Fembo berbicara dengan Kak Seto, bahwa dia mohon titip anak-anaknya agar kuat menghadapi perundungan. Menarik, sekali. Penyesalan memang selalu datang belakangan, kalau di awal ya namanya pendaftaran. Waktu berbuat melakukan pembunuhan apa tidak memikirkan nasib anak-anaknya? Waktu melakukannya apakah dia tidak memikirkan bahwa J juga punya keluarga. Waktu melakukannya apakah dia merasa sebagai Tuhan yang merasa berhak mencabut nyawa orang lain sesukanya? Apakah dia merasa bisa membuat skenario tanpa diketahui manusia lain? Sayang sekali skenario dan makar Allah ternyata jauh lebih hebat dari apapun.
Saya ingat sebuah drama korea yang menceritakan bagaimana sulitnya hidup sebagai anak yang orang tuanya didakwa melakukan pembunuhan. Cap sebagai anak pembunuh terus melekat pada anak itu hingga dewasa. Calon mertua pun menolak mentah-mentah karena tidak mau punya besan yang dicap pembunuh. Masalah orang itu baru terselesaikan setelah pembunuh aslinya mengaku dan aktor yang dicap sebagai pembunuh direhabilitasi namanya.
Sanksi sosial memang jauh lebih berat daripada hukuman badan yang diterima oleh pelaku. Keluarga besar ikut malu. Sanksi sosial juga tidak akan hilang dalam sebulan dua bulan. Paling tidak perlu satu generasi agar suatu Sanksi sosial hilang.
Oleh sebab itu saat hidup dengan kemaksiatan nampak begitu mudah dilakukan. Keberhasilan dari tipu sana sini tanpa ketahuan begitu mudah dilakukan. Uang begitu mudah masuk setelah melakukan penyuapan-penyuapan dan penggunaan, barang haram mudah didapat tanpa susah payah, pada saat itulah kalau masih punya iman akan menyadari istidraj sedang terjadi. Segera kembali ke sesuai amanah hidup perlu dilakukan (kalau masih sadar iman tentunya).
Berani melakukan sesuatu hingga di luar kendali dan merasa bahwa dialah yang paling hebat dan berkuasa adalah karena tidak punya ilmu tentang Tuhannya.
Ilmu mengenal Tuhan bukanlah ilmu yang bisa dipelajari secara sambil lalu. Dari sekolah seharusnya itu bisa dimulai karena di sekolah ada guru agama. Bagi yang muslim m⁰emiliki ilmu tentang mengenal Allah sebaiknya perlu dibekali oleh para guru Agama Islam (bagi non muslim mungkin punya caranya sendiri cara untuk mengenal Tuhannya). Para Guru Agama Islam harus mengajari sifat dzat Allah azza wa jalla kepada para muridnya. Maaf berdasarkan pengalaman saya 12 tahun di sekolah umum tidak ada penekanan untuk mengenal Allah lebih dalam. Ilmu pengenalan Allah didapat saat di Madrasah Ibtidaiyah 6 tahun. Semoga Allah merahmati para guru yang mengajari itu, aamiin.
Ayat-ayat seperti di bawah ini sebaiknya diperkenalkan tiap semester pada para siswa :
"......Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu" (Al Baqarah : 235)
"........Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian akan menemui-Nya". (Al Baqarah : 223)
"........Dan Allah, Dialah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui," (Al Maidah : 76)
".........Dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat" (An Nisa : 134)
"........Dan sesungguhnya Allah maha Mendengar, Maha Melihat." (Al Hajj : 61).
Wallaahu A'lam
Fadjar Setyanto
Ikatlah ilmu dengan menulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H