Oleh karena itu, pada peringatan Hari Tani Nasional Tahun 2022 ini SPI menuntut Menteri Pertanian RI untuk:
1. Perkuat Koperasi Petani dan Kelembagaan Petani lainnya untuk Kemajuan Pertanian dan Perdesaan.
2. Merevisi Permentan Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Kelembagaan Petani.
3. Menolak Food Estate dan Mendorong Kawasan Daulat Pangan yang berbasis Pertanian Keluarga Petani.
4. Menolak Rencana Penggunaan Benih/Bibit GMO di Indonesia.
5. Menggunakan Benih/Bibit Lokal yang dimuliakan dan ditangkar oleh petani.
Pihak Kementerian Pertanian RI tidak mengindahkan tuntutan ratusan massa aksi dari petani SPI pagi ini (27/09). Atas dasar itu SPI akan kembali menggelar aksi pada bulan Oktober 2022 dengan massa yang lebih banyak untuk mendesak Mentan merevisi Permentan tentang Kelembagaan Petani dan Menolak Benih/Bibit GMO.
Analisa Penulis dalam konteks Issue dan Krisis ManajemenÂ
Perkembangan IPTEK dalam bidang pangan dimungkinkan karena adanya pendidikan, penelitian dan pengembangan di bidang pertanian terutama dalam peningkatan produktivitas melalui rekayasa genetika (bioteknologi modern). Namun di sisi lain perkembangan tersebut dapat berdampak fatal. Dengan pesatnya pertumbuhan populasi dunia, sangat membutuhkan upaya peningkatan suplay pangan yang demikian besar pula. Salah satu alternatif upaya penyelesaian masalah pangan adalah dengan Genetically Modified Organism(GMO) atau teknologi transgenik (Matsui, Miyazaki, Kasamo, 1997). Tanaman dihasilkan melalui rekayasa genetika dengan memindahkan satu atau beberapa gen yang dikehendaki dari suatu sumber gen ke tanaman yang dikehendaki. Sumber gen di sini bisa berarti sesama tanaman satu famili atau beda famili bahkan bisa dari organisme lain misalnya gen bakteri.
Perkembangan GMO yang luar biasa di tiga tahun terakhir membawa khawatiran dan persepsi masyarakat umum. Pro dan kontra tanaman transgenik ini tidak hanya terjadi di luar negeri tetapi juga di Indonesia. Di Indonesia, meski tak sampai merusak areal tanaman petani, kalangan aktivis lingkungan dan petani protes keras akan keberadaan GMO. Ada alasan yang mendasar mengapa keberadaan tanaman transgenik menjadi pro dan kontra. Menyimak kontroversi mengenai GMO, bagi mereka yang memahami hakekat teknologi GMO beserta dampaknya, akan sangat mudah memahami kontroversi yang berkepenjangan ini tetapi bagi yang belum mengerti hal tesebut perlu adanya kajian yang lebih lanjut. Secara jujur dapat dikatakan pertentangan ini terjadi karena penguasaan GMO atau teknologi transgenik sendiri tidak dikuasai secara benar dan jernih karena lebih mengedepankan sifat apatisme.
SPI juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang terus mendorong pendekatan ketahanan pangan untuk mengatasi persoalan pangan dalam negeri dan ancaman krisis pangan yang mengintai. Hal ini dilihat dari upaya pemerintah untuk terus mendorong program seperti Food Estate sampai dengan pengembangan Genetic Modified Organism (GMO) di Indonesia.