Sari konde merupakan produk budaya ibu Jawa alih-alih ibu Indonesia. Memang pada dasarnya jika kita menggunakan logika pro toto terhadap khazanah kebudayaan di suatu daerah di Indonesia, maka tentu sari konde sudah mewakili kesatuan persepsi tersebut. Jika logika ini menjadi hal yang permisif, maka hanya akan melahirkan kesimpulan yang kontradiktif dengan kondisi di luar wilayah budaya Jawa. Harus digarisbawahi bahwa produk budaya di Indonesia sangatlah kaya dan beragam. Menggeneralisir suatu produk budaya untuk mewakili aspirasi keseluruhan adalah kontaproduktif dengan semangat toleransi khazanah kebudayaan.
Masalahnya adalah generalisasi tersebut justru dikomparasikan dengan dogma keagamaan yang menimbulkan kondisi disosiatif. Sakralitas nilai budaya berbentur dengan sakralitas dogma agama yang di Indonesia menjadi simbol-simbol asimilasi agama dan budaya.Â
Cadar memang bukanlah suatu perintah syariat yang ushuliyah melainkan ada disparitas tentang cara pandang para ulama terhadap hukum menggunakan cadar.Â
Saya tidak melihatnya secara tekstual bahwa sesungguhnya cadar berkaitan dengan konteksnya yang menutup aurat pada rambut. Hijab adalah simbol keindahan syariat Islam yang esensinya menyentuh aspek Ilahiyah dan menggugah keimanan, sedangkan sari konde merupakan suatu hasil karya dan karsa yang menyentuh aspek keanggunan dan kebanggaan dialektika masyarakat keibuan di tanah Jawa yang menyentuh nilai-nilai yang asosiatif. Dua kutub perbedaan tersebut sangatlah indah seindah asimilasi nilai-nilai agama dan moralitas budaya yang suci. Inilah kebanggaan kita sebagai masyarakat Indonesia.
Proses asimilasi tersebut merupakan aspek dialektika sejarah bangsa Indonesia yang tak lepas dari proses pergolakan agama-agama dan budaya di Indonesia. Azan adalah simbol kepatuhan pada syariat Islam yang diabsorpsi oleh dogmatika keimanan dan melekat pada proses akulturasi.
Islam berkembang menjadi agama mayoritas, karena fleksibilitas nilai-nilai dan acuan moralitas yang mampu diserap oleh budaya di Indonesia, maka tak heran jika masjid menjadi simbol keagungan Islam dan keelokan budaya bangsa. Jika suara kidung yang merdu memesona di telinga kita itu karena suara kidung adalah hasil olahan rasa yang menyentuh jiwa bangsa, sedangkan jika sejelek-jeleknya suara azan terasa menggetarkan jiwa, maka bersyukurlah akan nikmat Iman yang kau tegakkan di dada.
Terima kasih untuk Ibu Sukmawati mewakili ibu Indonesia telah meminta maaf, Insya Allah ibu Indonesia berjiwa pemaaf.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H