Dalam menulis saya sering menggunakan istilah Fulan. Fulan itu ialah suatu istilah untuk menerangkan seseorang yang tidak diketahui namanya, tidak diketahui umurnya, tidak diketahui bentuk wajahnya, tidak diketahui tingginya, dan tidak diketahui asal-usulnya. Pokoknya informasi spesifik tentang orang itu serba ghaib
Dalam hal menulis cerpen dan diary  saya akan menggunakan kata Fulan atau Fulanah. Namun kalau sudah berbau jurnalistik dan opini atas suatu fakta tentu saja harus menyebut nama pelaku.
Ada yang komentar, meski jurnalistik kalau sebut nama itu kan ghibah. Untuk menjawab ini tentu saja perlu diskusi dengan mereka yang benar-benar mengerti. Tapi faktanya dalam kitab suci Al Qur'an kita kenal nama Abu Lahab, Fir'aun, Qarun, Samiri, hal ini berarti diceritakan agar perilaku mereka tidak dicontoh oleh umat-umat yang akan datang. Contoh sederhana ini mestinya bisa menjawab pernyataan di awal paragraph ini.
Berbeda dengan Novel dan sejenisnya biasanya pembacanya sudah mengetahui bahwa penokohan-penokohan dalam cerita adalah fiktif. Jadi nama-nama yang ada di dalamnya adalah fiktif semua meskipun kadang ada kesamaan nama dengan orang lain.
Dalam menyebutkan nama seseorang saat saya menulis saya pribadi berpendapat ada beberapa kategori yang saya pakai. Kalau itu tulisan :
Tentang Kebaikan.
Saya akan menggunakan nama seseorang. Walaupun tokoh itu fiktif, maka saya berani menggunakan nama.
Tentang Keburukan.
Saya tidak akan menggunakan nama orang tapi menggunakan nama Fulan atau Fulanah. Hal ini mencegah terjadinya fitnah bila keburukan yang saya ceritakan adalah salah.
Tentang Kritik.