Mohon tunggu...
Fazlul Rahman
Fazlul Rahman Mohon Tunggu... -

progressive and moderate moslem

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

'Frozen/Fast-Religion' sebagai Alternatif Agama Masyarakat Modern

10 Maret 2015   13:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:53 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan-jalan ke beberapa supermarket di Colorado ini, atau (mungkin) di Amerika secara umum, memang menggiurkan. Di antara banyak hal menggiurkan, makanan siap saji merupakan hal  yang sangat menggiurkan bagi saya. Makanan siap saji, atau beberapa frozen food, yang tidak memerlukan proses yang rumit untuk dapat disantap, bagi beberapa orang memang merupakan pilihan terbaik untuk  disajikan dan dinikmati. Bagi saya pribadi, frozen food yang hanya perlu dioven/digoreng dalam beberapa menit merupakan pilihan yang terhindarkan. Tentunya dengan beragam alasan, yang paling utama, masih banyak hal yang harus dilakukan daripada harus gerabak-gerubuk di dapur untuk sekedar memenuhi hasrat perut, atau singkatnya sok sibuk lah.

Fast food sendiri hadir dengan segala kondisi ekonomi, budaya, sosial masyarakat yang ada saat itu. Smith (2006) dalam Encyclopedia of Junk Food and Fast Food menjelaskan bagaimana filosofi “Time is Money” Benjamin Franklin sedikit banyak mempengaruhi pola aktifitas konsumsi makanan masyarakat Amerika. Makan cepat menjadi kebiasaan baru dimana orang menganggap waktu adalah uang yang harus diusahakan semaksimal mungkin untuk bekerja. Proses penyajian makanan akhirnya dianggap hal yang tidak perlu memakan banyak waktu.

Selain itu, semakin tingginya tingkat ‘disposable income’ orang Amerika saat itu juga turut mempengaruhi munculnya fast food. Disposable sendiri merupakan ‘income remaining after deduction of taxes and other mandatory charges, available to be spent or saved as one wishes’ atau uang sisa di kantong dari penghasilan yang ada yang dapat digunakan semaunya. Dengan meningkatnya disposable income ini serta terjangkaunya harga fast food, membuat makanan siap saji menjadi pilihan cepat tepat.

Selain dua hal tersebut, tentunya masih banyak hal lain yang mendorong pertumbuhan fast food, seperti industry, marketing, advertising, dan lain-lain.

Sebagaimana banyak diketahui bahwa Fast Food identik dengan Junk Food (makanan sampah), yang berarti produk-produk komersil yang mengandung sedikit (atau bahkan tidak ada) nilai nutrisinya, tetapi mengandung banyak kalori, garam dan lemak. Walaupun tidak semua fast food adalah junk food.

Fast Food, masih menurut Smith, memiliki beberapa kriteria: enak rasanya, murah harganya, menarik kemasannya, dan mudah mendapatkannya. setelah semakin banyak riset serta kampanye meninggalkan junk food, banyak orang  saat ini mulai memilih untuk meninggalkan junk food dan beralih ke makanan sehat.

Lantas apa kaitannya dengan agama?

Menurut saya, frozen/fast-religion bisa menjadi alternative konsumsi agama saat ini. Agama yang sudah ‘dibekukan’ dan siap saji saat ini dibutuhkan untuk mengobati ‘kelaparan spiritualitas/keagamaan masyarakat modern yang serba ingin cepat (baca: instan).  Masyarakat saat ini butuh agama yang ‘enak,’ tidak perlu biaya mahal, dikemas menarik, dan gampang didapat.

Pola agama yang ‘tidak sesuasi dengan cita rasa’ masyarakat saat ini seringkali menjadi alasan untuk meninggalkannya. Lihat saja bagaimana anak muda yang akhirnya beralih ke berbagai kegiatan yang religious value free (tidak ada nilai agama),  karena agama tidak lagi ‘enak’ dikonsumsi oleh mereka.

Agama tidak perlu biaya mahal. Sesungguhnya dan memang seharusnya agama tidak perlu biaya. Tetapi kadang manusia komersil saat ini menjadikan agama menjadi komoditi tak tersentuh oleh kalangan tidak punya. Tarif ustadz kondang yang tinggi, pelatihan spiritual di gedung mewah, dll, secara tidak sadar memahalkan agama.

Agama butuh dikemas menarik dan mudah didapat. Frozen/fast-religion yang bisa mudah didapat dan dikonsumsi di mana saja, bisa menjadi alternative agama yang selama ini mengendap di ruang-ruang tradisional dan dalam bentuk-bentuk klasik tidak menarik.

Agama merupakana makanan yang sejatinya adalah kebutuhan pokok makhluk hidup. Seperti makanan yang tidak dapat berubah sendirinya menjadi sesuatu yang dikonsumi, begitu juga agama. Doktrin-doktrin spiritual keagamaan sejatinya hanyalah bahan mentah yang masih perlu diolah. Terserah bagaimana olahannya, yang terpenting tidak menghilangkan kandungan-kandungan nutrisi penting bagi tubuh dan ‘mengenyangkan.’

Frozen/fast food bisa menjadi alternative bagi kita, masyarakat (yang katanya) modern, sampai kita tahu bahwa yang original adalah yang terbaik. Begitu juga dengan frozen/fast religion.

rahmanthougts.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun