Mohon tunggu...
Moh. Fadhil
Moh. Fadhil Mohon Tunggu... Dosen - Dosen IAIN Pontianak

Lecturer - Mengaji dan mengkaji hakekat kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reformasi (Politik) Pemberatasan Korupsi

2 November 2017   20:34 Diperbarui: 2 November 2017   20:54 1256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar berasal dari http://www.tugassekolah.com/2016/01/upaya-pemerintah-memberantas-korupsi-di-indonesia.html

"...beranilah menjadi benar, meskipun sendirian." - Baharuddin Lopa

Realitas pemberantasan korupsi di Indonesia terus mengalami gelombang yang dahsyat. Pansus hak angket KPK yang tak henti-hentinya menggerogoti tubuh internal KPK dengan berbagai macam intervensi yang parahnya dilegitimasi oleh alasan kewenangan hak angket secara konstitusional terhadap suatu institusi KPK yang hingga hari ini masih diperdebatkan letak kekuasaannya yang berada pada wilayah ambiguitas. Berbekal pada solidaritas politik dan persepsi internal DPR RI yang lebih cenderung mencium aroma kekuasaan eksekutif dalam tubuh KPK, sehingga legitimasi terhadap pansus hak angket KPK diafirmasi oleh hampir seluruh anggota DPR RI. 

Memang benar yang dikatakan oleh Margarito Kamis, bahwa bagaimanapun independensi kekuasaan suatu lembaga negara yang seolah-olah berada pada wilayah ambiguitas kekuasaan, tetap dapat untuk dilakukan pengawasan secara eksternal, mengingat pengawasan adalah bentuk dari implementasi demokrasi dan merupakan wujud dari pengamalan nilai-nilai pancasila, sebaliknya lembaga negara yang diformulasi untuk tidak dapat diawasi merupakan pencerminan dari paham negara liberal. Masalahnya adalah apakah kehadiran pansus hak angket KPK benar-benar urgen untuk dilaksanakan saat ini?  

Mari kita lupakan sejenak persoalan pansus hak angket yang melelahkan itu sembari menunggu MK mengeluarkan titah konstitusionalnya sambil tetap menikmati tatapan prasangka DPR terhadap KPK. Bahwa keberadaan KPK justru menjadi anomali dengan korupsi yang terus merajalela, ujar salah satu anggota DPR (Baca : Pandangan Anggota DPR terhadap kinerja KPK). Pandangan tersebut cenderung skeptis dalam membangun politik pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurut penulis, sebagai anggota Komisi III DPR yang tupoksinya di bidang hukum, seharusnya tidak melihat suatu permasalahan terbatas pada apa yang ada atau faktual belaka (is/das sein) tanpa melihat bagaimana mengonstatasi permasalahan tersebut untuk mencari hambatan-hambatan (barriers) yang merintanginya agar menghasilkan rekomendasi berupa reformasi pemberantasan korupsi bagi KPK terutama mengevaluasi UU KPK dan UU Tipikor sebagai paradigma "yang seharusnya" (ought to/das sollen) bagi masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia. 

Pandangan tersebut rentan untuk tetap membuat KPK terbelenggu pada pusaran arus yang tak menentu, ibarat kapal terbang yang harus menghadapi kenyataan akan badai yang siap menerjang, namun ATF (air traffic control) ikut kebingungan, alhasil pesawat terbelenggu pada disorientasi. Paradigma yang seharusnya memungkinkan bagi reformasi pemberantasan korupsi adalah membangun sistem yang luar biasa (extra-ordinary measures) dan membangun komitmen serta kepercayaan penuh pada kinerja KPK agar KPK tidak lagi menjadi sang David kecil melawan Goliath.

Densus Tipikor dan Reformasi Sistem Pemberantasan Korupsi

Toh di saat DPR tetap bergeming dengan terus mengendus KPK bagaikan rusa yang terperangkap di kandang macan, tiba-tiba Kapolri sebagai pucuk kekuasaan tertinggi di tubuh kepolisian menawarkan menu hangat baru kepada DPR bernama "densus tipikor". Tentu penulis sangat mengapresiasi niat tulus Kapolri yang gerah dengan perilaku korup yang semakin merajalela, namun tawaran konsep tersebut membutuhkan kajian yang matang agar tidak terjadi disorientasi apalagi sekedar unjuk gigi sebagai kompetitor. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai bahan diskursus, yakni :

1. Melakukan kajian mendalam tentang urgensi pembentukan densus tipikor, baik berupa sinkronisasi peraturan perundang-undangan secara vertikal dan horizontal dengan melihat berbagai kemungkinan dalam membangun sistem pemberantasan korupsi yang terintegrasi antarlembaga.

2. Fokus densus tipikor sebaiknya untuk reformasi institusi Kepolisian RI untuk menembuhkan tingkat kepercayaan publik terhadap institusi tersebut.

3. Mengingat sulitnya prosedur pada poin 1 dan 2 yang memerlukan anggaran yang sangat besar, ada baiknya jika anggaran tersebut dialihkan untuk fokus pada reformasi politik pemberantasan korupsi dengan cara :

a. Reformasi struktur KPK, berupa membangun sarana dan prasarana, meningkatkan kuantitas penyidik yang berkualitas, membangun jejaring KPK di daerah-daerah, memperkuat kewenangan-kewenangan pemberantasan korupsi sebagai sesuatu yang extra-ordinary measures.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun