Mohon tunggu...
Fadhilah A Sasongko
Fadhilah A Sasongko Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pemula yang sangat menyenangi kegiatan jurnalistik dan baru menyelam dalam dunia penyiaran. Doakan semoga sukses!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bahaya Predator Kampus, Mahasiswi Awas

11 November 2022   13:37 Diperbarui: 11 November 2022   13:40 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelecehan seksual merupakan suatu perbuatan merendahkan orang lain yang bersifat seksual dan melanggar kesusilaan. Pelecehan seksual sering terjadi di depan umum.

Kasus pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi marak bermunculan beberapa bulan terakhir. Banyak pihak menjadi dirugikan sebagai imbas dari kasus pelecehan seksual yang terjadi.

Pelecehan seksual merupakan bibit awal dari perilaku kekerasan seksual. Bibit-bibit tersebut harus ditebas dengan baik agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar.

Perempuan merupakan korban kekerasan seksual paling banyak di perguruan tinggi. Berdasarkan data CATAHU Komnas Perempuan 2022, tahun 2021 tercatat sebagai tahun dengan jumlah pelaporan kasus kekerasan tertinggi dibanding tahun 2020. Kasus kekerasan berbasis gender meningkat 50% dari tahun lalu.

Kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi Indonesia berikut yang memakan korban perempuan:
- Kasus Maria seorang mahasiswi UGM yang mengalami kekerasan seksual oleh dosen pada tahun 2015(Wijana, 2020)
- Kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswi Universitas Negeri Padang tahun 2019
- Kasus kekerasan seksual terhadap 2 mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
- Kasus kekerasan seksual berkedok bimbingan skripsi di UIN Sunan Kalijaga
- Kasus kekerasan seksual dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 2008 dan dosen ilmu budaya tahun 2013
- Kasus dosen Fisip Universitas Riau yang terjadi di akhir tahun 2021

Data tersebut merupakan fenomena gunung es. Fenomena gunung es memiliki arti kasus yang dilaporkan merupakan sedikit dari banyaknya kasus pecehan seksual yang sebenarnya terjadi.

Perguruan tinggi menempati urutan pertama dalam kasus kekerasan seksual selama tujuh tahun terakhir. Hal ini didukung secara fakta oleh kata kunci yang sempat populer dari beberapa media massa. Masyarakat rupanya turut berargumen mengenai hal tersebut dan membahas betapa pentingnya kesadaran moralitas seseorang untuk menciptakan lingkungan yang aman di lingkup pendidikan.

Pelecehan dan kekerasan seksual menimbulkan keresahan bagi para mahasiswi di lingkungan perkuliahan. Ketimpangan kekuasaan antara korban dan pelaku turut  menimbulkan trauma angkat bicara pada  korban.

Proses tindak lanjut kasus mengalami banyak kendala karena lemahnya penanganan kasus pelecehan maupun kekerasan seksual di perguruan tinggi. Relasi kuasa pelaku sampai minimnya akses terhadap pemulihan dan penanganan psikologis korban juga menjadi kendala.

Pelecehan  dan kekerasan seksual terjadi di perguruan tinggi tidak terlepas dari asumsi orang-orang sekitar. Mereka cenderung menjustifikasi korban tetapi memaklumi perbuatan pelaku. Hal ini mengakibatkan menurunnya kualitas kesehatan mental, fisik, serta akademik bagi mahasiswa atau korban yang bersangkutan.

Para korban pelecehan akan mengalami depresi, rasa malu,  hingga terganggunya kegiatan belajar di kampus. Pelaku pelecehan dan kekerasan seksual masih dapat hidup dengan normal tanpa ada rasa bersalah. Hal tersebut memungkinkan pelaku mengulangi kembali perbuatannya karena kurangnya efek jera.

Kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus terkesan ditutupi demi menjaga nama baik. Korban harus berani melaporkan tindakan pelecehan dan kekerasan seksual kepada pihak yang berwajib agar para pelaku diberi sangsi/hukuman atas perilaku tidak bermoral yang telah dilakukan.

Pasal 289 KUHP telah mengatur mengenai bagaimana konsekuensi hukum terhadap para pelaku pelecehan seksual.
Pasal tersebut disebutkan bahwa "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun."

Pelecehan seksual  tidak boleh dibiarkan begitu saja karena sangat berdampak bagi masa depan seseorang. Masing-masing individu perlu menyadari tindakan tidak bermoral tersebut dilarang dilakukan di semua tempat, tak terkecuali dalam lingkungan perguruan tinggi.

