Di sebuah desa kecil yang terletak di tepi hutan, hidup seorang pemuda bernama Ardi. Ia dikenal sebagai seseorang yang pemalu dan lebih suka menghabiskan waktunya di hutan untuk merawat kebun kecilnya, daripada berinteraksi dengan orang lain. Ardi memiliki sebuah rahasia: setiap malam bulan purnama, ia pergi ke tepi danau yang tenang di hutan untuk menulis puisi dan melukis pemandangan yang dilihatnya di bawah cahaya bulan.
Suatu malam, saat bulan purnama bersinar dengan sangat cerah, Ardi pergi ke tepi danau seperti biasanya. Ia membawa serta buku catatan, pensil, dan cat untuk melukis. Namun, malam itu terasa berbeda. Ada sesuatu yang istimewa di udara, seolah bulan purnama memancarkan cahaya yang lebih lembut dan hangat dari biasanya.
Saat Ardi mulai melukis, ia mendengar suara lembut seperti bisikan angin yang datang dari arah danau. Ia menoleh dan melihat seorang gadis yang berdiri di tepi danau. Gadis itu mengenakan gaun putih yang melayang-layang dan rambutnya tergerai bebas. Wajahnya terlihat penuh kedamaian, seolah ia baru saja keluar dari sebuah dongeng.
Ardi, yang biasanya sangat berhati-hati dalam berinteraksi dengan orang asing, merasa penasaran namun juga cemas. Ia mendekati gadis itu dengan hati-hati. "Maafkan saya jika saya mengganggu," katanya, "siapa kamu?"
Gadis itu tersenyum lembut. "Aku Luna," katanya dengan suara seperti melodi, "dan aku sudah menunggu kamu."
Ardi terkejut. "Menunggu aku? Kenapa?"
Luna menjelaskan bahwa ia adalah roh pelindung danau, dan ia telah melihat karya-karya Ardi setiap malam purnama. Ia sangat terkesan dengan ketulusan dan keindahan dalam lukisan dan puisinya. Luna ingin memberikan hadiah sebagai bentuk terima kasih dan penghargaan.
Dengan gerakan lembut, Luna mengangkat tangannya dan sebuah bola cahaya muncul di udara. Bola cahaya itu perlahan-lahan mengembang menjadi sebuah lampion kecil yang bercahaya lembut. "Ini adalah lampion bulan," katanya. "Setiap kali kamu merasa kesulitan atau kehilangan arah, lampion ini akan membimbingmu."
Ardi menerima lampion dengan rasa syukur dan bertanya, "Bagaimana aku bisa membalas kebaikanmu?"
Luna tersenyum. "Cukup teruslah menciptakan keindahan dengan karyamu. Itu sudah lebih dari cukup."
Setelah memberikan lampion, Luna perlahan menghilang ke dalam kabut malam. Ardi kembali ke rumahnya dengan perasaan yang penuh rasa syukur dan keajaiban. Lampion bulan itu menjadi teman setia dalam setiap malam purnama berikutnya, dan cahaya lembutnya tidak hanya menerangi malam Ardi tetapi juga memberikan inspirasi yang baru.
Seiring berjalannya waktu, karya-karya Ardi semakin terkenal. Orang-orang dari desa dan sekitarnya datang untuk melihat lukisan-lukisannya yang indah dan membaca puisi-puisinya yang menyentuh hati. Mereka tidak pernah tahu tentang lampion bulan atau Luna, tetapi mereka merasakan keindahan dan kedamaian yang Ardi ciptakan.
Dan setiap malam bulan purnama, Ardi akan duduk di tepi danau, lampion bulan bersinar di sampingnya, mengenang pertemuan ajaibnya dengan Luna dan berterima kasih atas hadiah yang telah mengubah hidupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H