Mohon tunggu...
Fadia Arifah
Fadia Arifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bersosialisasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dilema Ruang dan Waktu, Ketika Panti Werdha Menjadi Pilihan Terakhir

4 November 2024   17:28 Diperbarui: 4 November 2024   17:29 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah deru modernisasi yang tak terbendung, kita dihadapkan pada realitas yang semakin mengguncang nilai-nilai keluarga tradisional Indonesia. Panti werdha, yang dulunya dianggap sebagai pilihan terakhir, kini perlahan-lahan menjadi pilihan praktis bagi banyak keluarga urban. Fenomena ini bukan sekedar cerminan perubahan nilai dari luar, melainkan manifestasi dari kesulitan kehidupan modern yang memaksa kita berhadapan dengan dilema ruang dan waktu.

Realitas kehidupan perkotaan dengan ruang hunian yang semakin sempit dan mahal telah menciptakan kendala fisik yang nyata. Apartemen-apartemen kecil yang menjadi solusi hunian kaum urban nyatanya tidak dirancang untuk kehidupan keluarga besar. Ditambah dengan tuntutan pekerjaan yang menguras waktu dan energi, banyak anak-anak merasa tidak mampu memberikan perawatan maksimal untuk orang tua mereka yang telah memasuki masa lanjut usia. Di sinilah panti werdha hadir sebagai solusi yang menawarkan perawatan profesional dan fasilitas yang memadai.

Namun, keputusan untuk menempatkan orang tua di panti werdha bukanlah pilihan yang mudah. Ada keresahan batin yang mendalam, di mana nilai-nilai berbakti kepada orang tua telah ditanamkan sejak kecil berbenturan dengan realitas kehidupan modern. Rasa bersalah kerap menghantui, seolah kita telah gagal menunaikan kewajiban sebagai anak yang berbakti. Padahal, dalam banyak kasus, keputusan ini justru diambil demi memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi orang tua kita.

Panti werdha modern telah berubah menjadi lembaga yang tidak sekedar menyediakan tempat berteduh. Mereka hadir dengan layanan yang lengkap, mulai dari perawatan kesehatan, aktivitas sosial, hingga program-program yang mendukung kesejahteraan mental para lanjut usia. Para profesional yang terlatih dapat memberikan perhatian dan perawatan yang mungkin tidak bisa kita berikan secara optimal di rumah. Ini adalah bentuk bakti yang berbeda, yang mungkin belum bisa diterima sepenuhnya oleh keyakinan dan kesadaran kita.

Tantangan sesungguhnya terletak pada bagaimana kita mendefinisikan ulang konsep bakti dalam konteks modernitas. Menempatkan orang tua di panti werdha tidak serta-merta berarti kita melepas tanggung jawab. Sebaliknya, ini bisa menjadi bentuk tanggung jawab yang lebih bijaksana, di mana kita memastikan orang tua mendapatkan perawatan terbaik sambil tetap menjaga kualitas hubungan melalui kunjungan rutin dan komunikasi yang intens.

Di tengah dilema ini, mungkin sudah saatnya kita menggeser cara pandang terhadap panti werdha. Alih-alih memandangnya sebagai "tempat pembuangan," kita perlu melihatnya sebagai solusi adaptif terhadap tantangan kehidupan modern. Yang terpenting adalah bagaimana kita tetap menjaga kualitas hubungan dan memastikan orang tua kita mendapatkan perawatan terbaik, terlepas dari di mana mereka tinggal.

Pada akhirnya, dilema ruang dan waktu ini mengajarkan kita bahwa bakti kepada orang tua bisa hadir dalam berbagai bentuk. Yang terpenting bukanlah sekadar kehadiran fisik, melainkan komitmen untuk memastikan kesejahteraan mereka di masa lanjut usia. Mungkin inilah saatnya kita mendefinisikan ulang makna bakti dalam konteks yang lebih luas dan lebih sesuai dengan tantangan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun