Tadi pada permasalahan keberadaan Tuhan yang sudah diterima oleh agnostik dan tidak perlu lagi dibuktikan di sini.
Sekarang setelah Tuhan dipercayai keberadaannya sebagai pencipta segala sesuatu yang ada di alam semesta ini (termasuk agama-agama itu, meskipun dengan perantara manusia) kita pasti mengetahui bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan memiliki semua sifat kesempurnaan yang diciptakannya seperti Maha Bijaksana dan Maha Adil.
Sebagaimana kita ketahui perbuatan kebijaksanaan dan keadilan itu tidak mungkin mengadakan dirinya sendiri. Tapi diberikan oleh yang memiliki kebijaksanaan dan keadilan meskipun melalui perantara-perantara.
Kalau Tuhan itu bijaksana apakah makhluk-makhluk cipataannya itu ada tanpa memiliki tujuan? Tentu memiliki tujuan, tapi tujuannya apa? Apakah tujuannya bersifat sempurna dan abadi atau yang rendah dan mudah hancur? Tentu yang sempurna dan abadi. Sampai sini kita sepakat.
Lalu, apakah Tuhan yang Maha Bijaksana dan Maha Tahu itu tidak menyiapkan kesempurnaan yang akan dicapai manusia itu? Pasti Dia menyiapkannya. Kemudian, kalau tujuan dari manusia telah ada, apakah manusia mengetahui semua cara-cara mencapai tujuan itu?
Manusia sejak lahir tidak mengetahui apa-apa. Setelah ia sadar dan mengindrai alam sekitarnya baru ia mengetahui. Tapi yang ia bisa ketahui sekadar mencapai tujuan di alam dunia yang ia lihat. Indranya dan akalnya tidak sanggup menentukan cara-cara yang pasti mencapai tujuan asli (hakiki) manusia kesempurnaan dan keabadian.
Manusia bisa mengetahui Tuhan ada dalam kajian metafisika atau teologi. Tapi manusia dengan akalnya yang independen bisa mengaktualkan (mewujudkan) potensi dan kecenderungan sisi manusiawi manusia.
Untuk melakukan penyempurnaan itu pastilah Tuhan yang Maha Bijaksana mengirim suatu praktik dan cara menyempurna (mencapai tujuannya) bagi manusia. Karena Ajaran itu untuk manusia maka haruslah melalui manusia, itulah Nabi.
Dengan demikian, Memercayai Tuhan, Konsekuensinya Memercayai Nabi dan Wahyunya, lalu Memercayai Agama itu sendiri
Kedua, alasan agnostik selanjutnya disebabkan banyaknya agama di dunia. Membuat kita sulit menentukan agama mana yang pantas untuk dianut.
Masalah kepantasan atau tidak di sini kita tidak bisa menyimpulkan bahwa tidak perlu memeluk salah satu dari sekian banyak agama.