya.
"Men ada apaaaaaa denganmu?" Tedi bertanya pada dirinya sendiri.
Tedi seorang freelancer dan cerpenis yang rajin mengirim  naskahnya ke majalah remaja di kotanya. Dia juga rajin memposting cerita ke website pribadinya yang dihubungkan dengan Google adsense sehingga dia bisa meraup dolar demi dolar bila pembacanya mengklik iklan yang ada di website-nya.
Terakhir penghasilannya ialah 1500 dolar dua bulan yang lalu. Lumayanlah untuk kondisi saat ini tanpa harus membayar karyawan dan pergi kesana-kesini tapi bisa menerima uang 1500 dolar atau sekitar 22,5 juta rupiah. Penghasilannya masih ditambah dari proyek-proyek freelancer nya.
Tedi telah mendeklarasikan dirinya sebagai cerpenis dan freelancer. Oleh sebab itu dia dituntut harus terus punya ide untuk ditulis. Hasil karyanya selalu dikirim ke penerbit. Ratusan artikel telah ditolak penerbit namun puluhan juga diterima penerbit.
Dia punya prinsip bahwa penolakan penerbit tidak akan membuatnya patah semangat. Ditolak bukan berarti jelek. Itu pendapatnya. Oleh sebab itu cerita-cerita yang ditolak penerbit dikirimnya ke website pribadinya.
- Penolakan bukan akhir segalanya.
- Dunia tidak sedaun kelor
Itulah mantra-mantra ajaibnya saat naskahnya ditolak penerbit.
Namun kali ini idenya benar-benar kering. Ibarat sumur maka sumur itu sedang menghadapi musim kemarau, kering.
Beberapa kali dia setelah sholat tahajud dia merenung, namun berbuah ketiduran hingga dibangunkan oleh adzan subuh. Kalau sudah demikian ia pun bergegas untuk bersiap-siap ke masjid. Namun karena baru bangun saat adzan berbunyi, Â biasanya dia menjadi makmum masbuk.
Tidak apa masbuk, yang penting sholat subuh di masjid, itu prinsipnya.
Satu hari Tedi agak tertekan karena sudah 4 hari dia tidak menulis. Gara-gara tertekan dia menjadi lapar, namun dia tidak mau pesan makanan luar, dia mau masakan dalam negerinya sendiri.
Jadilah bawang merah, bawang putih, daun bawang dipotong-potong olehnya. Setelah semuanya dipotong-potong sesuai seleranya dia pun mengambil potongan ikan Tenggiri yang dibeli tadi pagi. Semuanya disiapkan.
Mulailah Tedi menumis bumbu-bumbu yang sudah disiapkan. Aroma has tumis pun sudah mampir ke hidungnya.
Ikan Tenggiri pun akhirnya masuk ke penggorengan.
Sreeeeeeeng bunyi sangat berisik.
Aroma Tenggiri mulai membubung ke atas mampir ke hidung.
Sangat wangi, aroma khas ikan laut.
Pada saat Tedi sedang memandang ikan yang sedang dimasaknya tiba-tiba......
"Aha....ceritanya harusnya begini....," Tedi pun bergegas mencari pulpen dan kertas.
Setelah menemukan yang dimaksud mulailah ia menulis dengan lancar di kertas itu. Dia menulis dengan cepat seperti tak mau kehilangan ide yang datang itu.
Tiba-tiba......."Waduh ikan tenggiriku....," terkejut ia segera berlari ke dapur.
Hasilnya ternyata ikannya : "Gosong".
Tabik
Gonilan, 20 Maret 2023
Fadjar Setyanto
Ikatlah ilmu dengan menulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H