Mohon tunggu...
Azkiyadza
Azkiyadza Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Menyukai membaca karya fiksi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Kurikulum Tanpa Diskriminasi Gender Indonesia

20 Desember 2024   00:50 Diperbarui: 20 Desember 2024   08:42 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bandung-Kesetaraan gender di Indonesia mesti mengalami perkembangan yang masih menghadapi tantangan besar terutama di sektor pendidikan. Stereotip gender dan ketimpangan akses seperti yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (2021) menunjukkan perempuan masih terhambat di bidang pendidikan tinggi terutama di bidang sains dan teknologi. Hal ini menuntut perubahan kurikulum pendidikan agar inklusif dan bebas dari diskriminasi gender.

Pembaruan kurikulum pendidikan yang inklusif dan bebas diskriminasi gender merupakan langkah penting untuk mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia. Kurikulum ini dapat menumbuhkan kesadaran tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sejak dini, serta mematahkan stereotip yang membatasi peran mereka. Pendidikan yang berfokus pada kesetaraan memberikan peluang setara bagi perempuan untuk berkarir di bidang sains, teknologi, dan kepemimpinan serta membuka kesempatan bagi laki-laki untuk lebih terbuka terhadap peran inklusif dalam keluarga dan masyarakat.

Menurut Dr. Linda Dwi Eriyanti Ketua Pusat Studi Gender Universitas Jember, revisi kurikulum adalah langkah strategis dalam memastikan pendidikan responsif terhadap kesetaraan gender. Pelatihan untuk pendidik, fasilitas yang adil, serta afirmasi bagi perempuan di bidang tertentu seperti teknologi menjadi kunci untuk menciptakan akses yang lebih setara.

Dalam pendidikan Indonesia kesetaraan gender terlihat dalam perbedaan akses, partisipasi, dan representasi perempuan terutama di bidang teknologi dan sains. Meskipun terdapat kemajuan, kesenjangan masih ada dalam hal kesempatan bagi perempuan untuk berpartisipasi secara maksimal, baik dalam pembelajaran maupun karir di sektor ini. Kesetaraan gender dalam pendidikan di Indonesia memerlukan upaya terstruktur seperti revisi kurikulum inklusif, kebijakan afirmasi, dan pelatihan bagi pendidik untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil dan mendukung perkembangan potensi siswa tanpa diskriminasi. Dukungan dari pemerintah dan masyarakat juga sangat penting untuk mengubah persepsi sosial mengenai peran gender, serta memastikan bahwa semua yang terlepas dari jenis kelamin dapat mengakses dan memanfaatkan peluang pendidikan secara setara.

Menurut Simone de Beauvoir, masyarakat patriarki menempatkan perempuan sebagai "yang lain" menciptakan stereotip dan bias gender yang menghambat perkembangan perempuan dalam pendidikan. Ketidaksetaraan ini mencerminkan sistem sosial yang mendukung dominasi laki-laki.

Pentingnya menghapus dominasi patriarki dan menciptakan pemerataan akses serta peluang sangat relevan dalam menciptakan pendidikan yang lebih inklusif. Pendidikan responsif gender tidak hanya membuka peluang yang setara melalui revisi kurikulum pendidikan tetapi juga menciptakan sistem pendidikan yang berperan sebagai motor transformasi sosial, mendorong perubahan pola pikir masyarakat, dan memperkuat kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender. Dengan adanya pendidikan yang responsif gender, generasi muda dapat didorong untuk menciptakan masa depan yang adil dan lebih setara di mana setiap individu tanpa memandang jenis kelamin dapat mengakses peluang yang sama untuk berkembang, berinovasi, dan berkontribusi pada kemajuan sosial dan ekonomi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun