HKI sebagai kekayaan tidak berwujud melekat pada berbagai bentuk produk kreatif. Dalam hal ini, HKI berperan penting untuk memberi dan menjaga identitas, orisinalitas, dan kualitas dari produk kreatif. Inilah yang mengakibatkan HKI mampu memberikan nilai tambah bagi suatu produk kreatif.Â
Apabila dalam perkembangannya reputasi, kualitas, dan permintaan terhadap produk kreatif tersebut meningkat, maka nilai tambahnya akan turut meningkat. HKI yang dimaksud terdiri dari merek, indikasi geografis, hak cipta, desain industri, paten, rahasia dagang, desain tata letak sirkuit terpadu, dan varietas tanaman.
Komersialisasi dan Skema Pembiayaan Berbasis HKI
Setelah dilindungi sebagai objek HKI, produk kreatif perlu dikelola dan dikomersialisasikan. Upaya komersialisasi HKI tersebut dapat dilakukan sendiri oleh pemilik HKI atau bekerja sama dengan pihak lain dengan metode lisensi. Lisensi sebagaimana dimaksud ialah pemberian izin dari pemilik HKI kepada pihak lain untuk menggunakan HKI berdasarkan suatu perjanjian.Â
Dalam skema pengembangan bisnis lebih lanjut, komersialisasi HKI juga dapat menerapkan konsep waralaba atau yang dikenal juga dengan franchise. Secara sederhana, waralaba dapat dipahami sebagai gabungan dari dua unsur utama, yakni HKI dan sistem bisnis (Hariyani, dkk., 2018: 43). Sistem bisnis ini merujuk pada pengembangan usaha dengan pola kerja sama dengan dasar perjanjian waralaba.
Di sisi yang lain, pengelolaan dan komersialisasi produk kreatif idealnya juga didukung dengan adanya insentif berupa dukungan finansial melalui skema pembiayaan berbasis HKI. Dalam hal ini, yang menjadi objek jaminan adalah HKI.Â
Saat ini, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten telah memuat ketentuan mengenai hak cipta dan paten sebagai objek jaminan fidusia. Kemudian, Undang-undang Ekonomi Kreatif yang baru disahkan pada tanggal 26 September 2019 yang lalu juga telah memuat ketentuan yang mendorong terbentuknya skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual. Kendati demikian, lembaga keuangan masih sulit untuk menerima HKI sebagai objek jaminan.Â
Padahal, sertifikat HKI seyogyanya dapat menjadi objek jaminan, seperti sertifikat tanah misalnya. Inilah yang perlu didukung oleh Pemerintah, khususnya untuk meyakinkan lembaga keuangan dan mengeluarkan peraturan pelaksana yang mengatur HKI sebagai objek jaminan.
Kesimpulan
Pembangunan ekonomi Indonesia perlu dialihkan ke paradigma baru, paradigma ekonomi kreatif. Paradigma ekonomi kreatif mengandalkan kreativitas manusia sebagai sumber daya utamanya. Untuk itu, kreativitas ini perlu mendapat pelindungan sebagai objek HKI.Â
Setelah mendapat pelindungan, produk kreatif wajib dikelola dan dikomersialisasikan guna memberi manfaat yang berlipat bagi pemilik atau pencipta produk kreatif tersebut.Â