Mohon tunggu...
Fadiyah Nurika Hapsari
Fadiyah Nurika Hapsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Heboh! Penarikan Vaksin Covid-19 AstraZeneca, Berkaitan dengan Thrombosis with Thrombocytopenia Syndrome?

16 Mei 2024   04:00 Diperbarui: 16 Mei 2024   04:27 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu vaksin Covid-19, AstraZeneca yang merupakan buatan perusahaan farmasi Inggris-Swedia dan bekerja sama dengan Universitas Oxford menegaskan bahwa penarikan vaksin mereka tidak berkaitan dengan pengakuan bahwa adanya efek samping pasca vaksinasi berbahaya akibat penggunaan vaksin buatan mereka. Implikasi yang dimaksud, yakni TTS atau Thrombosis with Thrombocytopenia Syndrome.

Perusahaan farmasi ini menbantah bahwa penarikan vaksin buatan mereka dari peredaran berkaitan dengan pengakuan bahwa adanya efek samping pasca vaksinasi yang berbahaya. Pihaknya menjelaskan penarikan ini dilakukan karena vaksin Covid-19 AstraZeneca mengalami penurunan permintaan. 

Mereka menyebutkan bahwa penarikan vaksin Covid-19 AstraZeneca disebabkan vaksin ini sudah tidak diproduksi lagi karena perusahaan menilai saat ini sudah banyak vaksin dengan berbagai varian yang dikembangkan dan benar-benar teruji mampu mengatasi Covid-19 dengan varian terbaru.

Vaksin Covid-19 AstraZeneca telah berperan penting dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat dari virus yang menular dan berbahaya ini. Meskipun ada laporan tentang efek samping penggunaan vaksin ini, penting untuk masyarakat memahami bahwa manfaat vaksin jauh lebih besar daripada risikonya. 

Masyarakat dapat melihat bahwa jumlah laporan dari penerima yang mendapati efek samping  serius sangat kecil presentasenya apabila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penerima vaksin Covid-19 AstraZeneca. 

Data dari pengujian klinis menunjukkan bahwa efek samping pasca vaksinasi yang parah jauh lebih rendah dibandingkan dengan risiko penyakit akibat virus Covid-19. Itulah mengapa organisasi kesehatan global, seperti WHO tetap memberikan perizinan dan merekomendasikan penggunaan vaksin ini. 

Berdasarkan laporan Vaccine Tracker menunjukkan bahwa vaksin AstraZeneca buatan Oxford merupakan vaksin yang terbanyak digunakan dan disetujui oleh negara di dunia hingga 14 Januari 2022. Kurang lebih 134 negara yang menyetujui penggunaan vaksin buatan Inggris ini. 

Pada laman BPOM selaku lembaga pengawasan obat dan makanan di Indonesia juga menjelaskan bahwa pihaknya tentu telah melakukan investigasi dan menegaskan bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca tidak ada masalah terkait keamanan sehingga aman untuk digunakan. 

Artinya adanya efek samping negatif pasca vaksinasi yang parah dan serius juga dapat disebabkan oleh faktor respon penerima secara individual terhadap vaksin yang diberikan. Dengan demikian, masyarakat diharapkan tidak mengkhawatirkan keamanan dari penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca tersebut.

Dalam pandangan sosiologi, yakni berdasarkan teori konstruksi sosial, menekankan bahwa pandangan negatif masyarakat terhadap vaksin Covid-19 AstraZeneca merupakan hasil dari proses sosial di mana vaksin tersebut "dikonstruksi" melalui media dan interaksi sosial yang menyebarkan informasi bahwa vaksin sebagai sesuatu yang berpotensi membahayakan, terutama terkait dengan pembekuan darah yang menjadi efek samping serius. 

Pandemi Covid-19 sendiri telah menimbulkan kecemasan dan ketakutan atas keselamatan hidup masyarakat sehingga informasi yang mengancam keselamatan pribadi cenderung lebih diperhatikan. 

Dalam konteks ini mengenai efek jangka panjang vaksin dan berita tentang efek samping yang jarang tetapi serius memperkuat kekhawatiran masyarakat. Ini yang mendorong masyarakat lebih waspada terhadap vaksin.

Tidak hanya itu, proses pembuatan vaksin yang dinilai singkat juga memunculkan keraguan masyarakat terhadap keamanan vaksin yang diberikan. Rumitnya pengembangan vaksin menyebabkan proses pembuatan vaksin dalam keadaan normal memakan waktu yang cukup lama, yakni mencapai 10 hingga 15 tahun. 

Dalam keadaan darurat, khususnya saat pandemi Covid-19, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merespons kedaruratan dengan mengambil langkah kebijakan penerapan Emergency Use Authorization (EUA) atau persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat untuk Vaksin covid-19 (BPOM RI, 2021) sebagai salah satu upaya penanganan Covid-19. Para ahli sepakat untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas terkait dengan Covid-19, diperlukan pengembangan vaksin yang cepat dan efektif.

Adanya rumor mengenai penarikan peredaran Vaksin Covid-19 AstraZeneca merupakan akibat dari adanya efek samping yang ditimbulkan dari vaksin tersebut. Ini memunculkan keraguan dan ketakutan bagi masyarakat penerima vaksin Covid-19 AstraZeneca. 

Pada faktanya, vaksin Covid-19 AstraZeneca sudah tidak beredar dan tidak lagi digunakan dalam program vaksinasi di Indonesia adalah karena izin edar yang pernah dikeluarkan hanya berupa Emergency Use Authorization (EUA) pada 2021 sehingga saat ini sudah tidak berlaku lagi.

Budi Gunadi Sadikin selaku Menteri Kesehatan telah memberikan tanggapan terkait rumor mengenai efek samping vaksin Covid-19 AstraZeneca berupa pembekuan darah yang sebelumnya terungkap dalam persidangan class action di Inggris. 

Pada kutipan website IHC Rumah Sakit Pusat Pertamina, beliau membenarkan ada kemungkinan thrombosis thrombocytopenia syndrome (TTS) yang dapat menyebabkan pembekuan darah pada vaksin Covid-19 AstraZeneca. 

"Itu sudah lama teridentifikasi dan sudah dilakukan penelitian juga oleh AstraZeneca, ada memang dampak-dampaknya soal vaksin tersebut, tapi minimal sekali.", ungkap Menkes Budi saat ditemui di Jakarta Barat, Kamis (2/5/2024). 

Budi menegaskan masyarakat tidak perlu khawatir karena hingga saat ini, belum ada laporan dari ITAGI (Indonesia Technical Advisory Group of Immunization) terkait dampak tersebut. 

Adanya laporan dari sekitar lima puluh orang di Inggris atas kasus TTS muncul dalam empat hingga 24 jam setelah vaksinasi. Hal ini menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca yang telah diberikan kepada masyarakat adalah aman karena telah berlangsung bulanan atau tahunan lalu.

TTS atau Thrombosis with Thrombocytopenia Syndrome merupakan sindrom langka, tetapi bisa menyebabkan gejala serius yang ditandai dengan terjadinya trombosis (pembekuan darah) dan trombositopenia (jumlah trombosit rendah). Gejala dari sindrom ini adalah pusing; mual pada saluran pencernaan dan pegal-pegal. Penderita TTS berpotensi mengalami penyakit kompleks, seperti kerusakan pada otak.

Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI), Prof. Hinky Hindra Irawan Satari juga menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada laporan terjadinya thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) setelah pemakaian vaksin COVID-19 AstraZeneca di Indonesia. 

Hal ini berdasarkan pengamatan aktif dan pasif yang sampai saat ini masih dilakukan oleh Komnas KIPI dengan melibatkan 14 rumah sakit di 7 provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun ini.

Pemerintah tetap meminta masyarakat untuk tidak mengkhawatirkan keamanan dari vaksinisasi dan segera melaporkan segala bentuk kejadian ikutan pasca-imunisasi atau KIPI kepada Komnas KIPI melalui puskesmas terdekat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun