Mohon tunggu...
Nature

Fenomena di Balik Migrasi Ikan Sidat

15 Oktober 2018   14:28 Diperbarui: 15 Oktober 2018   14:49 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[Sumber: Cresci et. al., 2017]

Migrasi merupakan kegiatan yang tidak hanya dilakukan oleh manusia melainkan juga hewan. Migrasi dalam istilah perikanan disebut juga ruaya. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ruaya diartikan sebagai perpindahan bersama dari satu tempat ke tempat lain. 

Istilah tersebut biasa digunakan pada burung. Tujuan hewan melakukan migrasi untuk menunjang kehidupan mereka, biasanya beberapa spesies ikan bermigrasi untuk bereproduksi, mencari makanan, melindungi diri dari predator tertentu dan menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim.

Studi pertama yang dilakukan oleh peneliti tentang migrasi ikan terjadi kurang lebih seratus tahun yang lalu diperairan Lofoten. Perairan Lofoten banyak dijumpai ikan kod pada musim tertentu, nelayan menduga bahwa ikan tersebut berasal dari atlantik utara, namun belum ada bukti yang menunjukan pergerakan ikan tersebut. Sampai akhirnya pada tahun 1913 ditemukan metode tagging, dan pergerakan ikan kod pun mulai diketahui. Ternyata ikan kod tersebut bergerak dari Bear Island menuju perairan Lofoten untuk melakukan pemijahan.

Migrasi dibagi menjadi 3 yaitu berdasarkan pola pergerakan, waktu, dan salinitas. Migrasi berdasarkan pola pergerakan meliputi horizontal dan vertikal, migrasi berdasarkan waktu meliputi migrasi panjang dan pendek, dan migrasi berdasarkan salinitas meliputi katadromous, dan anadroumous. Hingga saat ini penelitian tentang migrasi ikan terus berkembang sampai saat ini yang populer dibicarakan yaitu ikan sidat.

Ikan sidat merupakan hewan laut yang tergolong kedalam Kelas Actinopterygii. Ikan ini  tergolong katadromus, ikan sidat akan berpindah dari airtawar menuju laut untuk melakukan pemijahan. 

Penelitian Matsui pada tahun 1993 menduga lokasi pemijahan ikan sidat berada pada kedalaman lebih dari 500 m, kemudian Leptocephalus (larva belut laut) akan menetas bergerak kearah permukaan dan mengalami metamorfosis menjadi glass ell yang ditandai dengan terbentuknya sirip, selanjutnya akan berenang mengikuti arah arus hingga mencapai air tawar. Lalu fenomena apa yang menarik dari proses migrasi ikan sidat?

Berdasarkan pemaparan info diatas bahwa sidat merupakan salah satu ikan yang melakukan migrasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dilakukan survey awal mengenai Ichtyoplankton  (telur dan larva ikan yang hidup sebagai plankton) dan percobaan di dalam laboratorium. 

Percobaan menunjukkan bahwa ikan sidat dapat tertarik pada bebauan terrestrial, salinitas yang rendah, dan temperatur yang lebih dingin dalam proses migrasinya. Namun setelah diteliti lebih lanjut, ketiga penanda ini tidaklah cukup dijadikan sebagai patokan bagi ikan sidat dalam menentukan arah dalam bermigrasi. 

Hal ini dikarenakan semua tanda tersebut sangat bergantung pada faktor alam seperti kondisi cuaca, lelehan gunung es, dan pola sirkulasi di laut yang dapat sewaktu-waktu berubah. Ikan sidat butuh suatu  penanda yang cukup stabil dan tidak berubah-rubah yang dapat digunakan sebagai acuan arah ketika bermigrasi.

Pada penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Cresci, pada tahun 2017, diduga bahwa ikan sidat dapat memanfaatkan medan magnetik yang dimiliki oleh bumi untuk digunakan sebagai acuan arah dalam bermigrasi.

 Beberapa hewan laut lainnya juga diketahui dapat menggunakan medan magnet bumi sebagai navigasi, contohnya Spiny Lobsters (Panulirus argus) yang diketahui dapat mendeteksi variasi magnetik di latitude dan longitude. Selain Spiny Lobsters, Caretta caretta dan Oncorhynchus nerka juga dapat menentukan arah dengan medan magnet untuk migrasi laut yang jauh dan menuju tempat untuk memijah.

Penelitian oleh Cresci, dilakukan dengan menggunakan objek sampel yaitu Anguilla sp. yang didapat dari perairan Norwegia dan diberikan dua kondisi penelitian yaitu in-situ dan di laboratorium. 

Pada kedua kondisi tersebut, ikan sidat pada fase larva atau dikenal dengan sebutan glass eel diletakkan pada sistem yang telah dibuat sedemikian rupa yaitu area sirkular dimana orientasi arahnya akan diamati. Pada kondisi in-situ, orientasi ikan sidat hanya akan memanfaatkan medan magnet yang dimiliki oleh bumi dan tidak diberikan perlakuan lain. 

Pada penelitian di laboratorium, medan magnet akan dimanipulasi dengan menempelkan medan magnet tambahan ke sistem sirkular. Simulasi medan magnet diberikan tanpa ada acuan lain untuk mempengaruhi orientasi arah ikan sidat. Data yang didapat akan menentukan apakah orientasi Anguilla sp. dipengaruhi oleh medan magnet dan siklus pasang surut.

 

[Sumber: Cresci et. al., 2017]
[Sumber: Cresci et. al., 2017]
 Figur 1.  Gambaran konstruksi alat yang digunakan dalam percobaan

Hasil yang didapatkan dari penelitian pada kondisi in-situ terhadap medan magnetik bumi adalah Anguilla sp. cenderung mengeksplor lingkungannya saja dengan bergerak kontinyu di pinggir area sirkular. Hal ini menimbulkan bias atau ketidakakuratan dalam pengamatan orientasi arahnya. Sedangkan hasil percobaan pada kondisi in-situ terhadap siklus pasang surut adalah Anguilla sp. tidak menunjukkan orientasi tertentu saat air pasang. Namun pada saat air surut, Anguilla sp. cenderung berorientasi ke arah Selatan. 

Pada percobaan kondisi di laboratorium, Anguilla sp. yang sama diletakkan pada tanki gelap dengan penambahan sistem medan magnet.  Arah utara pada medan magnet dibuat bermuara ke 4 arah berbeda pada masing-masing uji yang dilakukan. Arah pergerakan sidat dapat diamati dengan signifikan secara individu dengan hasil menunjukkan, 35 dari 49 Anguilla sp. dapat bergerak menuju arah Utara. 

Mayoritas Anguilla sp.  dapat bergerak menyesuaikan arah kutub utara pada medan magnet. Sedangkan pada uji terhadap siklus pasang surut air laut, Anguilla sp. hanya mengandalkan medan megnet sebagai acuan arahnya, dan hasil menunjukkan Anguilla sp. juga cenderung ke arah Selatan pada saat air surut. Sedangkan pada saat pasang cenderung berorientasi kearah utara.

Namun, apakah penyebab orientasi pergerakan dari Anguilla sp. ketika pasang dan surut ini cenderung mengarah pada suatu arah tertentu, seperti ketika surut cenderung mengarah ke Selatan pergerakannya?

Hal ini ternyata tidak saja disebabkan oleh kemampuan Anguilla sp. dalam mendeteksi medan magnet menggunakan magnetoreseptor yang ada di kepalanya, akan tetapi berhubungan dengan endogenous ryhtm. 

Pergerakan Anguilla sp. sesuai arah kompas ini dibantu dan diarahkan oleh suatu sistem regulasi yang mengatur arah pergerakan pada beberapa hewan migrasi. 

Setiap hewan yang melakukan migrasi, umumnya diketahui memiliki sistem ini yang disebut endogenous ryhtm. Penjelasan mengenai endogenous ryhtm adalah suatu sistem yang dimiliki oleh suatu makhluk hidup yang terjadi dan diatur hanya oleh dirinya sendiri tanpa bergantung kepada stimulus dari luar tubuhnya. 

Sistem ini dapat di stimulus oleh hormon, organ khusus, dan reseptor-reseptor lain yang bekerja secara spesifik terhadap suatu impuls yang terdapat hanya dalam tubuh hewan tertentu. Beberapa contoh endogenous rhythm dapat dilihat pada circadian ryhtm, siklus menstruasi, pengaturan suhu tubuh, dsb.

Ditulis oleh: Fadhilrahman Muhammad, Helma Namira, Nurma Tsabita Hanifah

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun