Pernahkah kamu mengalami kejadian ketika sedang berjalan di ruang publik sendirian atau berkelompok, lalu ada seseorang (atau sekelompok orang) memanggil, bersiul atau bahkan yang paling parah menyentuh kamu? Nah, hal seperti itu disebut dengan catcalling dan merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual secara verbal, lho!
Mirisnya sampai saat ini, masih banyak masyarakat yang belum memahami bahwa catcalling adalah tindakan yang salah. Sebagian besar orang merasa catcalling hanyalah bentuk pujian, candaan, bahkan keramah-tamahan. Fenomena catcalling yang sering dijumpai di jalan-jalan, kawasan umum, dan tempat-tempat lainnya, telah menjadi perdebatan tentang apakah itu pujian, candaan, atau pelecehan.
Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu catcalling, bagaimana hukum melawan catcalling, dan apa saja jenis dan dampaknya, serta bagaimana korban dapat menghadapi dan melawan tindakan ini.
Apa Itu Catcalling?
Catcalling berbeda dengan pujian. Catcalling adalah bentuk pelecehan berupa komentar-komentar bernada seksual, atau suara-suara yang dikeluarkan oleh seorang individu kepada individu lainnya di ruang publik. Bentuknya bisa siulan, membunyikan klakson mobil atau motor, meneriakkan kata-kata vulgar, menguntit, dan sebagainya. Sedangkan pujian adalah kalimat yang menyatakan penghargaan atas suatu kebaikan atau keunggulan terhadap seseorang dan biasanya orang yang diberikan pujian akan senang.
Catcalling merupakan pelecehan yang dianggap sepele di masyarakat, namun untuk merubah pola pikir masyarakat yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu bukanlah perkara yang mudah, diperlukan suatu kekuatan yang kuat untuk merubah pola pikir tersebut, jangan sampai pelecehan secara verbal ini menjadi akar pelecehan lainnya yang dapat berujung pada kekerasan seksual. Pemahaman mengenai catcalling di masyarakat masih sangat rendah karena adanya pewajaran. Masih adanya anggapan bahwa catcalling adalah hal yang biasa atau merupakan bentuk dari candaan dan pujian menyebabkan hal ini terus terjadi berulang-ulang.
Budaya patriarki menempatkan posisi laki-laki di atas perempuan yang menyebabkan ketimpangan di antara laki-laki dan lawan jenisnya yaitu perempuan. Adanya ketimpangan dalam relasi kuasa menyebabkan perempuan dianggap sebagai objek. Hal ini menyebabkan kerentanan terhadap perempuan sehingga perempuan menjadi korban dari kekerasan dan pelecehan seksual.
Tujuan sebenarnya dari pelaku catcalling itu apa sih? Apakah ingin terlihat keren? Atau karena cara berpakaian kita yang salah? Masih banyak orang yang meyakini bahwa tindakan catcalling berkaitan dengan pakaian yang dikenakan terlalu terbuka. Namun, pada kenyataannya perempuan yang memakai pakaian tertutup pun banyak yang mengalami kejadian serupa. Jadi, hal ini bukan tentang bagaimana kita berpakaian, tetapi bagaimana pandangan pelaku catcalling terhadap korbannya.
Hukum Tentang Catcalling
Dibeberapa negara, tindakan catcalling merupakan tindakan melanggar hukum dan pelakunya juga bisa dijatuhkan hukuman, mulai dari denda hingga ancaman kurungan penjara. Berikut beberapa negara yang sudah mempunyai undang-undang terhadap catcalling:
1. Portugal
Pelecehan di ruang pubik, sudah menjadi illegal di Portual. Tindakan tersebut akan mendapatkan hukuman satu hingga tiga tahun penjara jika koran berusia kurang dari 14 tahun.
2. Amerika Serikat
Amerika Serikat juga memiliki hukum yang kuat untuk mengatasi pelecehan seksual di ruang publik. Di New York, pelaku pelecehan seksual di ruangh publik akan didenda sebesar 250 dolar Amerika Serikat atau setara dengan 3,5 juta rupiah.
3. Selandia Baru
Di Selandia Baru, siapa pun yang menggunakan kata-kata yang mengancam, menghina atau cabul untuk orang lain, maka akan didenda sampai 1.000 dolar Selandia Baru atau setara dengan 10 juta rupiah.
4. Belanda
Di Belanda, pelaku catcalling akan diberikan sanksi berupa denda 8.200 Euro atau sekitar 127 juta rupiah atau kurungan penjara selama tiga bulan.
5. Indonesia
Di Indonesia sudah memiliki hukum untuk pelecehan verbal atau catcalling. Aturan mengenai pelecehan seksual non fisik tercantum dalam pasal 5 UU TPKS. Ancaman pidana 9 bulan penjara atau denda 10 juta rupiah. Berikut bunyi pasal 5 UU TPKS:
"Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)."
Upaya ini menunjukkan bahwa catcalling bukanlah sekadar masalah individu, tetapi isu sosial yang memerlukan perhatian serius. Meski sudah diberlakukan undang-undang terhadap pelecehan, kejadian-kejadian semacam itu kemungkinan masih ada. Jadi peran aktif masyarakat untuk bertindak menyadarkan para pelaku sangat dibutuhkan, agar semakin banyak orang yang menyadari bahwa catcalling pelecehan secara verbal sangat berbahaya dan dapat mendorong terjadinya pelecehan seksual.
Jenis-Jenis Catcalling
Jenis-jenis catcalling yang dilakukan oleh pelaku catcalling kepada korbannya ada beberapa macam diantaranya; yang pertama dalam bentuk nada misalkan suara kecupan, suara ciuman dari jauh, atau siulan, Yang kedua, komentar, biasanya mengomentari bentuk tubuh, atau secara kalimat tidak melecehkan tetapi dikatakan dengan tujuannya melecehkan, misalnya salam. Ketiga, terang-terangan mengatakan hal yang vulgar mengenai korban. Selain itu, pandangan mata yang berlebihan juga termasuk pelecehan karena membuat yang dipandang merasa tidak nyaman. Misalnya, seseorang yang memandangi orang lain dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dan yang terakhir yaitu menyentuh bagian tubuh seseorang.
Dampak Catcalling
Namun, penting untuk diingat bahwa catcalling dapat memiliki dampak psikologis yang negatif bagi korban. Berikut beberapa dampak psikologis catcalling terhadap korban:
1. Tidak merasa aman dan nyaman saat berada di ruang publik.
2. Pergerakan di ruang publik terasa terbatas karena takutv menjadi sasaran catcalling lagi.
3. Merasa malu dan kehilangan rasa percaya diri.
4. Dapat mengalami depresi dan trauma.
Dalam jangka pendek, korban catcalling mungkin merasa marah, malu, terancam, takut, dan bahkan mengalami trauma. Dalam jangka panjang, catcalling dapat berhubungan dengan peningkatan ketakutan dan persepsi risiko pemerkosaan.
Cara Menghadapi Catcalling
Lalu apa yang harus dilakukan oleh korban jika terjadi catcalling, berikut cara menghadapi catcalling:
1. Melaporkan kejadian catcalling kepada pihak berwajib.
2. Berani dan tunjukan rasa ketidaknyamanan. Misalnya kamu dapat berbalik dan tatap matanya dengan tajam dan tegas.
3. Menggurangi penggunaan perhiasan yang mencolok.
4. Hindari jalanan yang ada gerombolan laki-laki.
5. Jalan terus dan tidak menghiraukan.
6. Mendokumentasikan kejadian sebagai bukti.
7. Hindari konfrontasi langsung jika tidak aman.
Nah sekarang sudah tahu kan bahwa catcalling bukanlah pujian ataupun candaan, melainkan bentuk pelecehan baik dialami perempuan maupun laki-laki yang sudah seharusnya dihilangkan dari normalisasi di dalam masyarakat. Untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan menghormati semua individu, penting bagi kita untuk mengakui dampak negatif dari catcalling dan bekerja sama untuk mengubah perilaku serta norma sosial yang mendukungnya. Dengan demikian, kita dapat menuju masyarakat yang lebih adil dan menghormati hak-hak setiap individu. Yuk! bersama hapuskan kebiasaan buruk dari perbuatan catcalling terutama di ruang publik oleh orang yang tidak dikenal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H