Surabaya, sebagai kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia dan Ibu Kota Provinsi Jawa Timur, menghadapi tantangan yang signifikan dalam persebaran sekolah menengah atas (SMA) negeri. Di balik gemerlapnya kota ini, tidak semua siswa memiliki peluang yang sama untuk menikmati pendidikan berkualitas di SMA negeri. Persebaran sekolah yang tidak merata menciptakan kesenjangan nyata dan memaksa sebagian siswa menempuh jarak yang jauh atau menghadapi keterbatasan pilihan. Ketimpangan dalam persebaran SMA negeri ini menjadi masalah yang patut diberi perhatian khusus oleh pemerintah karena akses pada pendidikan yang berkualitas adalah hak dari semua warga negara Indonesia.
Kota Surabaya terbagi menjadi beberapa wilayah sub-district, tepatnya 31 kecamatan dengan ukuran yang beragam. Meskipun memudahkan administrasi wilayah, pembagian wilayah ini juga menghasilkan ketimpangan antar wilayah, salah satunya dalam persebaran SMA Negeri. Hingga saat ini, Kota Surabaya hanya memiliki 22 SMA Negeri di bawah naungannya yang berarti tidak semua kecamatan memiliki SMA negeri di dalam batas wilayahnya.
Ketimpangan persebaran SMA negeri di Kota surabaya sangat memprihatinkan. Menurut data Kemendikbudristek, terdapat 15 kecamatan di Surabaya yang tidak memiliki SMA Negeri dalam batas wilayahnya. Kecamatan yang dimaksud yaitu Tegalsari, Simokerto, Bubutan, Gubeng, Gunung Anyar, Mulyorejo, Pakal, Asemworo, Sukomanunggal, Sambikerep, Pabean Cantian, Krembangan, Wonokromo, Karang Pilang, Dukuh Pakis. Sedangkan salah satu kecamatan, Genteng, memiliki konsentrasi 6 SMA negeri di dalam wilayah administrasinya. Tidak meratanya persebaran sekolah ini akan membawa banyak dampak bagi masyarakat Kota Surabaya terutama bagi kaum pelajar yang akan menduduki bangku SMA.
Dampak Persebaran Sekolah Tidak Merata
1. Kebijakan Sistem Zonasi Sekolah Menjadi Tidak Efektif
Singkatnya, sistem zonasi bertujuan agar siswa yang tinggal di suatu daerah akan bersekolah di daerah tempat tinggalnya dan tidak harus pergi ke sekolah di daerah lain. Agar sistem zonasi sekolah berjalan dengan efektif dan tepat sasaran maka tiap daerah harus memiliki tingkat kualitas infrastruktur pendidikan yang sama, namun dari penjelasan sebelumnya telah diketahui bahwa infrastruktur pendidikan di Kota Surabaya masih belum merata terutama dalam jenjang SMA Negeri.
Hal ini menyebabkan calon siswa yang tinggal di daerah tanpa SMA Negeri mengalami kesulitan dalam menembus masuk SMA Negeri, mengingat kuota zonasi pada penerimaan peserta didik baru mencapai 50% sedangkan Jalur prestasi hanyalah 30%, dan 20% jalur lainnya . Dari persentase tersebut dapat ditafsirkan bahwa pemerintah lebih mementingkan jarak rumah dari sekolah daripada kemampuan individu calon siswa. Akhirnya, calon siswa yang sebenarnya memiliki kemampuan memadai untuk masuk SMA Negeri terpaksa masuk SMA swasta karena jauhnya jarak rumah dan kuota jalur prestasi yang lebih sedikit dibanding jalur zonasi .
2. Ketimpangan Jumlah SMP Negeri dan SMA Negeri
Menurut data kemendikbud, Kota Surabaya memiliki 63 SMP negeri yang memiliki daya tampung sebanyak 17.000 bangku, artinya tiap tahunnya ada orang lebih 17.000 calon siswa baru yang memperebutkan sekitar 7.400 bangku di 22 SMA Negeri dalam Surabaya. Dari data tersebut dapat terlihat adanya ketimpangan drastis antara calon siswa dan daya tampung, hanya sekitar 43%, kurang dari setengah jumlah calon siswa yang dapat diterima masuk SMA Negeri. Daya tampung SMA negeri yang kurang memadai membuat para calon siswa yang ingin melanjutkan pendidikan SMA untuk mengambil sekolah swasta.
3. Meningkatnya Tindakan Kecurangan
Bagi masyarakat menengah keatas yang menginginkan anaknya masuk SMA Negeri tetapi tidak terbagi kuota zonasi akan menggunakan segala cara untuk mewujudkan tujuannya itu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa selama masa Penerimaan Peserta Didik Baru terjadi banyak kecurangan seperti membeli bangku, orang dalam, pemalsuan alamat dan dokumen domisili. Tidak meratanya Persebaran SMA Negeri hanya akan mendorong peningkatan tindakan kecurangan seperti ini karena orang tua akan rela melakukan apa saja demi masa depan anak mereka