Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) adalah usaha produktif milik orang perorangandan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro Kecil Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. UMKM juga bermanfaat bagi perekonomian nasional yakni dapat membuka lapangan pekerjaan, menjadi penyumbang terbesar nilai produk domestik bruto, salah satu solusi efektif bagi permasalahan ekonomi masyarakat kelas menengah dan kecil.
Harga jual merupakan jumlah uang yang dibebankan oleh penjual sebagai kompensasi atas produk atau jasa yang ditawarkan kepada pembeli. Sebagian besar pelaku UMKM merasa kebingungan dalam menentukan harga yang tepat dan sesuai untuk produk yang dijual. Dalam ekonomi mikro terdapat ‘harga keseimbangan’ atau harga yang terbentuk pada titik pertemuan antara kurva penawaran dan permintaan. Harga produk dan layanan ini kemudian akan berdampak terhadap banyak atau sedikitnya jumlah konsumen.
Misalnya, saat menetapkan harga di atas rata-rata bukan berarti keuntungan yang lebih besar, karena lebih sedikit orang yang akan membeli produk karenanya harga produk harus sesuai dengan anggaran konsumen sesuai dengan target pasar yang telah ditentukan.
1. Berdasarkan Biaya produksi
Biaya Produksi meliputi beberapa komponen, termasuk bahan baku, tenaga kerja, biaya overhead pabrik, dan lain sebagainya. Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu biaya tetap (fixed costs) dan biaya variabel (variable costs). Â Biaya tetap meliputi biaya yang tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang diproduksi, seperti Biaya sewa pabrik, biaya asuransi, gaji staf administratif, dan biaya depresiasi mesin dan peralatan. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi oleh jumlah produk yang diproduksi, seperti biaya bahan baku, tenaga kerja langsung (upah pekerja produksi), dan beberapa biaya distribusi yang terkait langsung dengan jumlah produk yang diproduksi.
Contoh, jika pelaku UMKM ingin menjual tas sebanyak 1000 buah. Biaya tetap untuk pembuatan tas misalkan Rp 1.000.000. Sedangkan untuk rincian biaya variabel sebagai berikut.
Bahan baku = Rp 10.000 x 1000 buah = Rp 10.000.000
Tenaga kerja = Rp 2.000.000 x 2 org = Rp 4.000.000
Peralatan dan operasional = Rp 1.000.000
Setalah dilakukan perhitungan, total biaya produksi pembuatan tas sebanyak 1.000 buah adalah Rp 15.000.000. Langkah selanjutnya apabila telah diketahui total biaya produksi, pelaku UMKM dapat membagi total biaya produksi dengan jumlah produksi. Rp 15.000.000 : 1000 buah = Rp 15.000/pcs. Anda dapat menjadikan Rp 15.000 sebagai harga dasar untuk menentukan harga jual.
2. Menghitung keuntungan/laba
Berikutnya apabila sudah diketahui total biaya produksi, pelaku UMKM dapat menentukan berapa besar persentase keuntungan yang diinginkan, misal persentase sebesar 60%. Maka perhitungan harga jualnya dapat dihitung dengan cara,
Harga jual = Biaya produksi/unit + (Persentase x biaya produksi/unit)
Jadi, menurut perhitungan harga jual produk ditambah persentase laba yang telah ditentukan sebelumnya dapat dihitung sebagai berikut Rp 15.000 + (60 persen x Rp 15.000) = Rp 24.000 atau dibulatkan menjadi Rp 25.000 per tas. Sehingga Anda dapat menjual tas sebesar Rp 25.000 dan Anda sudah mengantongi keuntungan 60 persen atau sebesar Rp 9.000/tas.
3. Keystone Pricing
Keystone Pricing merupakan suatu metode penetapan harga di mana harga jual eceran suatu produk atau jasa ditetapkan dua kali lipat dari biaya produksinya. Contoh sederhana jika biaya produksi untuk membuat satu produk adalah Rp 50.000, dengan menggunakan keystone pricing Anda dapat menjual produk dengan harga Rp 100.000.
4. Break Even Pricing (BEP)
Cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan harga jual yakni dengan menggunakan metode break even pricing. Break even pricing merupakan titik di mana total keuntungan sama dengan total biaya produksi, sehingga tidak ada keuntungan atau kerugian yang dihasilkan. BEP dapat digunakan untuk mengukur tingkat risiko yang terlibat dalam operasi bisnis. Semakin rendah BEP, maka semakin rendah pula risiko yang dihadapi perusahaan. Misalnya, sebuah perusahaan manufaktur memiliki BEP sebesar 10.000 unit. Artinya, perusahaan tersebut harus menjual minimal 10.000 unit produk agar tidak mengalami kerugian. Jika perusahaan tersebut hanya menjual 9.000 unit produk, maka perusahaan tersebut akan mengalami kerugian.
5. Harga Pesaing atau kompetitor
Selain cara-cara diatas, ada cara yang mudah dalam menentukan harga jual produk, yaitu Anda hanya perlu mempertimbangkan harga pesaing dan kompetitor dalam menentukan harga jual produk agar tetap kompetitif dan dapat menarik konsumen. Sebagai contoh, jika kompetitor menjual tas dengan harga Rp 100.000/tas, maka Anda dapat menyesuaikan harga jual produk Anda dengan pelaku usaha lainnya. Anda dapat menjual dibawah harga kompetitor Rp 80.000 atau di atas harga jual kompetitor Rp 120.000.
Namun, pelaku usaha juga perlu mempertimbangkan biaya produksi dan keuntungan yang ingin didapatkan dalam menentukan harga jual produknya. Jika harga jual terlalu rendah, perusahaan mungkin tidak akan mendapatkan keuntungan yang diinginkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI