Mohon tunggu...
Fadhila azzahraSalsabila
Fadhila azzahraSalsabila Mohon Tunggu... Relawan - pelajar/mahasiswa

saya seorang mahasiswa ilmu komunikasi universitas muhammadiyah malang. saya mahasiswa yang cukup aktif, adaptif dan komunikatif

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hunian Darurat sebagai Upaya Mengurangi Kekerasan Seksual di Lokasi Bencana

21 Juni 2023   23:52 Diperbarui: 22 Juni 2023   00:02 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hunian Darurat Sebagai Upaya Mengurangi Kekerasan Seksual di Lokasi Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 Tahun 2007). Bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, dan gunung meletus membuat warga yang terdampak kehilangan tempat tinggalnya, sehingga diadakan nya pengungsian yang bersifat massal. Sedangkan dari beberapa kasus, pengungsian massal justru menimbulkan masalah bagi masyarakat, seperti hilangnya privasi para warga, kurangnya fasilitas dapur dan air bersih, fasilitas listrik yang terbatas, kesiapan bantuan medis yang kurang cepat, bantuan logistik yang lambat, adanya rasa trauma, dan mulai munculnya penyakit dengan kemungkinan penularan yang sangat cepat. Ditambah, masyarakat yang menginginkan diungsikan tidak jauh dari lokasi tempat tinggalnya, sebab adanya nilai kedekatan emosional, sosial, dan budaya yang sangat kuat terhadap lingkungan tempat tinggalnya (Ivan, 22).

 Hunian massal yang bersifat sementara terbagi menjadi hunian mandiri dan komunal. Terdapat beberapa lembaga membangun hunian yang bersifat komunal  dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi pengungsi secara cepat dan dalam jumlah yang banyak. para penyedia bantuan terkadang hanya memikirkan tuntutan untuk cepat, sehingga tidak memikirkan gagasan atau pemikiran, bahwa apa yang mereka bangun sudah baik untuk penyintas. Hunian yang bersifat komunal justru tidak menyelesaikan masalah karena dibutuhkan kemampuan untuk beradaptasi yang tinggi. Misalnya, sebelum bencana terjadi, para warga yang terdampak tinggal di rumah mereka sendiri. Namun, Setelah bencana mereka harus tinggal di pengungsian dan berjuang untuk menyesuaikan diri. Dari sinilah mulai muncul permasalahan seperti, pelecehan seksual, pernikahan usia dini, kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, dan kekerasan terhadap anak.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan kekerasan/pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga setelah kejadian bencana alam. Kondisi huntara komunal, dan juga tekanan  ekonomi yang menderita membuat para penyintas mengalami stres dan semakin menderita. Situasi dan kondisi yang tidak nyaman membuat peluang timbulnya berbagai tindakan kekerasan, tentu saja dengan perempuan dan anak-anak yang paling rentan menjadi korban.  Kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga menjadi tantangan lain yang dihadapi oleh perempuan selama masa krisis pasca bencana, oleh karena itu hunian yang bersifat komunal tidak ramah untuk perempuan karena adanya kamar mandi komunal yang bisa memancing warga untuk melakukan pelecehan seksual. Dalam menerima bantuan kemanusiaan pun pengungsi perempuan rentan terhadap kekerasan seksual yang berbentuk kekerasan berbasis gender seperti manipulasi, pelecehan seksual,  kekerasan fisik, eksploitasi dan diskriminasi dalam pemberian barang serta pelayanan. 

Kebutuhan biologis manusia tentu menjadi suatu kebutuhan dasar manusia yang harus di penuhi, karena jika tidak terpenuhi bisa menimbulkan masalah baru salah satunya adalah kekerasan seksual. Upaya yang dapat dilakukan sebagai sarana untuk menyalurkan hasrat seksual adalah dengan memfasilitasi ruang untuk para suami istri dalam mencukupi kebutuhan dasarnya, yaitu dengan  menyediakan hunian darurat. Hunian darurat dapat mengurangi tingkat kekerasan seksual karena para suami istri dapat menyalurkan hasrat seksualitasnya secara lebih privasi. Pada situasi bencana, penyintas tinggal di satu pengungsian yang  dapat menimbulkan kekerasan seksual karena kurang nya tempat atau sarana yang menunjang mereka mencukupi kebutuhan biologisnya, sehingga memiliki kemungkinan untuk melampiaskannya ke orang lain yang justru menyebakan kekerasan seksual terjadi. Oleh karena itu hunian darurat yang bersifat mandiri menjadi salah satu solusi dan pilihan dalam tahap pasca bencana selama menunggu hunian tetap selamanya, karena hunian darurat mandiri ini biasanya hanya ditempati oleh 1 Kartu Keluarga yang terdiri dari kurang lebih 1-7 orang, dan juga dengan didirikan hunian darurat mandiri ini masyarakat mempunyai privasi yang lebih terjaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun