Dengan ditemukannya vaksin dalam memutus mata rantai Covid-19 yang diderita hampir satu tahun lamanya yang merenggut 25.767 nyawa di Indonesia dari 897 ribu kasus, serta diseluruh dunia dengan korban meninggal akibat wabah ini sekitar 2,03 juta dari 94,8 juta kasus (18/1/2021),
wabah yang mengguncang dunia ini, kini menemui titik baru dengan penemuan vaksin, penemuan tersebut tentunya menjadi angin segar sebagai salah satu solusi pemutusan wabah, tapi sebagian orang menolak dan berbeda pendapat dalam pengartian vaksin tersebut, mereka berpendapat bahwa vaksin hanyalah omong kosong, dengan maksud dan tujuan yang berbeda dari manfaat vaksin tersebut, salah satunya yang berpendapat bahwa hadirnya vaksin merupakan salah satu bentuk mengambil keuntungan.
Salah satu penolakan tersebut berasal dari politikus PDIP Ribka Tjiptaning yang diamapaikan dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan, Biofarma dan Kepala BPOM (12/1/2021). Penolakan Ribka didasarkan klaimm dari kasus-kasus yang pernah terjadi di Indonesia, penolakan tersebut menjadi viral dan merubah pola pikir sebagian masyarakat dalam pengartian vaksin sesungguhya,
walaupun fakta dialapangan yang diklaim oleh Ribka tersebut tidak benar, salah satu klaim yang nyatakan dalam pernayataannya bahwa vaksin Sinovac (perusahaan yang mengembangkan vaksin Croronavac yang dipakai di Indonesia) belum uji klinis fase III “ Saya tetap tidak mau divaksin maupun sampai yang 63 tahun bisa divaksin, saya sudah 63 tahun nih. Mau semua anak cucu saya dapat sanksi Rp 5 juta mending saya bayar, gua jual mobil kek. Bagaimana, orang Biofarma juga masih bilang belum uji klinis ketiga dan lain-lain”.
Sedangkan fakta yang terjadi pada pertengahan April 2020, China menyetujui untuk memulai uji klinis kandidat vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Sinovac, kemudian setelah pertengahan 2020, Coronavac (nama vaksin dari sinovac) diuji klinis fase III di Turki, Indonesia, Brazil dan Chile (termasuk di China, dan masih berlansung).
Hasil analisis sementara dari uji klinis fase III di Indonesia yang menunjukkan bahwa efikasi dari penggunaan vaksin tersebut berapa pada angka 65,3%, sedangkan WHO (badan kesehatan dunia) mengizinkan penggunaan vaksin jika mencapai efikasi sampai 50%, penggunaan vaksin tersebut juga sudah masuk pada uji klinis fase III (dan masih berlangsung). Penggunaan vaksin ini di Indonesia dan beberapa negara lainnya dilakukan dengan otorisasi penggunaan darurat.
Beredarnya pernyataan penolakan vaksin, mengubah pola pikir masyarakat soal kegunaan vaksin yang digunakan pemerintah sebagai langkah pemutusan wabah, berbagai opini-pun muncul yang menyatakan bahwa pemerintah hanya mengambil keuntungan dari hadirnya vaksin, tanpa melihat fakta yang terjadi dilapangan, upaya pemerintah tersebut seharusnya mendapat dukungan dari berbagai pihak dan elemen masyarakat, sehingga dapat bersatu untuk menyuarakan pentingnya vaksinasi dan merubah pola pikir masayarakat yang berpendapat negatif tentang kegunaan vaksin.
Dalam pemutusan wabah ini, selain vaksin Coronavac yang berupa obat, vaksin pola pikir juga perlu dilakukan sebagai langkah awal dalam merubah pola pikir yang negatif soal vaksin tersebut. Langkah awal tersebut perlu dilakukan dalam mensukseskan terselenggaranya vaksinasi nasional.
Perkembangan informasi yang cepat serta pemerintah yang membangun pola pikir masyarakat pada awal masuknya virus yang menyatakan bahwa virus tersebut tidak berbahaya, berbagai kegiatan sosial serta ekonomi seolah tidak peduli soal mulai merebaknya virus tersebut diseluruh dunia, serta kurangnya koordinasi pemerintah pusat dengan permerintah daerah, menciptakan narasi publik yang membingungkan.
Langkah yang perlu dilakukan pemerintah dalam megubah pola pikir masyarakat dapat dilakukan melalui sosialisai tentang wabah dan vaksin yang akan digunakan, menciptakan pola pikir masyarakat tentang pentingnya vaksinasi, sehingga masyarakat dapat menerima dan terselenggaranya kegiatan vaksinasi massal, koordinasi pemerintah pusat dan daerah dalam mensosialisasikan vaksin tersebut menjadi kunci terbentuknya pola pikir masyarakat.
Dan sebagai masyarakat seharusnya mendukung segala upaya yang dikerahkan pemerintah dalam memutus mata rantai virus ini, dengan menyatunya berbagai elemen, baik dari pemerintahan pusat dan daerah serta berbagai elemen masyarakat. Semoaga langkah-angkah tersebut dapat terwujud sehingga Indonesia dapat melakukan kegiatan normalnya seperti sebelum masuknya pandemi tersebut.
Sya’ban Fadol Hudori
Sosiologi Agama-D
UIN Sunan Kalijaga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H