Mohon tunggu...
Fadhil Asqar
Fadhil Asqar Mohon Tunggu... profesional -

Ayah Rumah Tangga Penuh Waktu. Blogger, graphic designer, & penulis paruh waktu. Kadang-kadang jadi trainer, kalau ada waktu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerakan Bakar Indonesia

15 Oktober 2015   09:21 Diperbarui: 15 Oktober 2015   09:25 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Aceh, apakah karena engkau berjuluk Serambi Makkah, akankah engkau akan ikut membakar gereja dan membantai nyawa-nyawa tak berdosa?!" (dikutip dari status public di sosial media)

Meskipun kemudian beberapa netizen lain membantah/mengkritik status bernuansa provokatif tersebut, dan pembuat status juga menyampaikan bahwa dirinya tidak berniat menyebar kebencian, hanya terpicu oleh emosi. Tapi tidak menghapus data bahwa memang ada nilai provokatif dari beberapa kelompok tertentu.

Netizen lain menjelaskan tentang kejadian yang sebenarnya bersumber dari rencana pembongkaran Sepuluh gereja yang tidak memiliki izin, namun Dua Gereja tetap dibiarkan beraktifitas karena dibutuhkan oleh warga, dengan kesepakatan agar segera mengurus izinnya. 

Ada juga Netizen yang menambahkan bahwa berdasarkan informasi, kerusuhan itu diprovokasi oleh media dan pesan berantai dari pihak tak bertanggung jawab. Polisi sudah mengusut serta kabarnya menangkap sejumlah orang yang diduga provokator.

Sebagai orang Aceh (dan sama dengan banyak orang Aceh lain), kami terkejut dengan kejadian di Singkil. Meskipun memang ada konflik dalam masyarakat Singkil dgn komunitas pendatang, namun selama ini semua masalah masih dihadapi dalam koridor damai.

Aceh memiliki sejarah panjang dalam hal toleransi antar umat beragama. Sudah menjadi bagian dari pola budaya masyarakat Aceh untuk menjaga dan menghormati warga non muslim dan tempat ibadahnya. Gereja, vihara, kuil, yang semuanya rata-rata berada dalam lingkungan masyarakat muslim, dijaga dan dilindungi warga.

Hal yang sama juga berlaku timbal balik. Masyarakat non muslim di Aceh juga memiliki kepedulian dan merasa berkewajiban seperti yang lainnya untuk menjaga tempat ibadah muslim. Beberapa kejadian penangkapan oleh warga non muslim terhadap pelaku upaya tindakan kriminal terhadap tempat ibadah muslim menjadi salah satu kebanggaan dalam hal toleransi di Aceh. Hal senada juga pernah terjadi sebaliknya, ketika warga muslim menggagalkan upaya kriminal terhadap tempat ibadah non muslim.

Aceh bukan wilayah tanpa konflik. Seperti dimanapun, ada 'benturan' antar oknum, entah itu masalah suku atau agama. Namun selama ini semua masih dalam koridor wajar.

Yang menarik untuk dicermati adalah; di Aceh yang mayoritas Islam yang dibakar gereja, sedangkan di Papua yang mayoritas Kristen pembakaran terjadi terhadap mesjid. Seolah ingin membenturkan dua agama terbesar di Indonesia. Begitu juga reaksi media yang sangat cepat menyuarakan kejadian Singkil.

Dengan fakta bahwa Indonesia adalah negara berpopulasi muslim sangat besar, informasi mengenai konflik ini tentu akan menimbulkan riak yang besar dalam masyarakat.

Mencermati perkembangan via sosial media terlihat jelas ada akun-akun yang secara konstan memunculkan bentrokan. Membakar kembali komentar-komentar yang sudah mulai dingin. Membakar dengan status provokatif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun