Dalam beberapa dekade terakhir, ekonomi global telah mengalami fluktuasi yang signifikan, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti krisis keuangan, perubahan kebijakan perdagangan, dan perkembangan teknologi.Â
Krisis keuangan global 2008, misalnya, menyoroti kerentanan sistem keuangan internasional dan menekankan pentingnya kebijakan moneter yang adaptif. Kebijakan moneter, yang mencakup tindakan seperti penyesuaian suku bunga dan operasi pasar terbuka, memainkan peran krusial dalam menstabilkan perekonomian selama periode ketidakpastian ini. Di tingkat nasional, Indonesia juga tidak luput dari dampak fluktuasi ekonomi global.Â
Sebagai negara berkembang dengan perekonomian yang semakin terintegrasi dalam pasar global, Indonesia menghadapi tantangan dalam menjaga stabilitas ekonomi sambil mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan. Kebijakan moneter yang diimplementasikan oleh Bank Indonesia menjadi instrumen utama dalam merespons guncangan eksternal dan internal.Â
Kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk mengendalikan inflasi dan stabilitas nilai tukar, tetapi juga untuk mendukung pembangunan ekonomi melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif dan penguatan sektor keuangan domestik. Studi-studi menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang efektif dapat membantu meredam dampak negatif dari fluktuasi ekonomi global dan mendukung tujuan jangka panjang pembangunan ekonomi di Indonesia (Friedman, 1968; Mishkin, 2007).
Semua ekonomi di dunia, termasuk Indonesia, dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi global. Misalnya, karena Indonesia adalah salah satu eksportir utama berbagai komoditas seperti minyak kelapa sawit, batu bara, dan karet, perubahan harga komoditas dapat sangat memengaruhi pertumbuhan ekonomi.Â
Penerimaan ekspor Indonesia dapat meningkat sebagai hasil dari kenaikan harga komoditas global, tetapi penurunan harga komoditas dapat menekan penerimaan negara dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, perubahan suku bunga global, terutama yang ditetapkan oleh bank sentral utama seperti Federal Reserve Amerika Serikat, juga berdampak pada ekonomi Indonesia.Â
Kenaikan suku bunga global cenderung meningkatkan biaya pinjaman internasional dan dapat menyebabkan arus keluar modal dari pasar negara berkembang termasuk Indonesia, yang pada gilirannya dapat melemahkan nilai tukar rupiah dan meningkatkan beban utang luar negeri (Eichengreen, B., & Gupta, 2016). Dalam menghadapi situasi ini, respons kebijakan moneter yang tepat waktu dan efektif menjadi sangat penting untuk memitigasi dampak negatif dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Kebijakan moneter mengacu pada aktivitas bank sentral atau otoritas moneter yang bertujuan untuk mengendalikan jumlah uang yang digunakan untuk menstabilkan perekonomian.Pengelolaan uang dan tingkat bunga untuk memengaruhi variabel ekonomi yang penting bagi kemakmuran ekonomi kita dan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan kebijakan dikenal sebagai kebijakan moneter. Proses ini dikenal sebagai reaksi ekonomi terhadap perubahan kebijakan moneter, yang dimulai dengan perubahan instrumen kebijakan dan diakhiri dengan penyesuaian penuh ekonomi terhadap kebijakan moneter (Cargill, T, 1991).Â
Kebijakan moneter Bank Indonesia dalam merespon gejolak ekonomi global cukup strategis dan beragam, mencakup berbagai instrumen kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Salah satu respon utama adalah penyesuaian suku bunga acuan. Ketika tekanan eksternal, seperti meningkatnya ketidakpastian global atau perubahan tajam pada harga komoditas, muncul, Bank Indonesia biasanya menyesuaikan suku bunga untuk mengendalikan inflasi dan stabilitas nilai tukar.Â
Sebagai contoh, dalam kasus meningkatnya tekanan inflasi akibat melemahnya nilai tukar rupiah, Bank Indonesia dapat menaikkan suku bunga untuk menarik investasi asing dan menstabilkan nilai tukar. Selain itu, Bank Indonesia juga secara aktif melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mengendalikan volatilitas yang berlebihan.Â
Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas nilai tukar eksternal rupiah, yang sangat penting bagi perekonomian yang sangat terbuka seperti Indonesia. Intervensi ini tidak hanya melalui pembelian dan penjualan valuta asing, tetapi juga melalui penerbitan instrumen keuangan tertentu untuk mengelola likuiditas pasar.