Fadhilatus Sholihah Ahfa
Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta
27adhilaa@gmail.com
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, angka balita gizi buruk dan stunting di Indonesia mencapai 27,67% atau setara dengan sekitar 1 anak dibawah 5 tahun dari 4 anak. atau lebih dari 8 juta anak mengalami kekurangan gizi dan stunting. Angka tersebut masih lebih tinggi dari standar yang ditetapkan WHO, yaitu angka stunting di suatu negara tidak boleh melebihi 20%. Oleh karena itu, Presiden Jokowi pernah menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan penurunan angka stunting hingga 14% pada tahun 2024. Tingginya angka stunting pada remaja  Indonesia menjadi perhatian utama pemerintah dan masyarakat.
Stunting adalah suatu kondisi di mana anak gagal tumbuh karena kekurangan gizi  jangka panjang, infeksi berulang, dan kurangnya stimulasi. Kondisi ini menyebabkan terhambatnya perkembangan otak serta tumbuh kembang anak sehingga mempengaruhi tingkat kecerdasannya.  Permasalahan stunting pada anak di Indonesia bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja namun juga menjadi tanggung jawab pemerintah. dari publik. Padahal, permasalahan keterlambatan tumbuh kembang pada anak tidak hanya menjadi tanggung jawab orang tua saja, namun juga  remaja.
Remaja berperan penting dalam mencegah stunting dengan memperbaiki pola makan dan gaya hidup sehat. Pakar gizi Rita Ramayulis mengatakan  stunting merupakan kondisi yang bersifat siklus. Remaja yang mengalami gizi buruk jika tidak segera diperbaiki maka akan menjadi ibu hamil yang mengalami gizi buruk. Ibu hamil yang kekurangan gizi akan melahirkan anak yang kekurangan gizi. Anak yang kekurangan gizi kemudian akan menjadi anak yang mengalami keterbelakangan mental. Oleh karena itu, remaja masa kini harus berperan penting dalam perubahan yang perlu mereka lakukan untuk dirinya sendiri.
BAGIAN
Stunting adalah suatu kondisi dimana bayi dianggap pendek atau kecil untuk usianya. Panjang atau tinggi badan lebih rendah dari standar pertumbuhan anak (Kementerian Kesehatan, 2018). Stunting  merupakan  kondisi  gagal  tumbuh  pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga  anak  lebih  pendek untuk usianya.  Kekurangan  gizi  terjadi  sejak  bayi  dalam  kandungan  dan  pada  masa  awal  kehidupan  setelah  lahir,  tetapi  baru  tampak  setelah  anak  bersusia 2 tahun (Izwardy, 2019).
Stunting pada anak-anak merupakan masalah kesehatan global yang ditandai dengan tidak tercapainya potensi perkembangan anak secara maksimal. Hal ini mempunyai konsekuensi serius bagi kelangsungan hidup anak-anak, perkembangan kognitif dan kesehatan jangka panjang. Stunting dipengaruhi oleh banyak faktor berbeda dan memerlukan pendekatan multifaset untuk mengatasi permasalahannya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan target global untuk mengurangi stunting, namun kemajuannya tidak merata di seluruh wilayah. Tindakan pencegahan, termasuk intervensi gizi, diperlukan, namun pendekatan multidisiplin diperlukan untuk mengatasi faktor-faktor penentu malnutrisi.
Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia merupakan salah satu negara ketiga dengan tingkat stunting tertinggi di Asia Tenggara (Kementerian Desa, Pembangunan dan Migrasi Daerah Tertinggal, 2017). Angka stunting di Indonesia menurut data Riskesdas 2018 untuk balita masih sebesar 30,8 % dan balita sebesar 29,9%. Sedangkan Jawa Timur memiliki angka penularan lebih tinggi dibandingkan angka nasional sebesar 32,81%. Di  kabupaten Blitar selama pendataan pada anak usia 0-5 tahun sepanjang bentang Februari sampai Agustus 2019 didapatkan data dari 55.885 hasilnya 18,06 % atau lebih dari 10.000 anak dinyatakan stunting (Alivia & Yuantoro, 2019).
Pengetahuan orang tua mengenai gejala, dampak dan pencegahan stunting dapat menentukan sikap dan perilaku mereka dalam menjaga kesehatan dan mencegah stunting, sehingga  dapat menurunkan angka gizi buruk dan stunting. Kajian Kusumawati dkk. (2015) menunjukkan bahwa pengetahuan ibu merupakan faktor risiko terjadinya stunting; Anak yang mengalami stunting sering kali terjadi pada ibu-ibu yang pengetahuannya kurang.
Ada banyak faktor yang menjelaskan tingginya angka stunting pada balita. Penyebab langsungnya adalah kekurangan pangan dan munculnya penyakit menular (UNICEF, 1990; Hoffman, 2000; Umeta, 2003). Stunting disebabkan oleh banyak faktor multidimensi, tidak hanya  gizi buruk pada ibu hamil dan anak kecil. Oleh karena itu, intervensi paling tegas untuk menurunkan angka stunting harus dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK)  anak di bawah 5 tahun. Faktor lainnya adalah kurangnya pengetahuan ibu, pola asuh yang buruk, kebersihan yang buruk, dan layanan kesehatan yang buruk (UNICEF, 1990). Selain itu, masyarakat masih belum menyadari bahwa anak pendek merupakan suatu permasalahan, karena anak pendek dianggap sebagai anak normal, bukan anak kurus yang memerlukan perawatan segera. Begitu pula dengan gizi ibu selama hamil, masyarakat masih belum menyadari pentingnya gizi selama hamil dalam memberikan kontribusi terhadap status gizi anak yang akan dilahirkannya di kemudian hari (Unicef Indonesia, 2013).
