Mohon tunggu...
fadilatullaili PR
fadilatullaili PR Mohon Tunggu... Musisi - penikmat puisi

la takhof wa la tahzan innallaha ma'ana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Awan Hitam di Pundak Ayah

19 November 2015   09:08 Diperbarui: 19 November 2015   09:24 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia adalah sosok laki-laki yang berbadan kecil tapi tegak. Semua orang tau ia adalah orang yang berjiwa besar dan ramah kepada semua orang . ya .. ia adalah ayahku.

***

Beberapa hari ini ayah sibuk dengan urusannya, berangkat malam dan pulang ketika pagi tiba. Entah apa yang ia lakukan diluar sana. Sejak itu ayah jarang dirumah , hingga pada suatu saat aku pun bertanya " Ayah, kok akhir- akhir ini ayah sering pulang pagi? ayah juga jarang di rumah"

" haha iya sayang, maaf ya kalo akhir-akhir ini ayah jarang dirumah. ayah lagi bantuin teman ayah. doain aja ya semoga ayah berhasil membantu temen ayah. Ayah janji kalau urusan temen ayah udah selesai ayah akan sering dirumah ". aku pun mengangkat kedua alisku dan mengangguk.

***

Hari itu aku melihat ayah berbeda dengan biasanya. Ia tampak pucat, semua urat wajahnya mengendor. Aku tak melihat segaris senyumpun di bibirnya dan aku juga tak mendengar canda tawanya pagi itu. " Ayah gak ke sekolah? " tegorku pagi itu. dengan nada lemas ayah menjawab " nggak dek , ayah gak ke sekolah dulu ". Mendengar hal itu aku beranjak ke dapur untuk menemui mamaku " ma, mama ngerasa gak ? ada yang berbeda dari ayah hari ini, kog ayah ga senyum ya ma? sepertinya ayah lagi sedih. ada apa dengan ayah ya ma? ". segaris senyuman terlukis di bibir cantik mamaku , lalu ia merunduk " iya nak, ada awan hitam di pundak ayahmu". Sekilas mama bercerita tentang apa yang terjadi dengan ayah.

***

"Ayah, sudah lah yah jangan terus muram begini. jadikan semua ini sebagai pelajaran bagi kita semua untuk tidak terlalu percaya pada orang lain, karena tidak semua orang bisa menjaga kepercayaan yang telah kita berikan yah" . " iya ma, tapi ayah malu ma, ayah gagal bantu temen ayah, ayah sudah membuat temen ayah keluar uang banyak ma dan kenyataannya gagal" Tak sengaja aku mendengar percakapan itu dari dapur. aku pun mulai berpikir kenapa ayah malu? sebenarnya apa yang terjadi ? apakah cerita mama tadi benar ? semua pertanyaan itu mengelilingi kepalaku. Sejenak ku menghilangkan semua pertanyaan-pertanyaan itu.

***

"Ayah, Sarapan yuk yah, adek masak lo " aku pun teriak dibalik pintu kamar ayah. lalu pintu itu terbuka dan ayah berdiri di balik pintu itu, tangah ayah mengelus kepalaku " adek cantik, makasih ya udah masak, tapi ayah belum mau makan. nanti saja ya ayah makan" seketika wajahku menampakkan kekecewaanku dan beranjak dari kamar ayah. segelas susu ku antarkan ke kamar ayah " Kalau ayah gak mau sarapan, ayah harus habisin susu ini ya yah" ayah pun mengangguk tanda setuju.

Hari itu ayah memang benar-benar sangat berbeda. ia menjalani hari itu dengan sebuah pena di jarinya dan sebuah catatan kecil serta handphone hitam disamping tubuhnya. wajahnya tampak serius dan sesekali ia menggelengkan kepalanya dan menhadapkan wajahnya ke atas. aku terus berpikir bagaimana membuat ayah kembali tersenyum. kenapa ayah malu? seketika perntanyaan itu kembali muncul. Ku tak punya keberanian untuk bertanya langsung kepada ayah

*** 

Hingga pada suatu malam , segudang tawa yang selama ini tertahan dalam diri ayah , terlepas begitu saja. meski awan hitam itu belum hilang sepenuhnya pada dirinya

hatiku tergerak " Terima kasih ayah, ayah berusaha tertawa meski masih tersimpan luka, ayah berusaha bercanda meski tersimpan duka. ayah berjiwa besar. ayah pasti bisa melewatinya semuanya yah. angkat pundak ayah, janga biarkan awan hitam itu membebani diri ayah, tatap masa depan yah, masih banyak orang yang mebutuhkan ayah. satu hal yang perlu ayah tau, selalu ada kegagalan untuk mencapai keberhasilan, semuanya telah ada dalam skenario Tuhan yah. adek sayang ayah "

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun