Indonesia siaga kebakaran. Asap masih menyerang warga. Kabut asap pekat terutama menyelimuti wilayah Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Kabut asap juga menyebar ke sejumlah daerah di sekitar enam provinsi tersebut (kompas).
Bukan hanya kebakaran hutan. Kebakaran lain juga terjadi.
Beberapa waktu lalu, sebuah gereja di bakar di Singkil, Aceh. Padahal masih belum kita lupakan kasus pembakaran mesjid di Tolikara, Papua.
Dengan cepat berita beredar via media internet. Para netizen dibanjiri berbagai informasi. Dari yang bersifat informatif hingga beragam informasi provokatif. Seorang netizen yang juga dosen disebuah institusi pendidikan dan terkenal aktif menyuarakan Islam Liberal dan Nusantara bahkan membuat postingan yang mengejutkan.
"SERAMBI MAKKAH MEMBAKAR GEREJA. ANEHNYA NEGARA DIAM
Di Serambi Makkah, barusan puluhan gereja ditutup, sebagian dibakar. Entah setan mana pelakunya. Yang pasti para tengku di sana. Saya tak tahu siapa yang menyulut dan memprovokasi. Bisa saja ormas keagamaan, agen Wahabi atau ormas penjual jasa sekuriti.
Tidak seperti Tolikara, saat masjid ikut terbakar, republik ini seakan membara. Kebakaran jenggot. Heboh seantero dunia. Sahutan-sahutan tokoh keras mengancam, meneror dan mengirim api perang di ruang publik.
Ya, seakan republik ini hanya milik umat Islam. Menteri agama, ustadz LHI teriak menyayangkan. Mensos lantang bicara. FPI yang biasa biang kerok itu meneror umat Kristen. Api perang dinyalakan. Genderang Perang Salib ditabuh keras. Itu karena sebuah masjid ikut terbakar. Tapi......
Republik ini diam 1000 basa. Negara membisu. Sunyi dan sepi bila gereja disegel atau dibakar. Bila wihara dibom. Bila candi, pura atau lithang ditutup. Hanya bila masjid dibakar "konstitusi" diteriakkan. Bukan pelanggaran konstitusi bila tempat ibadah non-muslim yang dihancurkan.
Arogansi umat Islam begitu nyata. Diskriminasi terang benderang. Negara tak hadir bila non-muslim terinjak dan tertindas. Konstitusi itu hanya milik umat Islam.
Bung Karno kepadamu saya mengadu. Bukankah engkau bicara keras:" Indonesia bukan untuk Islam. Bukan untuk Kristen. Bukan untuk Hindu, buddha. Indonesia satu untuk semuanya". Sayup-sayup suaramu hilang.
Aceh, apakah karena engkau berjuluk Serambi Makkah, akankah engkau akan ikut membakar gereja dan membantai nyawa-nyawa tak berdosa?!" (dikutip dari status public di sosial media)
Meskipun kemudian beberapa netizen lain membantah/mengkritik status bernuansa provokatif tersebut, dan pembuat status juga menyampaikan bahwa dirinya tidak berniat menyebar kebencian, hanya terpicu oleh emosi. Tapi tidak menghapus data bahwa memang ada nilai provokatif dari beberapa kelompok tertentu.
Netizen lain menjelaskan tentang kejadian yang sebenarnya bersumber dari rencana pembongkaran Sepuluh gereja yang tidak memiliki izin, namun Dua Gereja tetap dibiarkan beraktifitas karena dibutuhkan oleh warga, dengan kesepakatan agar segera mengurus izinnya.Â
Ada juga Netizen yang menambahkan bahwa berdasarkan informasi, kerusuhan itu diprovokasi oleh media dan pesan berantai dari pihak tak bertanggung jawab. Polisi sudah mengusut serta kabarnya menangkap sejumlah orang yang diduga provokator.
Sebagai orang Aceh (dan sama dengan banyak orang Aceh lain), kami terkejut dengan kejadian di Singkil. Meskipun memang ada konflik dalam masyarakat Singkil dgn komunitas pendatang, namun selama ini semua masalah masih dihadapi dalam koridor damai.
Aceh memiliki sejarah panjang dalam hal toleransi antar umat beragama. Sudah menjadi bagian dari pola budaya masyarakat Aceh untuk menjaga dan menghormati warga non muslim dan tempat ibadahnya. Gereja, vihara, kuil, yang semuanya rata-rata berada dalam lingkungan masyarakat muslim, dijaga dan dilindungi warga.
Hal yang sama juga berlaku timbal balik. Masyarakat non muslim di Aceh juga memiliki kepedulian dan merasa berkewajiban seperti yang lainnya untuk menjaga tempat ibadah muslim. Beberapa kejadian penangkapan oleh warga non muslim terhadap pelaku upaya tindakan kriminal terhadap tempat ibadah muslim menjadi salah satu kebanggaan dalam hal toleransi di Aceh. Hal senada juga pernah terjadi sebaliknya, ketika warga muslim menggagalkan upaya kriminal terhadap tempat ibadah non muslim.
Aceh bukan wilayah tanpa konflik. Seperti dimanapun, ada 'benturan' antar oknum, entah itu masalah suku atau agama. Namun selama ini semua masih dalam koridor wajar.
Yang menarik untuk dicermati adalah; di Aceh yang mayoritas Islam yang dibakar gereja, sedangkan di Papua yang mayoritas Kristen pembakaran terjadi terhadap mesjid. Seolah ingin membenturkan dua agama terbesar di Indonesia. Begitu juga reaksi media yang sangat cepat menyuarakan kejadian Singkil.
Dengan fakta bahwa Indonesia adalah negara berpopulasi muslim sangat besar, informasi mengenai konflik ini tentu akan menimbulkan riak yang besar dalam masyarakat.
Mencermati perkembangan via sosial media terlihat jelas ada akun-akun yang secara konstan memunculkan bentrokan. Membakar kembali komentar-komentar yang sudah mulai dingin. Membakar dengan status provokatif.Â
Pola yang semakin berkembang akhir-akhir ini.
Upaya provokatif, secara terbuka maupun terselubung. Entah itu membenturkan antara Islam dan Syi'ah. Atau propaganda Islam Liberal dan Islam Nusantara. Disisi lain ada tindakan fisik seperti pembakaran, serangan ke komunitas agama. Beberapa media abal-abal (dan bahkan kadang-kadang media utama) turut menghadirkan berita-berita yang seringnya justru tidak informatif namun cenderung membakar dan menimbulkan gesekan antar kelompok beragama atau suku.
Tak salah bila mulai terbentuk pemikiran bahwa ada gerakan sistematis yang berusaha mencegah Indonesia bersatu kembali. Tak salah juga bila ada yang mulai menyuarakan bahwa ada gerakan yang secara sangat metodis menghancurkan dasar toleransi di Indonesia, bahkan dengan menggunakan toleransi itu sendiri sebagai alatnya.
Sangat wajar, bila kita mulai berpikir, bahwa ini adalah realita. Sudah wajar untuk menduga bahwa bisa jadi ini adalah fakta, yang mungkin kita acuhkan selama ini, karena didoktrin bahwa semua itu hanya hoax. Ada gerakan yang memang ingin menghancurkan Indonesia. Gerakan yang memang membakar dan menghanguskan Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI