Mohon tunggu...
Fadil M
Fadil M Mohon Tunggu... Lainnya - Panggil saja begitu

Dewasa itu pilihan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rebut Dandang Bekasi, Pedoman Bermasyarakat Melalui Seni

8 Mei 2020   16:19 Diperbarui: 8 Mei 2020   16:36 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Depokliputanlokasirumah.blogspot.com

assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera bagi kita semua, Shalom,

Om Swastiastu, Namo Buddhaya, dan Salam Kebajikan.

Bekasi, siapa yang tidak mengetahui kota ini, kota metropolitan yang terkenal akan mobilitas dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan bahkan lebih sering dikenal oleh orang orang sebagai kota yang penuh dengan kemacetan dan suhu udara yang tergolong panas.

Meski begitu, Bekasi memiliki sejarah dan cerita panjang yang penuh dengan unsur unsur kebudayaan campuran antara sunda kawitan dan Betawi. Meskipun bahasa yang digunakan lebih mirip dengan bahasa Betawi, namun jika mendengat dialek dari kedua bahasa ini kita akan dengan mudah menemukan perbedaan keduanya, baik itu dialek Betawi maupun dialek Bekasi itu sendiri.

Karena percampuran kebudayaan inilah, Bekasi melahirkan beragam budaya yang tebentuk dari leburan kedua kebudayaan besar ini hal itu diantaranya merupakan kesenian yang berupa pementasan.

Salah satunya adalah pementasan 'Rebut Dandang'. Rebut dandang merupakan prosesi pernikahan adat Bekasi yang merupakan leburan dari budaya betawi yaitu palang pintu dengan diiringi dengan kesenian bela diri silat dan juga musik pengiring tanjidor atau gendang pencak, rentetan upacara rebut dandang itu sendiri pada dasarnya hampir sama dengan prosesi palang pintu.

Dimulai dengan mengarak mempelai pria yang diiringi kesenian musik tanjidor dan juga dengan pengawalan pesilat, yang lebih dikenal dengan 'jawara'. Dan sang mempelai wanita menunggu untuk dinikahkan dengan didampingi oleh para jawara juga.

Kemudian yang membedakan rebut dandang dengan palang pintu adalah, sang jawara dari pihak mempelai pria menggendong sebuah dandang atau penanak nasi tradisional yang diikat dengan menggunakan selendang, kemudian dandang tersebut diisi beras dan di tutupi oleh kain berwarna hitam polos dan diatasnya disematkan sebuah cincin atau disebut 'cingkrem', berbeda dengan daerah depok dimana jawara dari mempelai wanita yang menggendong dandang tersebut.

Kesenian ini memiliki beragam makna filosofis yang terkandung dalam setiap prosesnya. Seperti beras yang melambangkan mempelai pria sebagai kepala keluarga nantinya mampu memenuhi kebutuhan pangan keluarganya, kemudian penutup kain berwarna hitam polos melambangkan sebesar apapun masalah yang nantinya akan dihadapi dalam kehidupan rumah tangga, hendaknya ditutup rapat-rapat dan dan jangan sampai diketahui oleh orang lain dan cincin atau cingkrem yang disematkan itu melambangkan terjadinya ikatan atau pertalian dua keluarga besar dari masing-masing mempelai.

Dalam prosesi mengarak mempelai pria, pihak keluarga pria juga membawa seserahan dan di daerah Bekasi khususnya, mempelai pria membawa harus menyertakan ikan gabus dan lele yang masih hidup dan diletakan pada anyaman yang terbuat dari daun kelapa. Ikan gabus dikenal hanya memakan makanan bersih seperti serangga, udang, dan ikan kecil, yang melambangkan harapan nantinya kedua mempelai hanya memakan makanan yang bersih dan halal.

Sementara ikan lele yang terkenal mampu bertahan hidup dan beradaptasi dengan berbagai kondisi air sekeruh apapun, juga melambangkan harapan nantinya hubungan rumah tangga yang dijalin dapat bertahan lama dan kuat melawan cobaan apapun.

Wadah yang terbuat dari anyaman kelapa itu juga memiliki makna filosofis bahwa hidup haruslah bermanfaat bagi lingkungan sekitar dan orang banyak seperti pohon kelapa yang bermanfaat dari daun, buah, hingga batangnya.

Pada akhir proses perebutan dandang dan berhasil direbut oleh jawara dari mempelai wanita, selanjutnya selendang yang digunakan diikatkan ke pinggang ibu dari mempelai wanita. Hal tersebut melambangkan bahwa seorang menantu bukan hanya sanggup menafkahi istri dan anak-anaknya, namun juga mampu menopang perekonomian mertuanya.

Berakhirnya perebutan dandang menandakan bahwa mempelai pria telah mendapat izin bersanding dengan mempelai wanita untuk duduk dibangku pelaminan.

Upacara 'Rebut Dandang' memang penuh sekali dengan unsur-unsur filosofis yang bertujuan menanamkan nilai-nilai luhur untuk dapat hidup berkeluarga dan sekaligus bermasyarakat. Kesenian rebut dandang hingga saat ini masih cukup sering diadakan diacara-acara pernikahan di Bekasi, karena selain bermakna filosofis, kesenian ini juga menjadi media hiburan bagi warga yang menyaksikannya.

Semoga kelak budaya dan pesan yang terkandung dalam setiap prosesnya dapat selalu dipegang kukuh oleh generasi-generasi dimasa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun