Mohon tunggu...
Fadjar PENA MANFAAT Setyanto
Fadjar PENA MANFAAT Setyanto Mohon Tunggu... Freelancer - PENA MANFAAT semoga pena ini selalu membawa manfaat.

Al Ghazali : kalau kamu bukan anak raja atau bukan anak ulama besar, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jaminan Kesehatan Solo Versus Jakarta

11 September 2012   15:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:36 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya punya keponakan saat sekolah di New Zealand terdeteksi ada kelainan darah, dan dia harus menjalani terapi di Rumah Sakit, ternyata biaya yang kesehatan gratis ditanggung asuransi yang dikelola negara."
--
"Dia juga tidak mengira bahwa negara melalui asuransinya membiayai pengobatan rumah sakit."
--
"Dia pertama-tama juga mengeluarkan uang sendiri, dan saat dia berkata pada perawat bahwa dia kehabisan uang untuk biaya pengobatan, sang perawat memberitahu bahwa biaya seperti ini ditanggung negara, meskipun dia bekerja part time."
--
"Setelah mendengar itu, dia mengurusnya dan benar, ternyata biaya pengobatan ditanggung semuanya."
--
"Keponakan saya sampai berkata bahwa bila di Indonesia dia tak mungkin bisa menjalani pengobatan seperti ini, dan mungkin sudah berhenti di tengah jalan dan dia berkata bahwa dia tidak tahu bagaimana nasibnya saat ini."
--
Memang bila difikir-fikir negara yang melimpah ruah hasil alamnya, tapi untuk pengobatan banyak anggota masyarakat yang harus menghentikan pengobatannya karena tidak memiliki uang sehingga hanya pasrah sampai maut menjemputnya.
--
SUSAHNYA ASURANSI KESEHATAN
--
Di Indonesia banyak asuransi kesehatan yang dikelola swasta selain yang dikelola pemerintah, namun untuk mengikuti asuransi tersebut bila bukan PNS atau Pegawai Swasta yang ikut asuransi Jamsostek harus membayar mahal.
--
KASUS JAKARTA DAN SOLO
Di Jakarta sebagai ibukota Indonesia pun baru satu dua bulan ini dikampanyekan biaya kesehatan gratis itu pun untuk masyarakat miskin saja bukan untuk pegawai swasta atau part time. Berbeda dengan di Solo pegawai seperti SPG pun mendapat kartu jaminan kesehatan dari Pemerintah setempat tanpa kepengurusan yang berbelit-belit.
--
Program kesehatan di Solo sudah dijalankan jauh-jauh hari sebelum tahun 2012 sekarang ini, dengan demikian program tersebut benar-benar sudah dirasakan oleh masyarakat Solo dan program itu memang diperuntukkan masyarakat bukan untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan pejabat terkait seperti yang terjadi di Jakarta.
--
Di Jakarta para pegawai harian atau pegawai lepas adalah golongan yang berada di tengah-tengah alias serba tanggung karena majikannya membayar hanya berdasarkan apa yang dia kerjakan saja. Sementara untuk dikategorikan sebagai miskin mereka memiliki pekerjaan sehingga tidak masuk kategori miskin. Golongan inilah yang tidak terjamah oleh jaminan kesehatan yang ditawarkan Pemerintah DKI saat ini.
--
Berbeda dengan Solo, di Jakarta untuk mengurus biaya kesehatan gratis memerlukan surat ini dan itu yang cukup banyak yang biaya fotocopynya saja cukup memberatkan. Pemerintah DKI seolah seperti mau tidak mau membantu masyarakatnya untuk mendapatkan Jaminan Kesehatan. Pemerintah DKI baru gembar-gembor secara membabi buta setelah adanya kepentingan dari Gubernur yang berkuasa saat ini untuk mempertahankan kekuasaan. Pertanyaannya ialah gembar-gembor yang membabi buta itu apakah dibarengi kemudahan untuk mengurusnya atau tidak dan apakah rencana itu akan dikembangkan atau tidak bila berkuasa lagi? Wajar timbul pemikiran itu karena selama lima tahun berkuasa mengapa baru setelah dia terancam jurus jaminan kesehatan dikeluarkan?
--
Jaminan kesehatan di Solo sudah dilaksanakan sejak 2008. Program itu berwujud pemeliharaan kesehatan oleh Pemda Solo yang meliputi rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas dan RSD bagi warga Yang berKTP Solo yang tidak dicover asuransi Jamkesmas, Askes PNS, dan bukan peserta askes sosial lainnya.
--
Sementara itu jaminan kesehatan bagi warga Jakarta yang berada di "pertengahan" baru direalisasikan di DKI tahun 2012 ini menjelang Gubernur harus mempertahankan kekuasaan. Demi mempertahankan ambisi bahkan warga Cidodol harus melakukan sumpah Al Quran untuk memilih gubernur yang berkuasa saat ini demi mendapatkan kartu Jamkesda (sumber : http://www.idberita.com/news/read/2189/dijanjikan-kartu-jaminan-kesehatan-asal-pilih-foke-dengan-melakukan-sumpah-alquran).
--
Inilah yang membedakan pemimpin yang amanah dan tidak amanah. Kalau di Solo sudah dari tahun 2008 jaminan kesehatan warga yang belum terjamah jamkes sosial lainnya, mengapa jamkes ini baru dilaksanakan di DKI tahun 2012 ini dan itupun demi mempertahankan ambisi berkuasa orang nomor 1 di DKI. Yang jadi pertanyaan kira-kira bagaimana laporan keuangan anggaran kesehatan ini? Mengapa yang sebelum tahun 2012 ini terasa begitu sulit, tapi sejak pilihan gubernur perioide 2 bisa begitu mudah proses pembuatan Jamkesda?
--
Pembaca bisa membedakan mana pemimpin yang amanah dan mana yang tidak amanah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun