Implikasinya?
Apa yang disampaikan Graham di atas bahwa perubahan tradisi oral ke tradisi tulis tidak hanya merubah jumlah dan jenis informasi serta gagasan yang dikumpulkan oleh suatu peradaban, tetapi juga cara cerna dan penggunaan informasi tersebut, Hal ini juga berlaku pada agama. Dimana perubahan tradisi oral ke tradisi tulis merubah hubungan umat beragama dengan masa lalunya, merubah jumlah, jenis, serta cara cerna dan penggunaan informasi keagamaan.
Apa yang kita rasakan, sebagai masyarakat tulis, ketika membaca ayat-ayat suci Al-Quran tentu sangat berbeda dengan para sahabat terdahulu yang mendengar langsung dari mulut seorang Nabi Muhammad s.a.w. Kita mungkin tidak pernah mengerti, mengapa seorang Muhammad sampai bergetar, menggigil kedinginan, mendengar langsung kata "IQRA!" yang turun kepadanya melalui 'lisan' malaikat Jibril.
Perjalanan panjang masyarakat tulis dalam mengolah informasi keagamaan tentunya turut diikuti dengan panjangnya implikasi perubahan yang dirasakan di berbagai aspek (kebudayaan, keilmuan, ketuhanan, dll). Salah satu contohnya, bagaimana Roland Barthes menyimpulkan matinya seorang pengarang "The Death of the Author" ketika ia merasakan bahwa suatu ide/ informasi/ gagasan yang sudah tertuang dalam bentuk tulisan, pada akhirnya, akan terlepas dari pengarangnya. Dalam konteks kajian Kitab Suci, hal ini turut diamini oleh para 'hermeneut' yang memandang bahwa teks Kitab Suci yang sudah diolah dalam bentuk suatu penafsiran, maka teks Kitab Suci tersebut tidak lagi menjadi teks suci tetapi menjadi teks tafsir yang sangat lekat dengan penafsirnya tapi, di saat yang sama, justru terlepas dari Tuhan yang memfirmankan teks-teks suci tersebut.
Dalam prakteknya, Islam tulis tetap tidak dapat menggantikan Islam oral. Karena keduanya memiliki nilai tersendiri yang tak tergantikan. Hal ini jelas ketika fiqih Islam masih memegang teguh tradisi penyampaian khutbah Jumat melalui lisan para khatib. Di mana hal tersebut tidak akan tergantikan dengan ribuan lembaran buletin terbitan khusus hari Jumat. Yang lebih fundamental, mengucapkan secara lisan dua kalimat syahadat masih menjadi tolak ukur masuknya seseorang ke dalam agama Islam. bukan dengan menuliskannya.
Ketersediaan teknologi yang terus berinovasi menjadikan perjalan tradisi peradaban keislaman manusia masih akan terus berlanjut. 'Islam oral' dan 'Islam tulis' saat ini sedang menyambut 'Islam digital.' Tentunya hal ini akan memberikan berbagai implikasi yang tidak kita temui baik di Islam oral maupun di Islam tulis. So, welcome 'digital Islam' !
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI