Mohon tunggu...
Fazlul Rahman
Fazlul Rahman Mohon Tunggu... -

progressive and moderate moslem

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Islam Oral, Islam Tulis, dan Selamat Datang Islam Digital

15 Maret 2015   13:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:38 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

The entrenchment of literacy in a society appears to result not only in new quantities, but new kinds of texts and new perceptions and uses of texts. these, in turn, change the way we understand the past and, therefore, ultimately the present. [William A. Graham, Beyond the Written Word: Oral aspects of scripture in the history of religion (Britain: Cambridge University Press, 1987), 17]

Kutipan argumen Graham di atas secara jelas ingin menunjukkan bahwa tulisan (baca: tradisi tulis) tidak hanya merubah jumlah, jenis, persepsi dan penggunaan teks tetapi juga berimbas pada pola fikir kita terhadap masa lalu dan masa sekarang.

Bagaimana bisa?

Graham menjelaskan bahwa budaya tulis tidak hanya merubah jumlah dan jenis informasi serta gagasan yang dikumpulkan oleh suatu peradaban, tetapi juga cara cerna dan penggunaan informasi tersebut. Hal ini jelas dari sejarah peradaban manusia, di mana ketika memori tidak lagi mampu menyimpan begitu banyak data peradaban yang ada, tulisan datang 'membereskan' hal tersebut dengan konsekuensi perubahan konsepsi  'masa lalu,' 'masa sekarang' dan 'individu' itu sendiri.

Pada sebuah masyarakat oral, suatu tradisi budaya ditransmisikan melalui pola interaksi face to face (tatap muka), sehingga segala perubahan yang terjadi dalam proses transmisi tersebut dapat diminimalisir. Sementara, pada masyarakat tulis, mereka tidak mampu melakukan pola transmisi kebudayaan dengan cara yang sama. mereka sangat bersandar dengan apa yang sudah terekam dan 'ditetapkan' oleh suatu teks tulisan. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa literasi telah merubah hubungan masyarakat dengan masa lalunya. Hal ini jelas dari perbedaan seorang pembaca (reader) dan seorang pendengar (listening audience).

Seorang pembaca, dalam proses mengolah informasi, akan merasakan dan menemukan hal yang berbeda dari seorang pendengar informasi yang sama. Contoh sederhananya, tentu reaksi Anda akan sangat berbeda ketika Anda mendapat surat dari orang terkasih Anda tentang suatu kabar dengan saat di mana Anda mendapat telepon dan mendegar langsung kabar tersebut dari suara (merdu) kekasih Anda.

Perubahan tradisi oral ke tradisi tulis, menurut Graham, tidak bergantung pada kemampuan mental (mental capacities) suatu masyarakat (baik oral maupun tulis). tetapi lebih kepada ketersediaan suatu teknologi baru yang membantu pengolahan informasi.

Dinamika perubahan tradisi oral ke tradisi tulis juga kita temukan dalam agama. Tentunya dengan berbagai implikasi yang lahir dari perubahan tersebut.

Dalam teologi Islam, agama oral merupakan tradisi asli agama Islam. Umat Islam tentu mengenal sejarah transmisi wahyu pertama kepada Nabi Muhammad dengan menggunakan medium oral. Bisa dibayangkan jika yang turun ketika itu adalah suatu tulisan, di mana saat itu Muhammad adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis, mungkin Islam tidak akan (jadi) ada di muka bumi ini.

Agama oral ini, atau Islam oral, dilanjutkan oleh para utusan mulai dari Adam a.s hingga Muhammad S.a.w. di mana firman-firman Allah ditransmisikan oleh para utusan kepada segenap umat manusia melalui lisan para Nabi-Nya.

'Islam oral' ini dalam sejarahnya perjalanannnya kemudian mulai sedikit bercampur dengan tradisi tulis ketika para sahabat mulai menuliskan firman-firman Allah di berbagai medium yang tersedia ketika itu. Hingga kemudian datang masa di mana, mau tidak mau, masyarakat saat itu (akhirnya) harus mulai serius menuliskan firman-firman Allah dan mengkodifikasikannya. Saat itulah mulai 'Islam tulis' muncul dalam sejarah peradaban umat Islam.

Implikasinya?

Apa yang disampaikan Graham di atas bahwa perubahan tradisi oral ke tradisi tulis tidak hanya merubah jumlah dan jenis informasi serta gagasan yang dikumpulkan oleh suatu peradaban, tetapi juga cara cerna dan penggunaan informasi tersebut, Hal ini juga berlaku pada agama. Dimana perubahan tradisi oral ke tradisi tulis merubah hubungan umat beragama dengan masa lalunya, merubah jumlah, jenis, serta cara cerna dan penggunaan informasi keagamaan.

Apa yang kita rasakan, sebagai masyarakat tulis, ketika membaca ayat-ayat suci Al-Quran tentu sangat berbeda dengan para sahabat terdahulu yang mendengar langsung dari mulut seorang Nabi Muhammad s.a.w. Kita mungkin tidak pernah mengerti, mengapa seorang Muhammad sampai bergetar, menggigil kedinginan, mendengar langsung kata "IQRA!" yang turun kepadanya melalui 'lisan' malaikat Jibril.

Perjalanan panjang masyarakat tulis dalam mengolah informasi keagamaan tentunya turut diikuti dengan panjangnya implikasi perubahan yang dirasakan di berbagai aspek (kebudayaan, keilmuan, ketuhanan, dll). Salah satu contohnya, bagaimana Roland Barthes menyimpulkan matinya seorang pengarang "The Death of the Author" ketika ia merasakan bahwa suatu ide/ informasi/ gagasan yang sudah tertuang dalam bentuk tulisan, pada akhirnya, akan terlepas dari pengarangnya. Dalam konteks kajian Kitab Suci, hal ini turut diamini oleh para 'hermeneut' yang memandang bahwa teks Kitab Suci yang sudah diolah dalam bentuk suatu penafsiran, maka teks Kitab Suci tersebut tidak lagi menjadi teks suci tetapi menjadi teks tafsir yang sangat lekat dengan penafsirnya tapi, di saat yang sama, justru terlepas dari Tuhan yang memfirmankan teks-teks suci tersebut.

Dalam prakteknya, Islam tulis tetap tidak dapat menggantikan Islam oral. Karena keduanya memiliki nilai tersendiri yang tak tergantikan. Hal ini jelas ketika fiqih Islam masih memegang teguh tradisi penyampaian khutbah Jumat melalui lisan para khatib. Di mana hal tersebut tidak akan tergantikan dengan ribuan lembaran buletin terbitan khusus hari Jumat. Yang lebih fundamental, mengucapkan secara lisan dua kalimat syahadat masih menjadi tolak ukur masuknya seseorang ke dalam agama Islam. bukan dengan menuliskannya.

Ketersediaan teknologi yang terus berinovasi menjadikan perjalan tradisi peradaban keislaman manusia masih akan terus berlanjut. 'Islam oral' dan 'Islam tulis' saat ini sedang menyambut 'Islam digital.' Tentunya hal ini akan memberikan berbagai implikasi yang tidak kita temui baik di Islam oral maupun di Islam tulis. So, welcome 'digital Islam' !

rahmanthougts.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun