Kanjuruhan Berdarah : Kesalahan 6 Pihak Membuat 10 Efek Besar
Pekan kesebelas kompetisi tertinggi domestik di Indonesia menampilkan satu laga seru yang berlokasi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Laga tersebut adalah Arema Malang menjamu tim tamu Persebaya Surabaya. Hasil akhir dari laga tersebut adalah untuk kemenangan Persebaya dengan skor 3-2.
Namun, usai laga tersebut tersaji peristiwa besar yang bisa disebut sebagai Tragedi Kanjuruhan. Peristiwa tersebut terjadi karena gabungan kesalahan dari 5 pihak. Hal itu membuat 10 efek besar yang terjadi akibat peristiwa tersebut.
Pihak pertama yang melakukan kesalahan adalah Polisi yang melakukan penjagaan dan penertiban suporter yang melakukan anarkis melakukan pelanggaran SOP sesuai peraturan FIFA. Pelanggaraan nya adalah menembakkan gas air mata.
Walaupun menurut Kapolda Jawa Timur hal itu sudah sesuai prosedur, sayangnya hal itu tidak menurut peraturan FIFA. Dan hasilnya memang puncak banyaknya orang meninggal adalah akibat efek dari gas air mata yang ditembakkan.
Pihak kedua adalah Oknum Panitia Pelaksana tuan rumah yang memberikan kapasitas lebih dari 38 ribu orang menjadi 42 ribu orang.
Pihak ketiga hingga kelima adalah PT. LIB selaku pengelola liga, PSSI sebagai federasi sepakbola, dan Pemilik hak siar. Keputusan tetap menjadwalkan laga di pukul 20.00 WIB dengan alasan suporter tim tamu yang tidak bakal datang ke stadion, dianggap tak mungkin ada kericuhan karena isinya cuma suporter arema, pemain-ofisial arema dan pemain-ofisial persebaya.
Selain itu, pemilik hak siar memang biasa untuk menempatkan laga penting di jam segitu agar mendapatkan rating tinggi walau tak memperdulikan akibat lainnya termasuk yang terjadi di Kanjuruhan.
Pihak terakhir adalah oknum suporter Arema yang menjadi provokator dengan turun ke lapangan tepatnya ke arah pemain dan ofisial dengan alasan tak puas atas hasil pertandingan.
Kesalahan keenam pihak itu menyebabkan 10 efek besar yang terjadi akibatnya. Diantaranya adalah :