Masalah lain juga diungkapkan oleh Kossek & Lee (2022) yang mengungkapkan bahwa masalah yang terjadi pada perempuan di dunia pekerjaan mereka adalah perempuan dianggap tidak bisa memprioritaskan karir secara maksimal dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena Perempuan memiliki kewajiban untuk mengurus anak-anak mereka. Dalam dunia pekerjaan, Perempuan sering tidak bisa memberi waktu kerja tambahan atau mengikuti kegiatan tambahan di tempat kerja. Ini juga yang menjadi penyebab perempuan tidak bisa diletakkan di posisi atau jabatan yang tinggi meskipun memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki. Perempuan memiliki manajemen waktu dan skala prioritas yang dianggap lebih rumit dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi tersebut, dapat dilihat bahwa peran ganda (double burden) yang dialami oleh perempuan bisa memberikan dampak dan beban yang besar bagi perempuan. Dalam sebuah keluarga, diperlukan pembagian yang adil untuk peran tiap anggota keluarga. Tidak hanya pembagian tugas, tetapi juga pembagian hak yang sama serta berbagi rasa senasib dalam berkeluarga. Hal-hal ini akan menjadi dasar untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan di dalam rumah tangga. Keseteraan peran dalam rumah tangga memberikan dampak yang luar biasa dalam mewujudkan kesejahteraan hidup keluarga.
Aspek pertama yang rentan menjadi konflik adalah pembagian urusan pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan domestik seperti membersihkan rumah, memasak, dan merawat anak-anak seharusnya bukanlah tanggung jawab satu pihak, khususnya perempuan. Konsep tradisional yang memetakan pembagian peran antara laki-laki atau perempuan memang tidak bida dipertahankan. Urusan rumah tangga pada saat ini telah menjadi tugas bersama yang perlu disepakati oleh suami-istri. Dengan cara ini, beban pekerjaan rumah tangga dapat dibagi secara adil, memastikan bahwa tidak ada satu pihak yang terlalu dibebani.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zahra (2019), dimana di dalam penelitiannya dijelaskan bahwa kajian terkait feminism dan peran ganda pada perempuan ini telah menjadi pembahasan dari sejak lama. Di dalam penelitiannya dijelaskan bahwa dalam sebuah keluarga, perempuan muslim sebenarnya tidak dilarang untuk membantu mencari nafkah. Begitupun sebaliknya, pekerjaan rumah tangga bukanlah suatu pekerjaan yang dibebankan pada pihak perempuan saja. Namun, dalam pelaksanaannya tentu tetap harus memperhatikan kodrat laki-laki dan perempuan agar pekerjaan yang dilakukan tidak menjadi beban baru nantinya
Selain itu, kesetaraan peran rumah tangga juga melibatkan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan. Banyak sekali keputusan yang perlu dipertimbangkan dalam sebuah keluarga. Contohnya saja keputusan terkait keuangan, pendidikan anak, atau rencana masa depan harus diambil bersama-sama. Jika berkaca dari konsep tradisional, hal ini tentu saja akan menjadi Keputusan pihak laki-laki sebagai pemimpin keluarga tanpa pertimbangan pendapat anggota keluarga lainnya. Namun, alangkah baiknya pegambilan Keputusan dalam keluarga dilakukan dengan mendengar dan menghargai pandangan masing-masing anggota keluarga. Ini menciptakan lingkungan di mana setiap orang merasa didengar dan dihargai dalam proses pengambilan keputusan.
Hal ini juga dijelaskan dalam beberapa penelitian terkait pembagian dan implikasi kesetaraan peran dalam rumah tangga. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rahmawaty (2015) yang membahas tentang perlunya pembagian peran dan pemikiran yang setara antara laki-laki ataupun perempuan dalam sebuah keluarga untuk merealisasikan kesetaraan gender dan kesejahteraan keluarga. Perempuan juga memiliki kemampuan untuk meningkatkan potensi dan kemampuannya sama seperti laki-laki. Hal inilah yang menjadi pertimbangan dari pemberian kesempatan yang sama tersebut.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2011) yang mengungkapkan bahwa perempuan memiliki suara yang sama dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan dan peran perempuan yang masih perlu diberdayakan. Potensi yang dimiliki perempuan masih seingkali dipandang sebelah mata. Padahal, kemampuan perempuan untuk bersaing dan menajamkan pemikirannya sama saja tingkatnya dengan laki-laki. Pemberdayaan perempuan dilakukan agar perempuan bisa memiliki kesempatan untuk melakukan hal-hal tertentu yang bisa meningkatkan potensinya tersebut.
Selain itu, Rustina (2017) juga mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa dalam pembagian peran dan keputusan dalam keluarga tidak diperbolehkan untuk mendiskriminasi peran laki-laki ataupun perempuan. Dalam penelitiannya juga dijelaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peluang dan kemampuan yang sama dalam mengatur sebuah keputusan. Jika hal tersebut dilakukan, maka akan dihasilkanlah keputusan yang menguntungkan dan adil bagi seluruh pihak anggota keluarga.
Kesetaraan peran rumah tangga juga melibatkan dukungan emosional antara pasangan. Dalam melaksanakan peran gandanya, perempuan membutuhkan dukungan dari suami ataupun angggota keluarga lainnya agar tetap berada di keadaan stabil. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putrianti (2007) mengungkapkan bahwa peran ganda yang dilaksanakan perempuan akan berjalan lebih optimal jika mendapatkan dukungan dari suami. Dukungan suami yang diberikan dapat berupa pemberian kesempatan, dukungan emosional dan dukungan lainnya.
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lee, dkk (2018) yang mencari hubungan antara partisipasi suami dalam pekerjaan rumah tangga dengan tingkat pemikiran bunuh diri bagi Perempuan yang berperan ganda di Korea. Berdasarkan hasil penelitiannya, dijelaskan bahwa perempuan yang memiliki kecenderungan pemikiran untuk melakukan bunuh diri merupakan perempuan yang merasa kurang puas dengan partisipasi suami dalam pembagian pekerjaan rumah tangga mereka. Hal ini menjadi pemicu tingkat stress yang tinggi dan menganggap bunuh diri merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan stress yang mereka alami tersebut.
Salah satu strategi yang bisa dilakukan dalam meningkatkan kesetaraan peran rumah tangga adalah Work-Family Balance (Fadhila & Hairina, 2018). Kedua belah pihak harus siap memberikan dukungan moral dan emosional satu sama lain dalam menghadapi tantangan dan kesulitan hidup. Kehadiran dan penyusunan prioritas keluarga dapat membantu perempuan lebih aware dengan keadaan diri dan keluarganya. Komitmen di awal pernikahan untuk saling mendukung akan menciptakan ikatan emosional yang kuat, memperkuat fondasi rumah tangga.