BOGOR -- Minggu (26/2/2023) Pertanian merupakan sektor yang paling penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Salah satu desa yang memiliki potensi pertanian yang cukup besar adalah Desa Tanjungsari. Desa ini terletak di kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, dan memiliki tingkat produktivitas padi yang cukup tinggi, yaitu antara 5,6 - 6,1 kuintal gabah kering giling (GKG) per hektar.
"Desa Tanjungsari memiliki lahan pertanian yang cukup luas yakni sebesar 2380 hektar yang terbagi dalam 10 desa, sehingga memungkinkan untuk menghasilkan hasil pertanian yang bermutu dan berkualitas. Selain itu, desa ini juga memiliki sistem irigasi yang baik, dari 2380 hektar 790 hektar diairi oleh saluran Cibeet Cikumpeni sehingga memudahkan petani dalam mengairi lahan pertaniannya" ucap Tera Kertana selaku koordinator balai penyuluhan pertanian wilayah XII UPTD Pertanian Cariu dan Tanjungsari. Minggu (26/2/2023).
Salah satu faktor penting dalam mencapai tingkat produktivitas yang tinggi adalah kondisi lahan, lahan pertanian yang subur tentu saja berpengaruh baik terhadap tingkat produktivitas yang tinggi. Hasil pengecekan PH secara umum menyatakan bahwa PH lahan pertanian Tanjungsari yakni berkisar antara 4,5 - 6 mendekati netral.Â
Tetapi dari tingkat kesuburan C/N organiknya para petani saat ini terutama petani sawah belum bisa dan terbiasa memanfaatkan limbah dari hasil pertaniannya menjadi pupuk organik. Bukan hanya tanah yang subur tetapi produktivitas untuk tanaman padi bisa ditingkatkan juga melalui PTT (pengelolaan tanaman terpadu). Sedangkan untuk meningkatkan kuantitas para petani harus memperbaiki kultur teknisnya dari penggunaan benih, pupuk, lahan, penanggulangan HPT dan air. Untuk kualitas para petani yang akan menyuplai beras harus menerapkan PSAT (Pangan Segar Asal Tanaman).
Padi bukanlah satu-satunya komoditas pertanian yang dihasilkan di Desa Tanjungsari. Petani di desa ini juga menanam berbagai jenis komoditas seperti kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar dan di sektor perkebunannya ada karet, kelapa dan kopi yang tersebar di beberapa daerah seperti Tanjungsari, Antajaya dan Sirnarasa. Adapun cengkeh yang tersebar di Buanajaya, Sirnarasa dan Selawangi, sedangkan pohon kelapa tidak berada di perkebunan tetapi hampir semua masyarakat Tanjungsari memiliki pohon kelapa di dekat rumahnya.
Pengolahan sawah di desa Tanjungsari hampir sudah tidak menggunakan tenaga hewan seperti sapi atau kerbau tetapi dengan menggunakan traktor roda dua, hal ini membuat pengolahan sawah menjadi lebih efektif dan praktis. Penggunaan teknologi pertanian benar-benar dimanfaatkan oleh para petani, sebab tingkat produktivitas yang tinggi membuat para petani lebih mudah melakukan panen dan menanam dengan menggunakan teknologi pertanian.
Lain halnya dengan pengelolaan lahan pertanian di Tanjungsari terbagi menjadi tiga yakni orang yang memiliki lahan dan menggarapnya sendiri, kemudian orang yang mempunyai lahan tapi dikelola oleh orang lain dan yang ketiga orang yang mengelola lahan tetapi tidak memiliki lahan atau meminjam lahan orang lain untuk dikelola.
Meski sudah mencapai tingkat produktivitas yang tinggi, petani di Desa Tanjungsari masih menghadapi berbagai tantangan dan masalah. Salah satu masalah yang sering dihadapi adalah cuaca yang tidak menentu. Musim kemarau yang panjang dapat mengakibatkan kekeringan dan gagal panen, sedangkan musim hujan yang berlebihan dapat mengakibatkan banjir dan kerusakan tanaman. Selain itu, para petani di Desa Tanjungsari juga masih menghadapi hama yang sering merusak hasil panen. Hama yang sering merusak lahan pertanian di Desa Tanjungsari adalah wereng batang coklat, blas dan penggerek batang.
Tidak hanya itu, petani di Desa Tanjungsari juga akan menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan produk pertanian impor. "Harga padi saat ini memang sedang naik sejak tahun 2022 menjadi 5.000 gabah kering panen (GKP) yang tadinya di tahun 2021 berkisar 3.800 hingga 4.200 GKP" ujar Tera Kertana. Produk pertanian impor seringkali dijual dengan harga yang lebih murah sehingga membuat produk pertanian lokal sulit bersaing. Â Hal tersebut jelas menguntungkan para petani untuk saat ini. Sebagai solusi, petani di Desa Tanjungsari perlu terus meningkatkan kualitas produknya dan memasarkannya dengan cara yang lebih kreatif dan inovatif.
Dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian di Desa Tanjungsari, peran pemerintah daerah sangatlah penting. Pemerintah daerah dapat memberikan dukungan dan bantuan kepada petani. "UPTD pertanian yang membawahi 2 desa yakni Desa Cariu dan Tanjungsari membantu melakukan rehabilitasi jaringan irigasi tersier, memperbaiki tata kelola air dan dam parit, yang mana semua itu hasil musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) dan atau mimbar sarasehan tingkat kecamatan.
Tidak hanya itu, ada juga bantuan berupa benih padi. Kemudian bantuan non fisiknya ya itulah keberadaan kami (UPTD Pertanian) diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan inovasi kepada para petani di daerah Cariu dan Tanjungsari" tutur Tera Kertana.
Saat ini pemerintah hanya membantu para petani yang tergabung dalam komunitas atau organisasi para petani saja. Anggota komunitas atau kelompok tani di Tanjungsari berkisar antara 5500 hingga 6000 anggota kelompok, yang nantinya juga hanya anggota kelompok atau komunitas tani yang bisa mengakses pupuk bersubsidi. Adanya UPTD dan penyuluh pertanian ini diharapkan para petani bisa berkonsultasi permasalahan yang dihadapinya sehingga dapat membantu para petani untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panennya.
Oleh : Fadhiil Dhiya'Ulhaq
Mahasiswa Program Studi Komunikasi Digital dan Media SV IPB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H