Stunting disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara pengaruh keluarga, lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya. Beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap keterlambatan perkembangan antara lain:
- Pola makan yang buruk, terutama pada masa kritis kehamilan dan masa bayi, dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan. Kekurangan zat gizi penting seperti protein, vitamin dan mineral dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan.
- Malnutrisi yang terjadi pada 4.444 Ibu yang mengalami malnutrisi lebih besar kemungkinannya untuk melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah dan mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami stunting. Malnutrisi ibu saat hamil juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin.
- Infeksi kronis atau berulang, seperti diare, infeksi pernafasan, dan parasit, dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan. Infeksi ini dapat menyebabkan penyerapan nutrisi yang buruk, peningkatan kebutuhan nutrisi, dan penurunan nafsu makan.
- Kurangnya air minum yang aman, sanitasi yang memadai, dan praktik kebersihan dapat meningkatkan risiko infeksi dan penyakit, yang pada gilirannya dapat berkontribusi terhadap lambatnya pertumbuhan.
- Terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan berkualitas, termasuk layanan pranatal, vaksinasi, dan pengobatan infeksi, dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan yang tepat.
- Stunting lebih sering terjadi pada rumah tangga berpendapatan rendah dan masyarakat dengan sumber daya terbatas. Kemiskinan dapat mempengaruhi akses terhadap makanan bergizi, layanan kesehatan dan fasilitas sanitasi, sehingga memperparah risiko stunting.
- Terbatasnya pengetahuan tentang gizi yang baik, praktik penitipan anak dan pentingnya tumbuh kembang anak usia dini dapat berkontribusi terhadap terjadinya stunting.
Penting untuk dicatat bahwa faktor-faktor ini sering berinteraksi dan memperkuat satu sama lain, sehingga menyebabkan risiko stunting lebih tinggi. Mengatasi stunting memerlukan pendekatan komprehensif yang mengatasi penyebab mendasar dan memberikan intervensi untuk meningkatkan gizi, layanan kesehatan, sanitasi dan pendidikan.
Upaya pencegahan stunting harus dimulai oleh ibu dari masa kehamilan terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan, salah satunya adalah dengan pengetahuan dan sikap ibu tentang pencegahan stunting. Penguatan intervensi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu tentang kesehatan dan gizi perlunya paket gizi (Pemberian Makanan Tambahan, Vit A. Tablet Tambah Darah) pada ibu hamil dan balita, memahami pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak (Kemenkeu, 2018)
Kemungkinan efek samping yang ditimbulkan akibat stunting dalam jangka pendek adalah gangguan perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Efek samping jangka panjang yang mungkin terjadi antara lain berkurangnya kemampuan kognitif dan prestasi akademis, berkurangnya kekebalan tubuh, membuat orang lebih rentan terhadap penyakit dan berisiko tinggi terkena diabetes, obesitas, penyakit kardiovaskular, dan  kanker, kanker, stroke, dan kecacatan pada lansia. Semua ini akan menurunkan kualitas sumber daya manusia, produktivitas, dan daya saing nasional Indonesia (Astarani, Idris, & Oktavia, 2020).
Berkurangnya kemampuan kognitif anak yang mengalami stunting pada dua tahun pertama kehidupannya cenderung memiliki IQ yang lebih rendah dibandingkan anak yang tidak mengalami stunting. Pertumbuhan yang melambat juga dapat menyebabkan terhambatnya proses berpikir dan memori, sehingga menyebabkan kurangnya keberhasilan akademis. Selain itu, pertumbuhan yang melambat yang terjadi pada awal kehidupan dapat menyebabkan kerusakan permanen. Temuan ini didukung oleh penelitian di Afrika yang menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami stunting sebelum usia dua tahun memiliki nilai tes kognitif yang jauh lebih rendah dibandingkan anak-anak yang tidak mengalami malnutrisi dini. Stunting juga dapat memprediksi hasil kognitif dan pendidikan yang lebih buruk pada masa kanak-kanak dan remaja.
SIMPULAN
Stunting pada anak-anak merupakan masalah kesehatan global yang ditandai dengan tidak tercapainya potensi perkembangan anak secara maksimal. Faktor yang menyebabkan stunting adalah gizi yang tidak memadai, malnutrisi pada ibu, infeksi dan penyakit, sanitasi yang buruk, layanan kesehatan yang tidak memadai, faktor kemiskinan dan sosial ekonomi, dan kurangnya pendidikan dan kesadaran. Upaya dalam pencegahan stunting harus dimulai oleh ibu dari masa kehamilan terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Dampak yang ditimbulkan stunting dibagi menjadi dua yaitu dampak jangka pendek dan jangka panjang, dampak panjang stunting menyebabkan berkurangnya kemampuan kognitif dan prestasi akademis.
DAFTAR PUSTAKA
Choliq, I., Nasrullah, D., & Mundakir, M. (2020). Pencegahan stunting di Medokan Semampir Surabaya melalui modifikasi makanan pada anak. Humanism: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1).
De Onis, M., & Branca, F. (2016). Childhood stunting: a global perspective. Maternal & child nutrition, 12, 12-26.
Erwina Sumartini, S. S. T., & Keb, M. (2020, April). Studi literatur: Dampak stunting terhadap kemampuan kognitif anak. In Jurnal Seminar Nasional (Vol. 2, No. 01, pp. 127-134).
Mitra, M. (2015). Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan). Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(6), 254-261.
Pratiwi, R. (2021). Dampak Status Gizi Pendek (Stunting) Terhadap Prestasi Belajar. Nursing Update: Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan P-Issn: 2085-5931 E-Issn: 2623-2871, 12(2), 11-23.
Rahmawati, A., Nurmawati, T., & Sari, L. P. (2019). Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Orang Tua tentang Stunting pada Balita. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 6(3), 389-395.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H