Sehingga di kemudian hari bahasa Inggris kita sepakati sebagai bahasa internasional, bahkan menjadi bahasa resmi atau bahasa kedua negara bekas jajahannya.
Pada akhir abad ke-19 itu pula sebenarnya telah diciptakan bahasa artifisial yang berfungsi sebagai lingua franca dalam komunikasi internasional.
Bahasa itu adalah bahasa Esperanto yang menurut sang pencipta sendiri, L.L Zamenhof, bahasa Esperanto adalah bahasa netral yang tidak berafiliasi ke negara manapun yang bertujuan untuk menghapuskan tembok penghalang dan menjaga kebersamaan antara umat manusia.
Pada intinya bahasa ini dibuat untuk menyokong toleransi antarmanusia dari berbagai latar belakang masyarakat yang berbeda-beda. Tetapi bahasa artifisial ini kalah populer dari bahasa Inggris yang sudah mempunyai pengaruh di berbagai wilayah, dan yang pasti lebih banyak penuturnya.
Kesepakatan menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional bukan dilihat dari jumlah penutur asli terbanyak maupun bahasa yang lebih dulu tercipta. Selalu ada kepentingan bersama yang menjadi pemantik terciptanya suatu solusi. Layaknya bahasa Melayu yang menjadi lingua franca di nusantara, atau bahasa Arab Fusha yang menjadi Lingua Franca antara kabilah-kabilah di Arab pada masa pra-Islam.
Sebagai bahasa internasional, berbicara dengan bahasa Inggris menjadi kemampuan yang wajib dimiliki setiap orang karena akan digunakan dalam berbagai bidang. Terutama bagi generasi milenial, sudah banyak cara belajar bahasa Inggris dari yang berbayar hingga gratis, mulai dari kelompok belajar, bimbingan belajar, privat, atau yang berwujud aplikasi pada gawai.
Namun yang paling penting tetaplah utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI