Serba salah memang, antara impian, harapan dan kenyataan. Tapi begitulah. Ketika seorang teman meng-upload foto dua presiden berjalan di depan barisan prajurit negara kita. Satu berjas biru dengan gaya wibawa, satu lagi berjas hitam kemeja putih dan dasi merah, lalu bertanya "Yang mana presidenmu."
Saya tahu dia warga negara Indonesia seperti saya. Saya tahu dia mencintai Indonesia seperti saya. Seperti saya juga tahu dia menuliskan 'Erdogan' merujuk pada laki-laki berjas biru gelap itu sebagai presiden impiannya. Tapi saya takpunya pilihan. Tak peduli seperti apa saya bermimpi tentang wibawa, harga diri bangsa, kesejahteraan untuk rakyat kecil, mendamba bisnis dan ekonomi yang kuat, berusaha tetap sopan meskipun geram (bahkan warga keturunan cina lokal pun ada yang geram) melihat pekerja lokal dilangkahi pekerja impor. Tak perduli seberapa nelangsanya perasaan, saya tak punya pilihan, selain menunjuk laki-laki berjas hitam dengan kemeja putih dan dasi merah disampingnya, sambil berdoa, Tuhan masih menyediakan masa depan yang jauh lebih baik untuk bangsa ini.
"Itu, yang berjas hitam. Jokowi, presidenku."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H