"Nah jadi, ibu harus bangga, bahwa ibu diajari ilmu agama oleh ustadzah yang ilmunya sangat dalam, betul kaaaaaan."
"Betuuuuuuuuul."
Baru saja selesai Rizal menyelesaikan kata-katanya, eh ibu Nana tiba-tiba menginterupsi, "Tapi pak RW, kok ada ya yang mencela apa yang kita lakukan ya?" tanya ibu Nana.
"Maksudnya, bu?" Rizal pura-pura tidak mengerti dengan maksud membuat ibu Nana menjadi lebih santai dalam menyampaikan pendapatnya  sehingga dia bisa menjelaskan dengan lebih panjang lebar. Rizal menghindari kesan menggurui kepada ibu-ibu jamaah, tapi sebagai teman berkeluh kesah.
"Beberapa waktu lalu, ada orang yang menjadi idola dan kebanggaan kami, kok tiba-tiba malah mengejek apa yang kami lakukan?".
"Dia mengatakan buat apa sering-sering mengaji, terus anak di rumah siapa yang mendidik,". lanjut sang ibu.
"Omongan orang itu begitu membekas di kami, apalagi dia adalah orang yang selalu kami idolakan dan kami biasanya selalu mengikuti saran-sarannya atas suatu masalah yang muncul."
"Sebagian dari kami jujur saja mengiyakan apa yang dia bicarakan, bahkan mengamini apa yang dikatakannya, sehingga sebagian jadi malas menghadiri ta'lim."
Setelah mendengarkan dengan seksama apa yang menjadi masukan dan keluh kesah warganya, Rizal bertanya pada para hadirin,"Ibu, apakah ibu yakin dia akan selalu bersikap baik pada ibu?", tanya Rizal.
"Coba diingat-ingat, kapan terakhir dia bertemu ibu-ibu?"
"Terakhir kami bertemu dia  ialah menjelang Pilkada, pak RW."