Dina bingung melihat sahabatnya, Ani. Secara tiba-tiba setelah melihat media sosial dia marah-marah tidak seperti biasanya yang periang.
“Sebel, sama ustadz ini, perkara sederhana aja kok dibikin rumit,” sungutnya.
“Iiiiii my bestie kenapa sih?”, tanya Dina,”Kenapa kamu sebut-sebut ustadz segala? Ada apa dengan ustadz?”, tanya Dina.
“Iya Din aku jengkel banget sama kata-kata ustadz itu seolah-olah kita bodo banget gitu,” sungut Ani.
“Lha iya apa yang bikin kamu jengkel itu?”.
“Please talk to me,” Dina menghibur temannya.
“Itu si ustadz bilang katanya kalau nyuci baju pakai mesin cuci, maka supaya cucian kita tetap suci, maka pada cucian pertama jangan langsung pakai deterjen, cukup pakai air,” lalu Ani menyambung,”Air itu suci dan mensucikan, makanya cucian pertama jangan pakai deterjen, yang kedua baru pakai deterjen.”
Dina tersenyum sambil berkata pada temannya,”Jadi kamu sebel?”.
“Sebel bangetsssssss”, jawab Ani.
“Kita kan udah biasa, masukin pakaian kotor ke mesin cuci, lalu dikasih air, kasih deterjen, lalu nyalakan mesin cuci, putaran kedua dan ketiga baru dikasih air tanpa deterjen,” lanjut Ani.
“Ini pakai bilang jadi tidak sucilah bla blabla,” sungut Ani.
Tiba-tiba alarm di HP Dina berbunyi, tanda dia harus mulai bersiap pergi ke kampus. Percakapan itu pun terputus.
“Aku siap-siap ke kampus dulu ya, kamu juga ke kampus?”, tanya Dina.
“Iya nanti agak siang, sampai ketemu nanti ya bestie,” Jawab Ani.
Dalam perjalanan ke kampus, Dina masih tetap memikirkan apa yang diributkan oleh teman sekamarnya. Seumur-umur dia baru mendengar mencuci dengan gaya seperti. Dia merasa seperti orang kurang pergaulan apabila itu ternyata sudah banyak dilakukan orang lain. Orang lain tahu, tapi dirinya tidak tahu. Namun kalau orang lain juga baru tahu, berarti dirinya tidak kudet alias kurang update.
Masalah mencuci terlupakan sejenak karena Dina menghadiri kuliah. Setelah jam pelajaran usai, dia berkirim pesan WA pada Ani apakah dia sudah selesai juga dan mau pulang bersama. Ternyata Ani masih harus menghadiri kuliah tambahan sehingga belum bisa pulang.
Dina tidak mampir ke kantin dulu seperti kebiasaannya, karena dia sudah sangat lelah hari ini. Dia pun menaiki bis yang biasa dia naiki. Agak senggang, jadi dia bisa mendapatkan tempat duduk. Saat sedang duduk tiba-tiba fikirannya melayang ke masalah cuci-mencuci. Tiba-tiba timbul rasa tidak sabar pada dirinya agar cepat sampai ke rumah-kosnya.
Segera setelah tiba di rumah-kosnya Dina langsung mengumpulkan pakaian kotornya. Dimasukannya mereka ke mesin cuci, lalu segera dituang air. Kebetulan mesin cuci yang tersedia ialah bukan yang otomatis, jadi proses perputaran pakaian, air, dan mesin bisa dilihat.
Setelah semuanya siap, dia pun menjalankan mesin cuci. Hanya dalam ukuran kurang dari 1 menit dia melihat air cucian mulai keruh dan makin lama makin keruh. “Mmmmmm ini yang terjadi, padahal deterjen pun belum aku masukan, tapi airnya sudah keruh, artinya air tanpa deterjen memang membersihkan kotoran terlebih dulu,” gumam Dina.
Setelah putaran pertama yang keruh airnya, Dina pun memulai tahap kedua, yaitu memasukan deterjen dicampur air. Penampakan air memang masih keruh, tapi tidak lebih keruh dari putaran pertama. "Pada tahap ini rupanya deterjen mulai menarik sisa dan sebagian kotoran dari dari pakaian, sesuai fungsi deterjen,” Dina berbicara pada dirinya sendiri.
Pada tahap selanjutnya, setelah air di proses ke dua dibuang, dimulai proses ke tiga yaitu air tanpa deterjen. Pada tahap ini nampak airnya tidak sekeruh tahap satu dan dua. Itu cenderung lebih bening. “A-ha I got the idea, jadi ini yang dimaksud sang ustadz,” Dina tersenyum bangga seolah menemukan sesuatu yang berharga.
Beberapa saat setelah Dina menyelesaikan proses ke tiga, Ani pun datang. “Bestie, sini deh, ternyata ini yang dimaksud ustadz itu,” Dina menceritakan panjang lebar dan menunjukkan foto proses mencucinya.
“Oooooh begitu, kalau begini kan enak,” tukas Ani,”Ada penjelasan mudah dicerna, tidak cuma menyorot suci atau tidak suci.”
“Jadi aku pinter ya bestie, traktir dong....hehehehe,” Dina memuji dirinya sendiri.
“Siap, nanti aku traktir Salad enak ya,” jawab Ani,”Sekarang aku mau ke sosmednya ustadz yang bilang itu, sekalian bukti aku gak marah-marah dan sebel sama dia.”
Ani pun memberi komentar ke status ustadz tersebut. “Saya setuju pak ustadz dengan ide bapak, namun baiknya jangan cuma disorot suci atau tidak suci, tapi diulas faktanya apa yang terjadi bila kita melakukan itu, dan saya sudah membuktikan itu.”
Ani pun menjelaskan panjang lebar dan mengirimkan foto yang dibuat Dina.
Beberapa menit kemudian ada balasan dari sang ustadz,”Terima kasih, anda benar, info anda melengkapi pendapat saya (Jempol 4 kali).”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H