Mohon tunggu...
Fadhlan Irham Rinaldi
Fadhlan Irham Rinaldi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Padjajaran

Mahasiswa Ilmu Politik yang gemar menulis dan mempelajari isu-isu nasional, politik, dan internasional.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Analisis Efektivitas Parliamentary Threshold di Indonesia dan Kaitannya Fungsi Partai Politik

26 April 2023   01:06 Diperbarui: 26 April 2023   01:10 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Partai politik akhir-akhir ini kembali menjadi sorotan hangat, bukan tanpa alasan, namun tandanya pemilu sudah dekat. Pemilihan Umum Serentak 2024 sudah didepan mata, ajang kontestasi demokrasi terbesar di Indonesia akan memperebutkan kursi parlemen (DPR dan DPRD), kursi DPD, Kepala Daerah, dan yang sangat prestis adalah Pemilihan Presiden. 

Ribuan kursi parlemen, ratusan kursi kepala daerah, dan satu kursi kepala negara tentu bisa menjadi alasan untuk menilai Pemilu 2024 menjadi salah satu pemilu yang worth to watch.

Political party is an autonomous group of citizens having the porpose of making nominations and contesting election in hope of gaining control over gavernmental power through the capture of public offices and the organization of the government (Huckshorn, 1984). 

Partai politik adalah satuan dari warga negara, yang memiliki tujuan untuk berpartisipasi dalam pemilu, mengawasi jalannya pemerintahan, dan merebut jabatan-jabatan publik yang ada dalam organisasi pemerintahan. Miriam Budiardjo mengatakan bahwa partai politik merupakan suatu kelompok yang anggota-anggotanya terkoordinasi dan terorganisir, memiliki ideologi dan nilai, serta memiliki cita-cita dan tujuan yang sama. 

Sedangkan menurut Giovani Sartori, partai politik adalah satuan atau kelompok yang mengikuti pemilihan umum dan mendapatkan jabatan politik melalui pemilihan umum.

Partai Politik di Indonesia
Indonesia memiliki sejarah yang panjang tentang partai politik. Dimulai dari masa penjajahan dengan lahirnya Indische Partij, kemudian berdirinya Masyumi, hingga pasca kemerdekaan yang melahirkan berbagai macam partai dengan beragam latar belakang dan ideologi. 

Partai politik di Indonesia mulai menunjukkan eksistensinya ketika Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat pada November 1945 yang menjadi tonggak awal kelahiran partai politik secara resmi di Indonesia. 

Pemilu 1955 atau pemilu pertama, diikuti oleh beragam partai, seperti PNI, NU, PKI, dan Masyumi. Sistem negara Indonesia pada saat itu yang bersifat parlementer mengakibatkan ketidakstabilan dan melatarbelakangi Presiden Soekarno menerbitkan Dekrit pada 1959. 

Setelah Dekrit Presiden dikeluarkan, peran partai politik menjadi dibatasi dan tersisa 3 ideologi, yang lebih familiar kita kenal dengan sebutan NASAKOM (Nasionalisme, Agama, Komunisme). 

NASAKOM akhirnya runtuh ketika G30S/PKI meledak dan mengakibatkan kejatuhan Soekarno. Setelahnya, pada zaman Orde Baru dikenal dengan kekuasaan Golongan Karya yang berlangsung selama berpuluh-puluh tahun. Reformasi 1998 menjadi titik balik demokrasi dan sistem politik di Indonesia, termasuk partai politik. Pemilu kembali dilaksanakan dengan sistem multi partai dan dimulainya penerapan parliamentary threshold pada Pemilu 2009.

Parliamentary Threshold dan Peran Parliamentary Threshold
Parliamentary threshold merupakan konsep yang tidak begitu populer di dunia, dengan hanya sekitar 53 negara di dunia yang menerapkan konsep parliamentary threshold atau ambang batas parlemen. Indonesia merupakan salah satu negara yang memakai konsep ini, dan bukan tanpa alasan. 

Bertambahnya jumlah partai politik di Indonesia yang beragam macam ideologi, aliran, dan tujuan mengakibatkan kondisi di parlemen cenderung tidak stabil, dengan masing-masing partai berlomba-lomba memenangkan tujuannya. 

Maka, sejatinya dibutuhkan suatu peraturan untuk meminimalisir dan mengantisipasi kegaduhan dan kericuhan yang mungkin terjadi. Sistem multi partai yang dianut Indonesia juga terkadang menjadi pisau bermata dua, baiknya dengan jumlah partai yang banyak bisa menghasilkan check and balances yang cukup seimbang dan memungkinkan masyarakat untuk memiliki pilihan yang variatif, namun, hal ini berpotensi menimbulkan instabilitas politik yang tinggi, khususnya di parlemen. 

Sistem ambang batas parlemen yang mengharuskan partai untuk memiliki minimal suara sekian persen agar dapat menduduki kursi di parlemen cukup menekan angka partai politik yang berkecimpung di parlemen, karena tidak semua partai memiliki cukup kuasa dan massa untuk dapat melewati presidential threshold. 

Dalam pelaksanannya, presidential threshold juga masih menuai banyak pro dan kontra, karena apakah konsep ini dapat mengurangi instabilitas politik dan mencegah kegaduhan? Atau justru dapat membatasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Yang pasti, presidential threshold diatur sedemikian rupa untuk menghasilkan stabilitas politik dan menyaring partai politik di Indonesia.

Parliamentary Threshold di Indonesia
Pemilihan umum sebagai ajang demokrasi terbesar tentu memiliki banyak dinamika didalamnya, termasuk penerapan parliamentary threshold yang pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009. 

Saat itu, Pasal 202 UU No.10 Tahun 2008 menyatakan bahwa partai politik peserta pemilu harus memenuhi sekurang-kurangnya 2,5 persen suara dari jumlah suara sah secara nasional agar dapat menduduki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Penolakan juga banyak terjadi pada penerapan parliamentary threshold pertama ini, sehingga diadakan judicial review oleh Mahkamah Konstitusi. Seiring berjalannya waktu, presidential threshold di Indonesia yang pada awalnya 2,5 persen suara dari jumlah suara sah secara nasional dinaikkan menjadi 3,5 persen suara dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu 2014. Kemudian, pada Pemilu 2019 kembali dinaikkan menjadi 4 persen suara dari jumlah suara sah secara nasional. 

Hasil dari parliamentary threshold adalah menurunnya jumlah partai politik yang memenuhi syarat threshold, dengan rincian Pemilu 2009 sebanyak 9 partai, Pemilu 2014 meningkat sebanyak 10 partai, dan Pemilu 2019 turun kembali menjadi 9 partai.

Penutup
Sejauh ini, penerapan parliamentary threshold sudah cukup menggambarkan tujuan yang ingin dicapai, yaitu penyederhanaaan sistem partai. Untuk meningkatkan efektivitas dan mencegah instabilitas, rasanya parliamentary threshold juga sudah tepat untuk diterapkan di Indonesia. 

Secara tidak langsung juga elektabilitas partai dalam pemilihan legislatif akan berpengaruh ke pemilihan presiden yang juga menggunakan threshold untuk dapat mencalonkan calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Menarik, dengan Pemilu 2024 yang sudah didepan mata, patut ditunggu bagaimana kiprah dari para elit politik untuk bisa meningkatkan elektabilitas partainya masing-masing dan memenangkan kursi di parlemen atau bahkan kursi Presiden. 

Koalisi-koalisi yang sudah mulai terbentuk, calon-calon Presiden yang sudah mulai dideklarasikan, menjadi sinyal bahwa para elit akan segera bertarung. Tak lupa, sistem parliamentary threshold juga dapat menjadi motivasi dan acuan bagi seluruh partai politik agar bisa memahami dan melaksanakan fungsi mereka, meningkatkan kinerja kader dan anggotanya, menekankan ideologi yang mereka punya, dan memperbaiki citra partai mereka untuk mendapatkan hati dan pilihan dari masyarakat. 

Selama penerapan parliamentary threshold tidak ditunggangi dan berjalan sebagaimana mestinya, seharusnya tujuan tujuan demokratis yang ingin dicapai di Indonesia, khususnya dalam Pemilihan Umum, akan terpenuhi.

Referensi

Budiardjo, M. (2003). Dasar-dasar Ilmu Politik.

Muamin M. S., & Sanusi, S. (2020). Implikasi ambang batas parliamentary threshold terhadap kursi parlemen. Hukum Responsif, 11(1).

Kadir, A.G. (2014). Dinamika Partai Politik di Indonesia. http://jurnal.unpad.ac.id/sosiohumaniora/article/viewFile/5724/3037

Firdaus, S.U. (2011). Relevansi Parliamentary Threshold terhadap Pelaksanaan Pemilu yang Demokratis. https://media.neliti.com/media/publications/111752-ID-relevansi-parliamentary-threshold-terhad.pdf

Al-Fatih, S. (2022). Hukum Pemilu Dan threshold. 

Supriyanto, D., & Mellaz, A. (2011). Ambang batas perwakilan: Pengaruh parliamentary threshold terhadap penyederhanaan sistem kepartaian Dan proposionalitas hasil pemilu.

Haris, S. (2020). Menuju Reformasi Partai Politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun