Mohon tunggu...
fadhlul hanif
fadhlul hanif Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kontribusi Lembaga Survei terhadap Bobroknya Pendidikan Politik

17 Januari 2014   16:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:44 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekilas seperti judul penelitian tesis atau skripsi ya.? Namun sebetulnya ini hanyalah sebuah opini penulis terhadap fenomena maraknya lembaga survey politik siluman yang setiap kali hasil surveynya sulit untuk dipercaya. Kegelisahan penulis ini berwal ketika membaca berita dengan judul “Marak Pemilik Lembaga Survey Politik Jadi OKB” ( http://www.bijaks.net/news/article/4-23439/marak-pemilik-lembaga-survei-politik-jadi-okb )

Menjanjikan dan sangat menggiurkan, lembaga survey politik tumbuh bak jamur setelah hujan menjelang pemilu 2014 kenapa tidak pasalnya hampir setiap politisi yang mencoba peruntungan pada pemilu 2014 ini butuh jasa lembaga survey politik untuk melakukukan pencitraan terhadap diri sang politisi lalu menggiring opini publik pada sebuah kesesatan. Dalam sebuah berita yang dipublikasikan oleh www.bijaks.net pada tanggal 17 Januari 2014 bercerita tentang fenomena lembaga survey politik. Dalam berita tersebut disebutkan bahwa :

“ Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dikomandani Denny JA (Denny Januar Ali), saat ini sudah berkembang menjadi perusahaan raksasa dan melahirkan sejumlah perusahaan konsultan media yang berada dibawah payung PT Citra Publik Indonesia. Perusahaan ini kebanyakan menggarap iklan-iklan politik. Selain itu, LSI juga memiliki perusahaan bernama PT Lingkaran Survei Kebijakan Publik (LKSP) yang melayani para anggota DPR, dan caleg hingga capres untuk mendalami kepuasan simpatisan yang memilihnya. Dua perusahaan inilah yang kini menggarap order survei para caleg. Menurut Direktur LSKP, Sunarto Ciptoharjono, LKSP kini sedang mengerjakan proyek pencitraan 50 caleg pada Pileg 2014 ini. kebanyakan, para caleg ini datang dari sejumlah partai dan dapil. LSKP tidak kesulitan mendapatkan klien berkat reputasi LSI yang mengkilap. Namun, Sunarto enggan menjelaskan tarif yang masuk ke kantong perusahaannya dari para caleg teresbut. Itu rahasia dapur kami, ujarnya. Meski berkelit, dibeberkan Direktur Lembaga Survei Proximity, Surabaya Whima Edi Nugroho, LSI diduga mematok tarif paling rendah Rp 100 juta untuk sekali proyek”

Dari pemberitaan ini terkusus bagi penulis sendiri setidaknya dapat menjawab berbagai fenomena hasil survey lembaga politik yang terkadang tak masuk akal. Ada lembaga survey politik A menampilkan bahwa calon presiden terkuat dalah si “anu” lalu disilain lembagai survey politik B mengatakan bahwa si “ini” lah yang paling memiliki elektabilitas tinggi dan banyak lagi hasil dari lembaga survey politik yang tak lebih hanya sekedar untuk penggiringan opini publik dalam rangka memenangkan para politisi pemesan kepada lembaga survey politik dengan bayaran yang cukup tinggi.

Persoalanya bukan hanya sekedar penggiringan opini publik namun jauh lebih parah dari itu apabila fenomena ini mampu kita lihat lebih dalam. Sepengetahuan penulis bahwa lembaga survey politik idealnya menggunkan kaedah atau nilai-nilai akademis dalam melakukan surveynya. Namun apa jadinya kalau lembaga survey bertindak hanya atas dasar bayaran dan bermaksut menggiring opini publik. Sungguh ini sebuah pembodohan oleh lembaga survey politik terhadap masyarakat. Bahwa tak dapat disangkal saat ini telah terjadi perselingkuhan para akademisi dengan para politisi, pemilik modal dalam rangka kepentingan pribadi, kelompok yang sama sekali tidak mengatarkan rakyat pada kesejahteraan. Sehingga menjadi wajar ketika kita melihat makin bobroknya nilai-nilai pendidikan politik yang dipahami oleh warga Indonesia selama ini. Partisipasi politik yang rendah, angka golput tinggi, maraknya money politic, dan masyarakat yang sangat mudah untuk dimobilisasi dalam bilik suara ketika pemilu. Lembaga survey politik yang harusnya mampu memberikan pendidikan politikyang mencerdaskan justru malah ikut-ikutan berkontribusi terhadap bobroknya pendidikan politik bersama-sama dengan partai politik dan media massa. Entah mau kemana negeri ini ??

Dalam tulisan ini tentu penulis tidaklah bermaksut mengeneralisasi semua lembaga survey politik yang berprilaku seperti ini, diyakini bahwa masih ada lembaga survey politik yang betul-betul murni, independen dan mencerdaskan.

Hati-hatilah terhadap penggiringan opini yang menyesatkan..!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun