Begitu dengan penerbitan pamflet-pamflet yang bersifat anti-komunis sementara penerbitannya dilarang karena pada saat itu banyak beredar di masyarakat tanpa jelas asal usulnya. Faktanya sejak awal pemerintahan orde lama, melalui doktrin nasakom, Sukarno sudah mulai terlihat melindungi PKI. Paham anti-komunis seolah mendoktrin pemikiran masyarakat terkait akan hadirnya peristiwa berdarah yang berasal dari kaum komunis. Berbagai sumber bacaan ikut berperan dan telah berhasil membuat masyarakat ketakutan bahanya dan ancaman komunisme.
Dikutip dari Buku Gestapu 65 beberapa percakapan yang mengatakan “adanya konfrontasi dijalankan TNI mungkin akan dapat menghancurkan strategi TNI sendiri, tetapi Pak Yani saat itu dapat menghentikan aksi tersebut dikarenakan Bung Karno yang memegang tanggung jawab terhadap aksi itu”. Beberapa operasi gestapu yang mungkin sudah direncanakan tanpa disadari melalui pidato nya dalam kutipan buku Gestapu 65 menurut Prof. Salim Said melalui pidatonya Bung Karno mengatakan yakni adanya anak-anak Revolusi yang tidak mampu bersikap royal terhadap kepemimpinan besar Revolusi, seolah perkataan tersebut merupakan kata serangan terhadap tentara tanpa menyindir dan menyebut nama. Dan koran Harian Rakjat, koran resmi milik PKI edisi keempat pada bulan September secara terang-terangan memberikan tuduhannya kepada para perwira Angkatan Darat bahwa mereka sudah merencanakan aksi “maling teriak maling” dengan artian memberikan tuduhan atau memfitnah PKI sedang merencanakan sebuah aksi kudeta.
Kutipan Buku Prof. Salim Salim yaitu pernyataan Anwar Sanusi sebagai tokoh penting PKI, beberapa hari sebelum terjadinya peristiwa Gestapu yang mengilustrasikan suasana sebelum peristiwa berdarah terjadi. Pernyataan Anwar Sanusi “Ibu pertiwi sudah hamil tua” perumpamaan tersebut artinya suatu hari nanti akan lahir suatu kekuatan baru melalui sebuah revolusi. Melalui pernyataan yang diutarakan tersebut setelah tanggal 1 Oktober dijadikan sebagai bukti bahwa Gestapu telah direncanakan sebelumnya oleh PKI. Meledaknya kekuatan besar tersebut dan malam peristiwa darah tersebut terjadi, sikap pemimpin revolusi sama sekali tidak berpihak serta tidak memikirkan Nasib Yani beserta teman teman yang telah ditangkap dan dibantai oleh kalangan kekuatan kiri TNI. Peristiwa tersebut mengakibatkan fatalnya perencanaan yang membuat aksi penangkapan dan pembunuhan di berbagai daerah yang dianggap sebagai anggota dari PKI.
Setelah peristiwa tersebut, Aidit ditangkap dan tewas dieksekusi pada 22 November 1965 di Boyolali. Sementara Sjam menghilang dan muncul setelah dua tahun peristiwa gestapu 65 dan pada akhirnya Sjam di penjara di LP Cipinang. Namun, hingga kini Sjam tetap sosok misterius karena kematiannya yang menjadi misteri sebab berita kematiannya tak pernah di beritahukan kepada keluarganya serta jasad dan penanda kubur nya tidak ditemukan. Demikian keterlibatan Sjam Kamaruzaman masih menjadi tanda tanya hingga saat ini karena perannya sebagai tentara.
Referensi
SAID, SALIM HAJI. (2015). GESTAPU 65 PKI, AIDIT, SUKARNO, DAN SOEHARTO. PT. Mizan Pustaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H