Perguruan tinggi turut serta harus menyediakan sarana prasarana bagi para korban pelecahan seksual, mengenai pengaduan dan pelaporan bagi korban.

 Korban harus mendapatkan perdampingan, perlindungan, dan Pemulihan dengan persetujuan korban .
Peran kampus perlu  tanggap dan cermat dalam menangani kasus kekerasan seksual ini. Perguruan tinggi yang gagal menangani kasus pelecehan seksual  ini dapat memperburuk  trauma korban.


* Kampus harus melakukan apa?

Tim khusus diperlukan untuk menangani kasus-kasus kekerasan seksual maupun bullying agar mahasiswa merasa aman dalam melakukan kegiatan belajar-mengajar di kampus.

Satgas harus memberikan respons yang maksimal terhadap laporan korban . Pihak kampus wajib mengayomi dan melindungi korban secara mental tanpa menyalahkan korban.

Korban sering merasa tidak nyaman untuk melaporkan hal tersebut karena institusi hanya mementingkan nama baik. Laporan dari para pihak korban sering kali berakhir damai. Pelaku masih bisa hidup dengan normal tanpa adanya rasa bersalah atas perbuatannya.

Perguruan tinggi harus tegas mengeluarkan peringatan mengenai tidak menoleransi adanya tidak pelecehan dan kekerasan seksual serta perlunya pemberian edukasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual saat pengenalan kehidupan kampus pada mahasiswa baru.


* PERMENDIKBUDRISTEK No. 30 Tahun 2021 sebagai Solusi

Permendikbud No. 30 Tahun 2021 adalah aturan mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Kebijakan ini merupakan  dukungan dari pemerintah untuk membantu menangani kasus kekerasan seksual yang marak terjadi dan lalai ditangani oleh pihak kampus.

Kemendikbudristek menyampaikan isi Permendikbud No. 30 Tahun 2021 mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik  mengembangkan kemampuan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian yang unggul, kecerdasan, dan akhlak mulia.
Hal tersebut  disampaikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim yang sejalan dengan tujuan pendidikan diatur dalam Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional.

Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 tentang PPKS merupakan satu Langkah pasti yang ditempuh oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mengurangi tingginya angka kekerasan seksual di ranah komunitas yang termasuk perguruan tinggi dengan menyediakan payung hukum yang sah sebagai regulasi penanganan kekerasan seksual.

Peraturan ini diharapkan mampu mengatasi pelecehan dan kekerasan seksual di dunia perkuliahan.


* Mengubah Persepsi Masyarakat

Korban selalu menjadi yang pertama dan paling besar  dalam urusan rugi-merugi. Entah dalam kerugian jangka pendek ataupun kerugian jangka panjang.

Peran masyarakat sebagai penyokong korban dan mencegah terjadinya korban-korban lain pun turut dipertanyakan. Mengapa dalam lingkungan yang dewasa ini masih bahkan bertambah tindak-tanduk pelecehan seksual yang berujung dengan kasus kekerasan seksual?

Dari tahun ke tahun, angka kasus kekerasan seksual semakin meningkat, hal ini tentu perlu diwaspadai mengingat kekerasan seksual dapat pula mengancam kehidupan dan nyawa seseorang.

Beberapa masyarakat bahkan masih menganggap bahwa korban merupakan sumber dari kejadian tidak bermoral tersebut terlaksana dengan atau tanpa rencana pelaku. Korban merupakan kunci dari semua hal, begitulah persepsi masyarakat yang masih saja menyalahkan korban. Dengan demikian, terlihatlah jelas alasan kuat atas perilaku angkat bicara korban yang sering dipertanyakan oleh banyak pihak dengan runtutan pertanyaan seperti, "Kenapa baru bilang sekarang?" dan sebagainya.

Masyarakat tentu harus memberi sangsi sosial yang memberi efek jera bagi para pelaku. Tidak hanya itu, perilaku mencegah kejahatan pelecehan dan kekerasan seksual dapat dilakukan dengan tidak lagi menormalisasikan tindakan cat calling (panggil-panggilan asing bagi pejalan kaki perempuan dengan maksud mencari atau mengalihkan perhatian) dan tindakan-tindakan pelecehan lainnya.

Teguran keras perlu didengungkan, agar berseru satu menebas pelecehan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun