Mohon tunggu...
Achmad Fadel
Achmad Fadel Mohon Tunggu... Penulis - ❤️

Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir di The Islamic College Sadra Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kritik terhadap Agnostisisme

12 Juni 2019   21:32 Diperbarui: 12 Juni 2019   21:41 2677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena sebelum melakukan penyimpulan itu sebenarnya kita meyakini ada salah satu di antaranya agama yang benar. Berarti di sini sudah diyakini ada agama yang berasal dari-Nya meskipun belum diketahui. Ini sudah pembahasan lain, seseorang harus mengkaji agama dan terbuka dengam agama lain.

Ketiga, manusia sebagai makhluk tidak mampu berhubungan dengan pencipta, kata agnostik. Alasannya karena manusia itu lemah dan terbatas tidak mampu mencapai yang sempurna dan tak terbatas.

Benar hakikat ketuhanan tidak mungkin dicapai oleh siapapun, tapi kesempurnaan dan kehendak yang Maha Sempurna mampu memberikan Ilmu-Nya dan mencahayai seorang manusia yang memiliki maqam atau tingkatan yang dekat dengan Tuhan. Lagi pula dalam beberapa ajaran agama Tuhan memerantarai kesempurnaan-Nya dengan Jibril (Gabriel) untuk menyampaikan wahyu-Nya.

Keempat, masalah keadilan Tuhan. Beberapa orang menjadi agnostik karena menganggap Tuhan itu kejam dan immoral. Lihat saja keburukan itu, seperti mati, miskin, pencurian, sakit, dusta, dan lain-lain. Dari mana datangnya kalau bukan Tuhan.

Di sini agnostik menganggap kita berleha-leha saja tak usah memeluk agama. Tentu berleha-leha itu tidak baik, dalam urusan mencari kekayaan ataupun tujuan yang asli kita. Harus dicapai, sebagaimana keinginan manusia untuk abadi dan bahagia, maka pastilah manusia mampu mencapai kebahagiaan abadi itu.

Bila tidak sia-sia betul hidup ini yang diakhiri dengan kematian yang ketiadaan mutlak, tapi ini mustahil baik itu secara rasional maupun moral.

Masalah esensi moralitas di realitas ini adalah seperti cahaya, yang mana keburukan adalah sesuatu yang tidak dicipta atau tidak disinari oleh cahaya kesempurnaan, kebaikan, kekayaan, ataupun kehidupan. Tapi tak ada satupun yang tak disinari meskipun itu redup.

Agnostik tak mampu membedakan mana gelap mana terang, dan mana ada dan tiada.

Sekiranya agnostik mampu mengetahui bahwa kemiskinan adalah kurangnya kekayaan, Sakit adalah kurangnya sehat, keburukan adalah kurangnya cahaya kebaikan yang didapat karena kejauhan maqamnya, maka ia akan menganut suatu agama (benar) dan terus menjalaninya tanpa lelah karena yakin dan semangat menuju kesempurnaan serta keadilan Tuhan dan keadilan sistem alam semesta yang tegak di realitas ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun