Mohon tunggu...
Fadhillah Putri Triana
Fadhillah Putri Triana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Saya mahasiswa aktif program studi Teknik Informatika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Memiliki motto untuk melakukan yang terbaik dan terus berkembang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mengukur Beban Mental di Sistem Informasi Kesehatan: Solusi dari Pupillometri

6 September 2024   13:12 Diperbarui: 6 September 2024   13:20 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengukur Beban Mental di Sistem Informasi Kesehatan: Solusi dari Pupillometri

Digitalisasi dalam dunia kesehatan berkembang pesat dengan adopsi berbagai sistem informasi kesehatan (HIS) yang semakin mendominasi lingkungan klinis. Namun, di balik berbagai manfaat yang ditawarkan oleh HIS, seperti efisiensi dalam pengelolaan data pasien, terdapat tantangan serius terkait beban mental yang ditimbulkan pada tenaga medis. Artikel yang ditulis oleh Kremer, Gehrmann, Rhrig, dan Breil (2023) dalam Applied Ergonomics berjudul "Investigation of eye movement measures of mental workload in healthcare: Can pupil dilations reflect fatigue or overload when it comes to health information system use?" memberikan perspektif menarik tentang bagaimana sistem HIS mempengaruhi beban kerja mental tenaga kesehatan. Penelitian ini mengeksplorasi metode yang dapat digunakan untuk mengukur beban kerja mental melalui pengukuran dilasi pupil, sebuah pendekatan inovatif yang relatif jarang diterapkan dalam konteks kesehatan.

Data yang disajikan oleh Kremer dkk. (2023) menyebutkan bahwa dalam kondisi klinis yang dinamis, penggunaan HIS sering kali menyebabkan peningkatan beban mental, yang berkontribusi pada penurunan kinerja. Menurut hasil survei dalam artikel ini, 67% partisipan perempuan dan rata-rata berusia 31,1 tahun, semuanya dengan pengalaman klinis atau pendidikan dalam informatika kesehatan. Beban mental ini, atau dikenal sebagai mental workload (MWL), dapat berdampak langsung pada keselamatan pasien melalui peningkatan kesalahan medis, yang tentunya menimbulkan risiko signifikan.

Pentingnya penelitian ini semakin relevan karena HIS semakin menjadi elemen integral dalam perawatan kesehatan modern. Beban mental yang tidak terdeteksi atau tidak terkelola dengan baik dapat menyebabkan kelelahan pada tenaga medis, yang pada akhirnya mengurangi kualitas layanan yang diberikan kepada pasien. Dengan demikian, penting untuk terus meneliti dan mengembangkan metode untuk memantau dan mengurangi beban kerja mental yang dihasilkan oleh HIS, seperti yang diusulkan oleh penulis artikel ini.

***

Penelitian yang dilakukan oleh Kremer dkk. (2023) mengungkapkan hasil yang signifikan tentang hubungan antara beban mental dan penggunaan HIS melalui pengukuran dilasi pupil. Dalam eksperimen yang melibatkan 49 partisipan, mereka dihadapkan pada serangkaian tugas sistem terkait dengan tingkat kesulitan yang meningkat, serta tugas n-back yang bertujuan untuk mengukur kinerja kognitif dan beban mental. Pengukuran dilasi pupil dan durasi fiksasi mata digunakan sebagai indikator beban mental objektif, sementara kuesioner Raw-TLX digunakan untuk mengukur persepsi subjektif partisipan terhadap tingkat beban kerja yang mereka alami.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat beban kerja meningkat seiring dengan peningkatan tingkat kesulitan tugas, sebagaimana tercermin dalam skor Raw-TLX yang signifikan (F (4.029, 185.330) = 44.044, p < 0.001). Pupil partisipan menunjukkan dilasi yang lebih besar pada tugas dengan beban mental tinggi, terutama pada tugas 3-back dan sistem HIS level 3 (deteksi anomali), yang menunjukkan bahwa metode ini efektif dalam mendeteksi kondisi kelebihan beban (overload) dan kelelahan (fatigue). Data pupillometri menunjukkan bahwa pupil mengalami dilasi hingga 0.749 mm pada tugas-tugas dengan tingkat kesulitan tertinggi, dibandingkan dengan hanya 0.356 mm pada tugas-tugas dasar. Performa juga menurun secara signifikan pada tingkat kesulitan tertinggi, dengan peningkatan jumlah kesalahan hingga rata-rata 10,77 kesalahan pada tugas 3-back dibandingkan dengan 2 kesalahan pada tugas 0-back.

Studi ini juga menyoroti kelemahan dari metode pengukuran beban kerja yang saat ini digunakan dalam sistem kesehatan, yang umumnya berbasis persepsi subjektif. Pengukuran subjektif sering kali tidak dapat secara akurat mengidentifikasi elemen spesifik yang menyebabkan peningkatan beban kerja, terutama dalam lingkungan klinis yang dinamis. Oleh karena itu, metode yang lebih objektif seperti pupillometri memiliki potensi besar untuk diimplementasikan dalam evaluasi beban kerja di lingkungan medis. Selain itu, penggunaan teknologi seperti eye-tracking dapat menawarkan pendekatan yang lebih fleksibel dan situasional, yang tidak mengganggu alur kerja klinis dan memberikan pengukuran yang lebih tepat dan real-time terhadap faktor penyebab beban kerja.

Namun, perlu dicatat bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan dalam validitas eksternal, terutama karena pengaturan eksperimental di laboratorium yang tidak sepenuhnya mencerminkan realitas klinis. Penulis merekomendasikan agar penelitian lebih lanjut dilakukan dengan simulasi yang lebih realistis dan partisipan yang memiliki pengalaman klinis lebih luas, serta dengan peningkatan fidelitas pada simulasi untuk menghasilkan hasil yang lebih akurat dan dapat diterapkan di dunia nyata.

***

Penelitian oleh Kremer dkk. (2023) memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman kita tentang pengukuran beban mental dalam konteks penggunaan HIS. Dengan menggunakan pupillometri sebagai alat untuk mengukur kelebihan beban dan kelelahan, studi ini membuka peluang baru untuk pendekatan pengelolaan beban kerja yang lebih objektif dan akurat. Data menunjukkan bahwa dilasi pupil mampu mencerminkan tingkat beban mental yang dialami oleh tenaga medis, terutama dalam tugas dengan tingkat kesulitan tinggi. Namun, hasil ini perlu divalidasi lebih lanjut dalam kondisi klinis nyata agar lebih relevan dengan praktik sehari-hari.

Penggunaan HIS yang meluas memerlukan perhatian khusus terkait dampak kognitifnya terhadap tenaga kesehatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa sistem informasi kesehatan berpotensi meningkatkan beban kerja secara signifikan, yang pada akhirnya dapat berdampak pada kualitas perawatan pasien. Oleh karena itu, penting bagi pengembang dan pengelola sistem kesehatan untuk mempertimbangkan aspek ergonomi kognitif dalam desain dan implementasi sistem ini.

Di masa depan, diharapkan penelitian lebih lanjut akan memberikan solusi praktis untuk mengurangi beban mental melalui desain sistem yang lebih user-friendly dan implementasi teknologi yang dapat memantau kondisi kognitif pengguna secara real-time. Pada akhirnya, peningkatan efisiensi dan keselamatan dalam lingkungan klinis dapat dicapai melalui kolaborasi antara teknologi dan ergonomi terapan.

***
Referensi Kremer, L., Gehrmann, J., Rhrig, R., & Breil, B. (2023). Investigation of eye movement measures of mental workload in healthcare: Can pupil dilations reflect fatigue or overload when it comes to health information system use? Applied Ergonomics, 114, 104150. https://doi.org/10.1016/j.apergo.2023.104150 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun