Pertemuan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) sebagai Pimpinan Kogasma Partai Demokrat dengan Presiden Jokowi yang juga kebetulan pada pilpres 2019 ini menjadi kandidat capres ini menuai banyak komentar dan rasa penasaran di berbagai kalangan.
Banyak yang menafsirkan bahwa pertemuan ini membahas tentang peluang Partai Demokrat akan berkoalisi dengan Koalisi Jokowi. Tetapi AHY sendiri pun mengatakan pertemuan tersebut hanya untuk menyambung silaturahmi dan membahas tentang bangsa Indonesia ke depan. Tetapi biasanya seperti yang sudah-sudah ketika dalam kondisi seperti ini partai yang menjalin komunikasi kepada kubu yang menang akan masuk ke dalam koalisi kubu yang menang tersebut.
Jika memang Partai Demokrat akan bergabung ke dalam koalisi pemerintahan Jokowi, lalu apakah yang dituju oleh Partai Demokrat? Nampaknya ini merupakan strategi untuk membuat personal branding AHY untuk maju ke kontestasi Pilpres 2024, asumsi ini semakin menguat di mana AHY menggunakan mobil dengan plat nomor B 2024 AHY menuju Istana Negara. Jika memang Partai Demokrat akan masuk ke dalam koalisi pemeritahan, Penulis berasumsi jika Partai Demokrat akan masuk ke koalisi pemerintahan akan memiliki resiko.
Tidak Berdampak Besar Coattail Effect
Partai Demokrat memiliki PR (Pekerjaan Rumah) besar dikarenakan perolehan suara dari tahun 2014 menurun derastis dari 20.85% (2009) Â lalu merosot tajam ke angka 10.19% (2014). Kini pada tahun 2019 menurut data berbagai survey perolehan suara Partai Demokrat kembali menurun di sekitaran angka 7-9 %.
Ini merupakan PR besar untuk pemilu di 2024, disatu sisi suara Partai harus ditingkatkan dan sambil dibarengi proses personal branding AHY sebagai capres. Ada risiko ketika Partai Demokrat akan memasuki koalisi pemerintahan tidak akan berdampak besar kepada perolehan suara kepada partai ini.
Ini dikarenakan partai koalisi pemerintahan tidak terlalu disorot oleh media ataupun menterinya sekalipun. Media lebih cenderung melakukan framing ketika kinerja pemerintah bagus maka yang akan disoroti kinerjanya adalah Presiden nya sebagai yang memimpin pemerintahan.
Berbeda dengan oposisi yang bisa menonjolkan sisi tokoh-tokoh partainya maupun kebijakan partainya. Media lebih tertarik melihat maneuver-manuver partai oposisi ketika membuat statement. Lihat saja dimana Gerindra dan PKS masa 2014-2019 yang konsisten sebagai oposisi yang keras mengkritisi pemerintahan.
Ini dibuktikan juga pada pemilu 2019 ini kedua partai tersebut memiliki tambahan electoral yang paling tebal. Terlebih juga jika merujuk pada hasil Quick Count jika Jokowi kembali menang maka ada selisih 40%an rakyat yang tidak memilih Jokowi, di mana itu adalah suara dari Prabowo-Sandi.Â
Angka tersebut sangat besar, di mana ada 40% lebih masyarakat yang ingin Presiden baru yang otomatis tidak puas dengan kinerja pemerintahan sebelumnya yang otomatis juga bahwa angka tersebut secara tidak langsung masyarakat yang mendukung pergerakan oposisi.
Partai Demokrat saat ini membutuhkan sebuah gebrakan baru yaitu positioning yang jelas.jika Partai Demokrat konsisten sebagai oposisi yang terus mengkritisi pemerintahan maka Demokrat bisa mengambil celah cerug dari suara 40%an itu. Maka dari itu Partai Demokrat juga harus meguatkan positioning sebagai oposisi dan dibarengi personal branding oleh AHY yang akan diusung untuk maju ke Pilpres 2024.
Kursi Menteri bukan Jaminan
Seperti yang sudah penulis singgung bahwa kinerja sebuah pemerintahan lebih disorot oleh media yaitu kinerja Presiden sebagai kepala pemerintahan. Kursi Menteri bukan jaminan bahwa seseorang itu akan menjadi tokoh yang kuat dan semkain di kenal rakyat.
Contoh saja dari beberapa menteri pemerintahan Jokowi yang menjadi caleg lalu gagal menuju Senayan. Seperti posisi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang satu Dapil dengan Hanif Dhakiri, PPP yakin bahwa kursinya kandas.
Begitu juga Hanif Dhakiri yang sebagai Menteri Ketenagakerjaan yang sampai tulisan ini ditulis belum ada kepastian dinyatakan lolos ke Senayan. Ini membuktikan langkah menjadi menteri bukan cara yang menjamin akan menjadikan sosok AHY akan menguat personal brandingnya
Oleh : Muhammad Farras Fadhilsyah
Mahasiswa Universitas Al-Azhar Indonesia
Pengamat Komunikasi Politik Muda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H